DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 5 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image Image
Hai selamat malam, kembali lagi di hari kamis malam, seperti biasanya saya akan melanjutkan sebuah cerita sesuai dengan judul diatas. Iyah bagian 5! Yang berarti sisa dua bagian cerita ini, yang akan terus berlanjut! Link bagian 1 sampai 4 ada dibawah.
Sehingga teman-teman yang belum baca, bisa baca terlebih dahulu bagian sebelumnya, tinggal klik saja linknya.
Bagian 1 – 2 Des 2021 (klik dibawah untuk membaca)

Bagian 2 – 9 Des 2021 (klik dibawah untuk membaca)

Bagian 3 – 16 Des 2021 (klik dibawah untuk membaca)

Bagian 4 – 23 Des 2021 (klik dibawah untuk membaca)

Untuk teman-teman yang ingin membaca bagian 6 & 7 (TAMAT), juga memberikan dukungan/ TIP kepada saya bisa langsung klik link, tersedia juga E-Book yang bisa kalian download, karena cerita sudah TAMAT di Karyakarsa.
Klik link 👇

karyakarsa.com/qwertyping
Cerita baru juga sudah hadir yang bejudul, PENJAGA KEBUN TEBU – SEBUAH KISAH WARISAN PEKERJAAN yang sudah bisa teman-teman baca terlebih dahulu dengan klik link dibawah. 👇

karyakarsa.com/qwertyping/pen…
Catatan saja sudah lama tidak mengingatkan : Cerita ini berdasarkan kisah nyata, memiliki Narasumber yang bisa dipertanggungjawabkan, segala kesamaan Nama, Latar dan Tempat sudah disamarkan sesuai kesepakatan dengan Narasumber.
Dan tidak ada maksud apapun dalam cerita ini, selain untuk berbagi.

Di bagian akhir nanti saya masukan link agar teman-teman bisa baca duluan dan bisa memberikan dukungan. Oke tanpa berlama-lama lagi, izinkan saya membagikan ceritanya dan selamat membaca.

***
Bahkan semakin mendekat ke tepi danau, pandanganku sama sekali tidak bisa teralihkan dengan apa yang aku lihat sekarang, jalan yang terbuka di antara semak-semak yang hampir seukuran pinggang tingginya, bahkan terbuka begitu saja ketika kakek tua kusut itu membuka jalan yang
diikuti oleh langkah aku dan Ki Dalang.
“Mirip sekali dengan Nek Sumiyanti” Ucapku, ketika melihat semakin dekat.
Ki Dalang dan kakek tua kusut yang sampai sekarang aku masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Perempuan yang mirip sekali dengan Nek Sumiyanti hanya
menggendong seorang wanita yang berambut panjang, sementara wajah wanita itu hanya tertunduk ke arah bahu perempuan yang aku yakin sepertinya ini adalah Nek Sumiyanti.
Bahkan Ki Dalang dan Kakek kusut yang sekarang berada didekatku tidak berucap apapun lagi.
“Lihat sirit disana”
Ucap Ki Dalang sambil menunjuk ke arah samping badan Nenek tua yang sedang mengendong perempuan.
“Lah kenapa ada itunya?” Ucapku kaget.
“Jelmaan dedemit buaya putih Andi, ini yang selama ini kamu penasaran” Ucap Ki Dalang sambil melangkah lebih dekat pada Nenek tua itu.
Seketika aku kaget dengan ucapan Ki Dalang apalagi pandang aku saat ini masih ke arah samping badan nenek tua seperti ada ekor yang bentuknya sama dengan buaya dan berwarna putih gelap.
“Tarik kepalanya Ang!” Ucap Ki Dalang.
Nenek tua yang mirip dengan Nek Sumiyanti anehnya hanya
diam saja, sementara perempuan yang digendong belum aku lihat wajahnya, karena tertutup oleh rambut yang menutupi bagian wajah yang sangat lebat.
Seketika Kakek tua yang dipanggil oleh Ki Dalang dengan sebutan “Ang” itu mengangkat perlahan wanita yang digendong oleh nenek tua.
“Ya Allah Ki…” Ucapku perlahan, sangat kaget.
“Cukup Ang!” Sahut Ki Dalang.
Ang langsung menurunkan kembali dengan perlahan wajah perempuan itu, sementara aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat, bahkan wajah yang sangat hancur rata,
dengan kedua bola mata yang sudah tiada.
“Lihat Ndi… bagian lenganya ada tompel kecil, ingat-ingat akan hal itu” Ucap Ki Dalang sambil mengusap kepalaku dan menepuk pundaku.
“Baik Ki…” Ucapku perlahan, sambil memperhatikan posisi dan letak di bagian lengan perempuan dengan
wajah yang mungkin tidak akan berani lagi aku lihat untuk kedua kalinya.
“Biarkan Ang! Lepaskan… tidak akan bisa kemana-mana tinggal arwahnya saja yang belum datang” Ucap Ki Dalang.
Ang, kakek tua kusut itu lalu perlahan menuntun Nenek tua dan perempuan yang
digendongnya mendekat ke arah air, dengan perlahan nenek tua itu berjalan sangat pelan masuk ke dalam air danau dan semakin tidak terlihat ketika seluruh badanya tertutup oleh air.
“Sekarang tidak akan paham…” Ucap Ki Dalang perlahan, sambil berbalik badan.
Sementara aku hanya mengangguk saja dan besar sekali pertanyaanku tentang siapa dan ada apa dengan maksud semua ini. Aku, Ang dan Ki Dalang kembali melewati semak-semak yang sebelumnya sudah aku lewati dan sudah berada di samping makam-makan berjajar sangat luas sekali.
“Sumiyanti sudah lama hilang setelah kedatangan saya kesini, barusan Sumiyanti yang melakukannya untuk anaknya itu, taruhanya cucunya sendiri. Memang kesepakatan tidak pernah seimbang” Ucap Ang dengan perlahan, sambil duduk di bekas tunggul pohon besar bekas di tebang.
Kemudian aku dan Ki Dalang duduk di tunggul pohon yang lebih kecil. Sambil mengingat dengan jelas ucapan Ang.
“Semuanya tidak akan selesai Ndi, hanya satu, jika terjadi pertukaran maka akan selesai” Ucap Ki Dalang.
Tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras, dan awan berubah
menjadi hitam dengan sangat cepat apalagi beberapa petir terus berdatangan dengan sangat cepat, anehnya Ki Dalang dan Ang tidak melakukan apapun hanya diam duduk saja.
“Disini makam saya” Ucap Ang dengan perlahan.
Seketika pandanganku menjadi sangat gelap sekali,
perlahan wajah Ki Dalang dan Ang menghilang dari tatapanku, namun sama sekali aku tidak bisa berbicara apapun, bahkan ingin berdiri dari tunggul kecil inipun badanku terasa sangat berat sekali.
“Di tanah merah ini, semua kembali Ndi, kita yang berasal dari sini akan menuju -
- sini juga, sebelum keabadian kita nikmati, namun ketika kesepakatan manusia dengan iblis, semua harus seimbang, balasan akan datang, balasan tidak pernah akan meleset, dan balasan tetaplah balasan, baik ataupun buruk.”
“Guru…” Ucapku, setelah lama pandanganku masih saja hitam.
“Dulu tanah perjuangan kakek kamu, sekarang perjuanganmu”
“Guru… dimana aku ingin berjumpa” Ucapku.
“Disini”
Tiba-tiba terasa dengan perlahan telunjuk menempel ke arah dadaku dengan perlahan. Dan aku yakin dan sangat ingat betul suara barusan adalah suara almarhum guruku
yang sudah lama tidak berbicara dengannya melalui mimpi sekalipun.
“Aku tidak mengerti Guru dengan semua ini” Ucapku.
Bahkan aku menunggu beberapa menit sama sekali tidak ada balasan dari apa yang sudah aku ucapkan.
“Guru… aku tidak paham dengan semua ini…” Ucapku.
Bahkan kedua kalinya aku berucap sama sekali tidak aku dengar lagi suara dari Guru.
“Baik, aku ingat semuanya barusan yang diucapkan oleh Ki Dalang…” Ucapku perlahan, dan seketika air hujan yang seharusnya sudah aku rasakan barusan, tiba-tiba terasa perlahan air itu membasahi
ujung kepalaku dengan perlahan, dan turun membasahi semua badanku.
Aku menikmati rasa basah pada badanku sangat hangat dan membuatku sangat tenang setelah mencoba beberapa kali berdoa didalam hati dan mengirimkan hadiah doa kepada almarhum Kakek dan Guru dan tidak lupa aku
menyebut nama Ang dalam doaku.
Hampir beberapa menit terus saja ketenangan mengalahkan pikiranku dengan apa yang barusan sudah aku lihat, dan semua perkataan yang aku ingat terus aku simpan dalam pikiranku.
“Ndi… Andi sudah kasihan sama Ibu Ndi…”
Perlahan kedua mataku terbuka
sangat pelan sekali, dengan badan yang terasa sangat basah. Pandangan pertamaku melihat Ibu yang duduk disebelah badanku, dan Imas duduk disebelah Ibu, sementara Bapak terlihat sedang memangku Raka sambil mengaji, dengan suara yang jelas aku dengar. Masih saja mulutku sangat
sulit berkata apapun, pandanganku masih belum normal hanya melihat sekitar dengan pandangan buram.
“Minum Ndi pelan-pelan” Ucap Ibu perlahan.
Segera dengan di bantu Imas sambil mengangkat badanku dan langsung juga Bapak membantu aku untuk bangun setelah terlihat mendudukan Raka
terlebih dahulu. Perlahan dan sangat pelan air yang masuk ke dalam tenggorokanku masuk dan memberikan rasa yang sangat segar aku rasakan.
“Sekering ini tenggorokan aku” Ucapku dalam hati.
“Lagi habiskan minumnya Ndi” Sahut Bapak.
Seketika pandanganku kembali normal, melihat Ibu,
Bapak, Imas dan Raka dengan jelas.
“Jam berapa ini Bu?” Ucapku perlahan, dan kaget ternyata aku bisa langsung berbicara seperti biasanya.
“Dari jam 2 malam kamu tidur mengigau dan nafas kamu seperti ketahan Ndi, makanya langsung aku bangunkan Ibu dan Bapak dan-
- ternyata terus-terusan seperti itu dan tidak bisa bangun kamunya Ndi” Ucap Imas menjelaskan dengan perlahan.
Aku yang mendengarkan penjelasan Imas hanya mengangguk saja berkali-kali. Kemudian Ibu bangun dan memberikan baju salin kepada Imas.
“Suruh ganti dulu bajunya basah-
- penuh keringat seperti itu” Ucap Ibu.
Bahkan aku baru menyadari keringat yang sangat banyak sekujur tubuhku, setelah pertemuan dengan Ki Dalang dan Ang, padahal dalam pertemuan yang ternyata didalam mimpi, bahkan ucapan dari Guru sekalipun aku masih ingat.
“Ini minum, sudah-
- kalau hari ini masih sakit dan belum Vit jangan dulu ke pangkas” Ucap Ibu.
Sementara Bapak terus-terusan memijat bagian pundak dengan perlahan dan memberikan kesan yang sangat nyaman sekali, setelah baru terasa bahwa memang badanku sangat pegal sekali.
“Pakai dulu saja bajunya-
- takut masuk angin” Sahut Ibu.
Segera aku memakai baju salin yang diberikan Imas kepadaku, dan benar saja baju yang baru terlepas dari badanku sangat basah penuh dengan keringat.
“Hujan…” Ucapku dalam hati.
“Sudah Pak, sebentar lagi subuh bapak mau istirahat dulu” Ucap Imas.
“Nenek itu…” Ucapku, sambil melihat ke arah dapur dan terlihat jelas seorang Nenek yang sedang menggendong perempuan yang berada dalam mimpiku sedang berdiri dan melihat ke arahku dengan tatapan yang kosong.
Seketika Ibu, Imas dan Bapak melihat ke arah dapur satu pandangan
dengan arahku sekarang melihat, namun Bapak langsung memangku Raka.
“Nenek siapa Ndi?” Tanya Imas.
“Tidak sudah…” Ucapku, sambil kembali menjatuhkan badan dan tepat sekali kepalaku sudah berada diatas bantal.
“Harusnya itu sosok yang sama” Ucapku dalam hati,
sambil terus mengucapkan doa, sambil terus mengingat semua perkataan yang aku dapatkan dalam mimpi.
“Dompet mana Mah?” Ucapku.
Segera Imas memberikan dompet yang tergeletak di samping kepalaku yang memang sudah menjadi kebiasaan ketika tertidur dompet itu selalu berada
disamping kepala.
“Ibu buatkan dulu sarapan yah Ndi, biar nanti Bapak pagian beli obat” Ucap Ibu sambil berjalan ke dapur, walaupun aku tau dan melihat Ibu sama sekali tidak tenang apalagi setelah ucapanku menyebut nama Nenek.
“Aman kok Bu…” Ucapku, setelah memastikan
sosok nenek yang mempunyai ekor seperti buaya dan menggendong perempuan itu sudah tidak ada.
“Iyah Ibu percaya Ndi” Ucap Ibu.
Langsung saja aku mengeluarkan foto Ki Dalang Didi yang sudah tersimpan rapi di antara celah-celah dompet.
“Mirip sekali…” Ucapku, sambil terasa angin
yang masuk ke dalam ruangan tengah rumah Ibu sangat dingin sekali.
“Kenapa Ndi? Mirip kenapa?” Tanya Bapak yang langsung mendekat setelah memberikan Raka pada Imas yang aku lihat sudah mengantuk dan karena kejadian aku tidurnya Raka terganggu.
“Tidak Pak, cuman bapak tau ini siapa?” Ucapku, sambil menandai satu orang dalam foto dan menunjukkannya kepada Bapak.
“Tidak tau namanya Ndi Bapak, cuman seingat Bapak itu bukan sahabat Kakek kamu, tapi tidak tau kalau orang itu yang sering mengundang Kakek pentas saja Ndi”
Ucap Bapak menjelaskan.
Kemiripan Ki Dalang Didi dan kakek dalam mimpi dan dalam foto benar-benar sangat mirip apalagi setelah aku pastikan semuanya sama dari wajah dan perawakanya, namun nama kakek tua kusut yang aku dengar bernama Ang ini bahkan
berada tepat disamping Ki Dalang Didi.
“Benar bukan sekedar mimpi, pertandanya semakin jelas” Ucapku perlahan dalam hati.
“Mimpi bertemu dengan Ki Dalang Ndi?” Tanya Bapak.
“Iyah Pak… dan urusanya dengan pelabuhan” Jawabku perlahan, sambil melihat ke arah wajah Bapak
dan Imas bahkan sangat jelas mendengarkan ucapanku.
“Di ujung kampung sana, pelabuhan, dulu ada jalan setapak, yang tidak bisa dilewati oleh kendaraan, bahkan kurang lebih 15 tahun yang lalu, jalanya sudah ditutup karena banyak yang datang ke petilasan kakek kamu-
- Ki Dalang Didi dengan tujuan yang aneh-aneh, ke arah utara, mungkin sekarang sudah berbeda, caringin besar pohon itu pertanda, lurus dari sana, jalan setapak dengan tepi danau, sebelum sungai ke arah bukit nanjak disitulah saung petilasan Ki Dalang Didi, datanglah-
- jika benar-benar ada tujuan” Ucap Bapak menjelaskan sambil tanganya memperagakan jalanan yang barusan bapak katakan.
“Baik Pak Andi ingat-ingat” Jawabku perlahan dengan bulu pundak yang perlahan berdiri begitu saja.
“Hanya itu terakhir yang bisa bapak kasih ke Andi-
- yang lainya Bapak sama sekali tidak tahu apapun, bersyukur bisa berjumpa dalam mimpi juga Ndi” Ucap Bapak sambil matanya berlinang dan tidak tahu kenapa tiba-tiba rasa sedih juga aku rasakan.
Tidak lama dari ucapan Bapak selesai, adzan subuh berkumandang dengan jelas,
di ikuti rasa pegal dalam badanku yang sedikit menghilang.
“Mah habis subuh aku mau dzikir dulu kalau Ajo datang pagi-pagi suruh saja belanja yah, bilang jangan dulu diganggu” Ucapku, sambil bangun perlahan di bantu oleh Bapak sampai aku berdiri.
“Berjamaah saja…” Ucap Bapak.
Tidak lama adzan selesai dan tidak lama juga komat berkumandang aku yang menjadi makmum dan bapak yang menjadi imam subuh kali ini dan sudah lama momen seperti ini tidak terjadi.
Setelah selesai, Bapak keluar terlebih dahulu dari mushola setelah perlahan mundur melewati aku
yang masih bersila. Tidak lama Ibu dan Imas silih bergantian masuk dan keluar dari mushola rumah sementara aku masih saja duduk bersila ditempat semula.
Kejadian-kejadian yang sudah terlewati dalam mimpi aku terus pastikan dan meminta kepada gusti Allah bahwa itu bukan datang
dari setan, dan benar-benar datang sebagai pertanda agar aku tetap berhati-hati bahkan beberapa kali aku terus meminta perlindungan nya, karena baginya semua tidak ada yang tidak mungkin, dan pasti bisa.
Bahkan sudah hampir 3 jam lebih aku hanya bersila dan berdzikir saja
di mushola sampai suara-suara yang aku dengar dan aku kenal masuk kedalam telinga.
“Ajo sudah datang rupanya” Ucapku, sambil mundur setelah bersujud terlebih dahulu yang menjadi kebiasaanku.
“Sudah belanja Jo…” Ucapku yang cukup membuatnya kaget.
“Ndi baik-baik sajakan?” Jawab
Ajo sambil berdiri mendekat kepadaku yang berada di dekat pintu dapur.
“Bukan karena kejadian-kejadian kemarin di pasar pelabuhan kan?” Tanya Ajo sangat cemas.
“Sudah bukan aman, nanti aja siangan aku ke pangkas” Ucapku sambil duduk.
“Syukurlah Ndi, benar kata kamu, -
-mending kita dagang saja disana jangan mengurus hal lain lah, apalagi keluarganya H. Agah itu” Ucap Ajo.
Bahkan Ajo langsung memijat badan bagian belakangku dengan lamanya sambil menunggu beberapa proses pembuatan adonan yang dikerjakan oleh Ibu dan Imas, sementara Raka sudah
berada di pangkuan Bapak yang terlihat masih mengantuk.
Tidak terasa matahari semakin tinggi seperti pagi-pagi sebelumnya, hanya yang membuat berbeda sebelum hari ini aktivitasku dimulai, aku terlebih dahulu memulai aktivitas di dalam mimpi yang mungkin sepenglihatan orang-orang
yang sekarang berada didekatku biasa saja, padahal setelah berdzikir memang perasaanku dibuat sangat tenang dan nyaman, namun ada sesuatu hal yang harus aku selesaikan setelah menerima semua jawaban-jawaban yang selama ini datang kepadaku.
Ketika jarum jam yang berada di dapur
menunjukan jam 08:45 segera aku bersiap-siap akan memulai mencari rezeki sebagai bentuk ikhtiar dalam hidup ini untuk menafkahi orang-orang yang aku sayangi dalam hidup ini.
“Duluan saja Ndi, Si Joni sudah aku kasih minum full tank, aman buat nanti siang juga sekalian” Ucap Ajo.
“Ingat sekarang jumaat…” Ucap Imas, sambil memberikan bekal kepadaku makanan.
“Berati malam kemarin malam jumaat” Ucapku dalam hati yang hampir lupa kepada hari.
“Ajo sudah kasih belum Mah?” Tanyaku perlahan.
“Sudah dong Ndi, aman alhamdulillah untung terus kita…” Jawab
Ajo sambil tersenyum.
“Taukan artinya apa Imas barusan bilang ini jumaat Jo?” Tanyaku sebelum berangkat.
“Siap aku sisihkan dan belajar seperti kamu Ndi” Jawab Ajo.
“Harus karena apa?” Tanyaku.
Ajo hanya tersenyum saja dan pasti Ajo juga tahu jawaban yang barusan aku tanyakan.
Sementara aku sudah berada di atas Si Joni dan mencoba menepis terlebih dahulu segala bayangan-bayangan yang dibuat oleh pikiranku sendiri akibat sebuah rasa khawatiranku ini, apalagi informasi dari Bapak subuh tadi cukup sangat berharga dan bisa menjadi bekalku jika disuatu
hari terjadi apapun yang tidak aku inginkan.
Ajo akan pulang berjalan kaki, setelah semua adonan dan segala persiapan untuk berdagang ke pasar pelabuhan sore ini dirasa cukup olehnya, apalagi bawaan sore ini akan terasa lebih banyak karena membawa kursi plastik tambahan,
karena melihat beberapa kursi yang biasa terikat di gerobak pasar pelabuhan sudah dua hari terasa kurang masih suka ada pembeli yang berdiri menunggu pesanan selesai.
Didalam perjalanan menuju pangkas seperti hari kemarin tidak jarang beberapa warga menyapaku dan karena ini
di jam yang sama mungkin beberapa warga mengetahui aku sudah berpindah jam ke pangkasnya.
sampai di depan pangkas, tidak menyangka juga warung kopi Yayan sudah terbuka dengan motornya yang sudah terparkir rapih.
“Ada angin apa, buka jam segini tukang kopi ini” Ucapku,
sambil memasukan kunci gembok rolling door pangkas rambut yang tergantung bersama kunci Si Joni.
“Alhamdulillah, kejadian dara-darahan tidak ada pagi ini” Ucapku merasa sangat lega, bahkan pangkas terlihat jauh lebih rapi dari biasanya.
“Mungkin semalam sepi, kasian Daud” Ucapku
sambil menyiapkan pangkas untuk hari ini.
“Bos…” Ucap Yayan teriak cukup mengagetkan aku.
“Wei tumben Yan pagi buka” Tanyaku.
“Semalam Daud ramai banget yang ngopi juga sama ramai Bos, makanya ini habis belanja” Ucap Yayan sambil duduk dan memberikan rokook.
“Oiyah, alhamdulillah, jam berapa ramainya Yan? Belum ada yang nyukur aja udah kasih rokok” Ucapku.
“Tidak usah dibayar, biar aja ini udah niat Bos, jam 9 nan baru rame dari siang sampai sore kata Si Daud sepi malah nggak ada yang mampir sama sekali Bos, alhamdulillah-
- ngeri yang nunggu sampe duduk di tempat saya Bos” Jawab Yayan menjelaskan dengan serunya.
“Sama kejadianya dengan di pasar pelabuhan” Ucapku dalam hati.
Setelah kakek tua kusut yang ada didalam mimpiku memberikan air dan aku menyiramnya ke arah gerobak, berarti khasiatnya
sampai ke pangkas dan benar-benar memang sebelumnya ada yang tidak beres.
Setelah itu Yayan langsung merapikan belanjaannya untuk dagang dan buka lagi sore hari, sementara rokok yang diberikan tetap dia tolak ketika aku menyuruhnya untuk menjadikan hutang saja.
Bahkan dua jam menuju solat jumaat hari ini tidak henti-hentinya orang berdatangan ke pangkas untuk di cukur rambutnya apalagi hari jumaat identik bagi laki-laki ingin melaksanakan sunnah membersihkan yang harus dibersihkan, bahkan rokok yang selalu aku bakar ketika jeda selesai
memangkas, selalu menjadi puntung dan harus beberapa kali kembali membakarnya agar benar-benar habis.
“Alhamdulilah setelah kemarin dibalasnya hari ini” Ucapku.
“Padahal Kang kemarin pagi saya mau kesini tuh jam 10 han tapi kaya ngga keliatan ini pangkas Kang Andi tuh, -
- heran saya dua kali balikan bareng anak saya yang barusan Akang pangkas” Ucap Bapak yang sekarang sedang aku pijit kepalanya karena selesai rambutnya aku rapihkan sesuai permintaan dan ini adalah layanan lebih yang selalu aku berikan sebagai bentuk terima kasih kepada pelanggan
yang sudah rela menyempatkan waktu dan kepercayaan atas mahkotanya aku rapikan.
Mendengarkan pengakuan dari Bapak barusan cukup membuatku kaget dan tidak tau kenapa buruk sangka aku sebagai manusia normal pada umumnya malah mengarah ke Nek Sumiyanti apalagi sebelumnya juga Dimas
dan cerita dari Kang Dadang cukup membuat buruk sangka itu diaminkan dan merasa benar.
“Seharusnya Pak Zaidan yang bercerita banyak, karena lebih dekat dengan H. Agah dan keluarga besarnya” Ucapku, sambil menutup pangkas karena waktu solat jumaat semakin mendekat. Dan langsung
bergegas bersama Si Joni menuju masjid terdekat setelah membawa salin yang biasa Imas siapkan.

***

Tidak lama selsai solat jumaat dengan segala ketenangan dan kenikmatan yang aku rasakan, aku segera kembali ke pangkas rambut.
“Mudah-mudahan Daud kaya kemarin datangnya” Ucapku,
sambil merapikan uang dan terhitung bisa menambah untuk dititipkan ke Ustad Ijal yang sudah kebiasaan rutin aku.
Bahkan sudah lebih dari dua orang menunggu setelah aku kembali membuka rolling door pangkas saat ini, benar-benar tidak ada bedanya ketika memangkas pagi dan
malam sama ramainya.
“Iyah sekarang aku mulai paham, tujuanku ke pasar pelabuhan bukan sekedar ingin mencari rezeki lebih, buktinya hari ini saja sudah sangat lebih, benar ada tujuan lain…” Ucapku dalam hati dan merasa sangat menyesal masih belum bisa belajar lebih dalam
tentang syukur.
“Cepat atau lambat urusan di pasar pelabuhan jika harus yang ada yang aku selesaikan, insyaallah siap” Ucapku dalam hati.
Setelah empat orang silih bergantian aku rapihkan rambutnya, terlihat Daud baru datang dan turun dari motor dengan wajah yang tersenyum manis.
Setelah menceritakan dengan panjang lebar kejadian sepi kemarin sampai benar-benar ramai bahkan Daud memberikan storan dua kali lipat kepadaku sebagai ganti yang kemarin.
“Lebihnya ini titip sama Ustad Ijal aja yah buat anak yatim Ud, gimana?” Tanyaku, sambil bersiap-siap pulang.
“Malu Ndi sedikit…” Jawab Daud.
“Yang malu itu mampu tapi tidak melakukan Ud, kaya kita tahu aja itungannya ah” Ucapku sambil pamit pulang dan akan langsung ke rumah Ibu.
Segera aku dan Si Joni melaju lumayan kencang karena melihat jam terakhir sudah hampir jam 2 siang,
karena tidak mau membuat Ajo harus menunggu lama.
Sesampai di depan rumah Ibu bahkan Ajo sudah terdengar suaranya bersama Bapak mengobrol dengan tidak jarang sambil tertawa.
“Imas mana Bu?” Tanyaku, setelah mengucapkan salam dan bersalaman dengan Ibu, Bapak dan Ajo.
“Pulang Ndi,-
- barusan di antar sama Darman ojek, kasian katanya Si Robin takut kelaperan” Jawab Ibu.
Ajo dengan di bantu Bapak langsung menaikan wadah adonan ke samping Si Joni setelah alat yang biasa digunakan sudah terpasang terlebih dahulu.
“Ke rumah dulu Jo, ngasih uang doang, -
- ganti pakaian langsung berangkat oke” Ucapku.
Tidak biasanya dari wajah ibu terlihat kecemasan bahkan ketika aku mencium punggung tangannya tidak biasa sekali ibu mengusap-usap kepalaku berkali-kali dan hanya kalimat “Hati-hati” saja yang keluar dari mulut Ibu,
bahkan Bapak malah sebaliknya.
“Khawatiran Ibumu kadang selalu benar” Ucap Bapak sambil berbisik pelan.
Aku hanya mengangguk saja dan langsung pamit pergi setelah sebelumnya Ajo juga pamit kepada Ibu dan Bapak.
“Padahal tadi ikut ketawa-tawa Ibu kamu Ndi, eh pas mau pamit -
-kayaknya khawatir banget” Ucap Ajo yang sudah duduk diatas Si Joni.
“Orang tua Jo namanya juga” Jawabku.
Padahal perasaan yang aku rasakan dari khawatiran Ibu cukup masuk dengan perlahan kedalam pikiranku.
“Harusnya baik-baik saja” Ucapku, sambil berusaha menenangkan diriku.
Sampai di rumah Imas ternyata tidak ada di bagian depan rumah, karena pintu tidak dikunci aku langsung saja masuk sambil mengucapkan salam, sementara Ajo menunggu di luar sambil mengecek keadaan Si Joni yang sudah beberapa hari ini diajak jalan dengan medan jalan yang cukup
tidak biasa.
“Mah…” Ucapku di dapur, sambil mendekat kepada Imas yang sedang memberi makan Si Robin.
“Harusnya Ndi Si Robin makanya lahap lihat saja dari tadi tidak di makan” Ucap Jawab Imas, sambil menyodorkan makanan dalam wadah semakin dekat ke arah dimana
Si Robin hanya diam saja.
“Sudah, sini, dan ini buat nambahin nanti biasa Ustadz Ijal datang ke rumah yah, engga lama mau berangkat mah minta salin ganti aja di dalam plastik yah” Ucapku perlahan.
Imas langsung menerima uang dari hasil memangkas pagi tadi dan aku langsung
memberikan makan kepada Si Robin dan hal yang aku takutkan terjadi ketika Si Robin beberapa kali menolak makanan yang aku berikan.
“Bin aku bukan percaya sama kamu hewan… tapi tolonglah sudah puluhan kejadian awalnya begini nih, susah makan, ayolah setidaknya buat-
- aku tenang… makan yah…” Ucapku perlahan.
Bahkan Robin semakin menjauh, dan aku hanya meletakan makanan nya semakin mendekat kepada Si Robin, dan untuk kesekian kalinya Si Robin menolak makanan yang aku berikan.
“Ada yang datang semalam” Ucapku, sambil melihat bagian
kadang robin yang terbuat dari kayu terlihat basah dengan kering yang belum sempurna.
“Yausudah, jaga… Tolong…” Ucapku sambil berjalan meninggalkan Si Robin karena tidak memiliki banyak waktu untuk segera berangkat ke pasar pelabuhan.
“Kenapa yah Ndi…” Ucap Imas mulai khawatir
“Salah kita juga mah kemarin lupa kali ngasih makan, tidak apa-apa tuh liat nanti juga habis, magrib ini semua kunci yah suruh Ibu menginap disini bilang aku yang minta, jangan membuka pintu ini lagi kalau udah sore, kalau Si Robin berisik juga biarin” Ucapku sambil memegang
kedua pipi Imas.
“Tapi Ndi…” Jawab Imas.
“Semua akan baik-baik saja Mah, asal dengarkan dan turuti yang barusan aku bilang yah” Ucapku, sambil pamit kepada Imas.
“Iyah Ndi paham, apalagi obrolan barusan pagi dengan Bapak yang aku dengar seperti banyak kaitanya,-
- baik-baik yah Ndi” Ucap Imas, sambil menyembunyikan sedihnya, walaupun aku tahu Imas tidak pernah bisa menutupi hal itu didepanku.
“Makhluk apa lagi… dan kenapa selalu kepadaku” Ucapku dalam hati, sambil menutup pintu.
Setelah aku menjelaskan kepada Ajo soal Si Robin
yang tidak mau makan sama sekali, dan Ajo menjelaskan juga bagaimana keadaan hewan yang biasanya, kalau sudah terjadwal makan. Memang akan susah kembali makan jika pernah telat. Walaupun memang ada benarnya penjelasan Ajo, namun Ajo bukanlah aku, karena kecemasan Ibu dan pertanda
dari Si Robin sudah cukup memulai perjalan hari ini menuju pasar pelabuhan.
“Kalau udah terbiasa enak yah Ndi, kaya berasa cepet di jalan” Ucap Ajo, ketika sudah memasuki kembali kawasan hutan milik perhutani.
Aku tidak menjawab hanya menganggukan kepala saja.
“Harusnya semuanya baik-baik saja, tidak ada yang perlu khawatirkan, tapi hari ini beda…” Ucapku dalam hati, sambil melihat kanan dan kiri penuh pemandangan hijau hutan.
Bahkan tidak terasa sedari tadi aku hanya membayangkan saja hal-hal yang kedepanya akan datang dan terjadi,
walaupun aku paham betul hal ini tidak boleh aku pikirkan, namun tetap saja layaknya manusia biasa pikiranlah yang menentukan segalanya, semuanya berawal dari sana.
“Ndi tumben, jangan begini dong, yang kelihatan beda kamu, yang ketakutan banget aku jadinya” Ucap Ajo,
yang sekarang baru saja memasuki jalanan beton kembali.
“Tidak Jo, aku hanya penasaran saja, sesakit apa anak H. Agah itu” Jawabku.
“Katanya niatnya berjualan saja di pasar pelabuhan Ndi…” Jawab Ajo sambil menepuk pundakku.
“Tapi Jo, selama ini beberapa hari sejak ke pasar-
- itu tentang keluarga H. Agah cukup dan sering aku pikirkan tidak tau kenapa” Jawabku, yang sekarang sudah memasuki jalanan menurun.
“Asal semuanya baik-baik saja tidak masalah Ndi” Jawab Ajo singkat.
Baru saja Ajo selesai berbicara tiba-tiba mobil yang aku kenal menyalip
dengan perlahan, sambil menyalakan klakson berkali-kali sambil membuka kaca jendela sampingnya.
“Ndi duluan…”
“Eh Pak, iyah silahkan” Jawabku, yang baru mengetahui bahwa itu Pak Zaidan.
“Padahal udah beberapa hari Ndi di pasar baru keliatan yah” Ucap Ajo.
“Lah Jo orang sibuk,-
- emangnya kaya kita” Jawabku.
Seketika aku ingat pada janji kepada Pak Zaidan, yang belum aku tepati dan berbicara panjang tentang sosok perempuan yang sebelumnya selalu ikut bersama Pak Zaidan dan hal itu juga yang menjadikan awal pertemuanku dengan Pak Zaidan, sebelum perlahan
semua kejadian datang kepadaku tanpa pernah terbayang sebelumnya.
“Si Joni sudah aman Ndi semuanya jadi engga usah mampir lagi ke bengkel yang ngeselin itu lagi males aku” Ucap Ajo.
“Siap, lagian kemarin kan memang tidak tau juga orangnya seperti itu Jo” Jawabku.
Bahkan saking terbiasanya perjalanan menuju pasar pelabuhan sudah hampir tiba, setelah melewati beberapa pemukiman di kampung ini, dan benar saja ternyata pemilik bengkel itu temanya Dimas, apalagi barusan ketika kembali melewati bengkel tersebut Dimas menatapku dan Ajo dengan
tatapan yang menggambarkan ketidaksukaan kepadaku.
“Orang itu lagi Ndi” Ucap Ajo.
“Sudah biarkan saja Jo” Jawabku, singkat.
Tidak lama lapangan sepakbola yang sebelumnya luas, sudah tersulap dengan tenda yang membentang luas, dengan banyak sekali orang yang sedang bekerja
menyiapkan segalanya, menjadi pemandangan yang berbeda bagiku.
“Anjir, ini bukan kaya di kampung Ndi, luas banget, pasti acaranya megah” Ucap Ajo.
Namun yang aku pikirkan berbeda, malah bayangan dalam mimpiku tidak kelihatan nyata dengan posisi lapangan yang sudah menjadi
seperti ini, sambil melewati lapangan dengan sangat pelan.
“Seharusnya dalam mimpi itu ini adalah makam” Ucapku dalam hati.
Namun tetap saja aku memikirkan bagaimana asal muasalnya jika benar apa yang barusan aku lihat adalah makam, kenapa warga disini bisa menyetujuinya menjadi
lapangan sepakbola, hal itu masih menjadi pertanyaan terbesarku, karena gambaran dalam mimpiku sangat berbeda.
“Lah Ndi mobil barusan ada disana” Ucap Ajo sambil menunjuk ke arah gerobak martabak.
“Iyah Jo…” Jawabku.
“Ini waktunya mungkin” Ucapku dalam hati.
Tidak lama Si Joni sudah terparkir dekat mobil milik Pak Zaidan, sementara aku tidak melihat sama sekali keberadaan Pak Zaidan.
“Parkir aja kali Jo” Ucapku, sambil menurunkan semua perlengkapan dagangan dan adonan dari samping Si Joni.
“Beres-beres aja Ndi langsung siapa-
- tau orang-orang bakalan lebih ramai dari kemarin” Ucap Ajo.
Sudah hampir 30 menit aku dan Ajo sibuk menyiapkan segala hal untuk bergadang hari ini, dan tinggal menunggu kiriman telur saja dari anak buahnya H. Mudin.
“Ndi Sini…” Teriak Pak Zaidan dari arah belakang gerobak,
yang terlihat hanya kepalanya saja.
“Tunggu yah Jo…” Ucapku.
Ajo hanya mengangguk saja sambil istirahat duduk dan membakar rokoknya.
“Ini bawa saja aku belum beli rokok Ndi” Ucap Ajo.
“Tidak usah simpan saja disini Jo” Jawabku, sambil berjalan ke arah Pak Zaidan dengan cepat.
Bahkan aku cukup kaget kenapa Pak Zaidan bisa muncul dari arah sana yang sama sekali selama aku berjualan disini tidak tahu bahwa dari situ ada jalan yang bisa dilalui oleh manusia sebelumnya aku menyangka hanya jurang saja.
“Ayo ndi disini…” Ucap Pak Zaidan sambil berjalan
turun dan duduk disebuah saung yang bahkan aku baru mengetahui ada saung disini.
“Pak…” Ucapku, sambil mencium tanganya.
“Dulu sekali, sebelum pasar dan pelabuhan seperti ini, disinilah saya berawal Ndi, saung ini saksinya… lihat dari sini kelihatankan pelabuhan-
- dan kolam-kolam apung” Ucap Pak Zaidan sambil memberikan rokok yang sama sekali belum terbuka.
“Pantas Pak, Andi baru tahu juga dan barusan kaget kirain tidak ada saung begini” Ucapku, sambil dengan sopan menerima rokok yang Pak Zaidan berikan.
“Tidak akan ada yang berani-
- Ndi kesini, kebawah sedikit udah curam lihat saja, beda dulu disini jalannya bagus malah” Jawab Pak Zaidan.
Aku hanya mengangguk saja, apalagi Pak Zaidan menceritakan asal tempat yang sekarang aku duduk bersama Pak Zaidan yang dulunya menjadi tempat berkumpul anak buah
Pak Zaidan ketika muda.
“Saya bingung Ndi harus mulai dari mana sementara saya juga paham, awalnya tawaran saya yang menjadikan Andi dan temannya itu berjualan disini…” Ucap Pak Zaidan perlahan dan penuh rasa tidak enak hati.
“Bahkan, maaf Pak, Andi tidak paham dan bingung yang-
- bapak barusan maksud seperti apa” Ucapku perlahan, jauh perlahan dari suara Pak Zaidan.
Pak Zaidan hanya menarik nafas sangat dalam dan mengeluarkanya dengan perlahan sekali.
“Saya berhutang banyak kepada keluarga H. Agah, awalnya membantu dengan menceritakan nama kamu Ndi,
karena berhasil membuat perempuan yang selalu mengikuti saya pergi, namanya Siti, korban tenggelam 25 tahun yang lalu disana…” Ucap Pak Zaidan sambil menunjuk ke arah danau.
Bahkan seketika badanku langsung saja hangat apalagi setelah ucapan dari suara Pak Zaidan masuk ke dalam
telingaku secara jelas dan perlahan.
“Puluhan Ndi… sudah saya coba semua orang pintar untuk mengusir Siti, tapi, semuanya gagal, karena arwah yang penasarannya...” Ucap Pak Zaidan.
“Maaf kalau Andi lancang Pak, siapa yang awalnya memberikan semua itu Pak?” Tanyaku.
“Nenek yang mengusir kamu di rumah H. Agah” Ucap Pak Zaidan perlahan.
Seketika aku langsung diam, dan tidak berani berkata apapun lagi, apalagi aku tau ilmu yang seperti itu, bisa sampai seperti itu, bukanlah tingkatan biasa, apa ini yang pernah diceritakan Bapak,
adalah nyata adanya tentang orang sakti itu.
“Saya yakin, Andi bakalan kaget mendengar hal ini, itulah yang membuat sampai hari ini Nek Sumiyanti membenci saya sejak mengetahui Siti sudah bisa lepas dari saya… bahkan butuh beberapa hari saya berpikir berkata dan bicara dengan-
- Andi sampai hari ini, semua informasi Andi hanya saya dapatkan dari Si Dadang saja…” Ucap Pak Zaidan dengan tatapan kosong dan sambil mengisap rokok dengan perlahan.
Bahkan sekarang yang membuat aku bingung harus berkata apa kepada Pak Zaidan
sedang aku rasakan dan aku alami sore ini.
“Tidak usah merasa bersalah dan kebingungan Ndi, jam 8 malam ini Bu Haji, ibunya Yanti sudah bicara dan menyuruh Andi datang untuk melihat keadaan Yanti…” Ucap Pak Zaidan.
“Tidak bisa Pak maaf… saya tidak mau menjadikan keluarga itu-
- berantakan hanya karena berharap kesembuhan Yanti kepada saya, bagaimana dengan H. Agah dan Nek Sumiyanti yang bakalan sama mengusir saya seperti malam itu” Jawabku perlahan.
“Malam ini, H. Agah dan Nek Sumiyanti akan pergi ke suatu tempat dan akan pulang subuh nanti, -
- karena besok malam adiknya mengadakan acara di lapangan itu, ritual, semuanya sudah saya rencanakan dengan Bu Haji Dyah yang ingin anaknya sembuh Ndi…” Ucap Pak Zaidan sambil melihat ke arahku dengan tatapan yang sangat memohon agar aku setuju.
“Pak maaf sekali lagi, -
-jika berharap kesembuhan kepada saya manusia, tidak akan sembuh… saya minta jaminan semuanya jika saya datang ke rumah H. Agah akan baik-baik saja” Ucapku perlahan karena ketakutan hal lain yang kedepannya bakalan terjadi.
“Dimas? Anak kecoa itu bisa saya matikan Ndi, -
- dia barusan ada di bengkel malam ini akan mengantar H. Agah juga, jadi hari ini sudah sesuai rencana Ndi… waktu kita tidak banyak kasian Yanti, martabak saya beli semuanya jam 8 bakalan ada orang yang jemput kamu pakai mobil saya, dagang saja seperti biasa suruh-
-teman kamu itu…” Ucap Pak Zaidan perlahan.
“Matang sekali ternyata rencana Pak Zaidan, tapi Pak Zaidan tidak mengerti keadaannya” Ucapku dalam hati.
Tatapan Pak Zaidan kembali kosong menatap ke ke arah dimana terlihat sangat kecil kolam-kolam apung itu berada dari kejauhan,
sementara aku masih belum bisa mengeluarkan satu patah kata pun.
“Memang harusnya 30 tahun yang lalu saya tidak mengenal keluarga H. Agah Ndi… tapi sudah lupakan, Yanti tidak tau menau apapun juga” Ucap Pak Zaidan sambil berdiri, sambil mematikan rokok dengan menginjaknya.
“Satu lagi Pak maaf, saya ingin tahu soal Nek Sumiyanti” Ucapku memberanikan diri berbicara sangat tidak sopan.
“Urus Yanti, nanti juga tahu, dan saya juga ingin tahu dari mana asal kamu Ndi yang sebenarnya sampai-sampai Nek Sumiyanti sangat membencimu” Jawab Pak Zaidan perlahan
sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
Segera aku terima jabatan tangan Pak Zaidan sebagai kesepakatan yang sudah aku dan Pak Zaidan sepakati sore ini.
“Nenek itu lagi” Ucapku, sambil melihat ke arah jurang bawah yang sangat terjal, dan sama sekali Pak Zaidan tidak
menyadari keberadaan Nenek yang sedang memangku seorang perempuan.
Langsung saja aku mengikuti langkah kaki Pak Zaidan berjalan nanjak, bahkan tidak ada lagi kata yang keluar dari mulut Pak Zaidan hanya dari raut wajahnya saja terlihat sebuah kecemasan yang teramat sangat berat.
“Jam 8…” Ucap Pak Zaidan sambil berjalan masuk kedalam mobilnya.
Aku hanya mengangguk saja, dan berusaha terlihat baik-baik saja didepan Ajo.
“Jangan sekarang Ajo tahunya” Ucapku perlahan.
“Tumben lama Ndi, penting banget yah” Tanya Ajo yang masih saja duduk di kursi yang sama.
“Jam 8 malam ini, Pak Zaidan borong semua dagangan kita Jo, tapi kamu tetap saja jualan, aku mau berkunjung ke rumahnya…” Ucapku berbohong kepada Ajo.
“Orang kaya memang kadang susah ditebak Ndi kemauanya, tapi alhamdulillah Ndi rezeki” Ucap Ajo dengan sangat senang dan
begitu saja percaya dengan apa yang aku ucapkan.
Aku hanya tersenyum saja memberikan jawaban kepada Ajo, bahkan sulit rasanya menyembunyikan rasa khawatir tentang semuanya hari ini, dan beruntungnya adzan ashar baru berkumandang sangat lantang, bisa menjadi kesempatan untuk
aku menenangkan diri, terlebih meminta segala keselamatan dan pertolongan untuk segala urusan hari ini.
“Bilang sama Imas, Ibu, Bapak suruh menginap, jangan tanya suruh aja Jo, aku ke masjid duluan yah” Ucapku.
Ajo hanya mengangguk saja dan tidak jarang menggelengkan kepalanya
mungkin aneh dengan kelakuan dan sikapku dari semenjak perjalanan menuju pasar pelabuhan.
Saking tidak terlalu jauhnya jarak menuju masjid, ketika kumandang adzan selesai aku sudah memarkirkan Si Joni tepat di halaman masjid dan langsung menuju kamar mandi untuk berganti pakaian
yang jauh lebih bersih.
“Entah ini amanah atau musibah, padahal aku selalu yakin tidak akan ada yang sia-sia namun semua ini jauh di luar kebiasaanku” Ucapku, sebelum mengambil wudhu setelah keluar dari kamar mandi masjid.
Setelah selesai menunaikan ibadah perasaanku jauh lebih
tenang, apalagi perkataan Guru dalam mimpiku dan pesan dari Bapak di rumah cukup menjadi bekal tenagaku menghadapi apapun malam nanti yang akan terjadi.
“Yang seharusnya terjadi, terjadilah, aku tidak mengerti semua ini, namun ya Allah aku yakin semuanya dunia beserta isinya -
-terlalu kecil untuk engkau yang Maha” Ucapku perlahan dalam hati sambil kembali berganti pakaian.
Langsung saja aku menuju pasar kembali, walaupun sudah beberapa kali aku memperhatikan keberadaan H. Mudin tidak aku lihat sama sekali, ketika para jamaah masjid silih
berganti keluar.
Tidak lama dari kejauhan aku sudah melihat motor yang biasa digunakan anak buahnya H. Mudin sudah terparkir jelas dekat gerobak dan kali ini bahkan bukan Dani yang seperti biasa mengantarkan telur.
“Nah Kang itu Andi” Ucap Ajo ketika melihatku turun dari Si Joni.
“Kang, maaf ada pesan dari Pak Haji, lagi sakit dan ingin sekali rasanya di jenguk oleh Kang Andi, begitu Pak Haji berpesan kepada saya” Ucap Bapak yang mungkin sedikit lebih tua dariku.
“Baik, insyaallah nanti malam beres pulang dari rumah Pak Zaidan saya mampir, bilang yah -
-ke Pak Haji, maaf tidak langsung sekarang juga datangnya” Ucapku.
Bapak itu hanya mengangguk dan tersenyum saja mendengarkan penjelasan dari aku, kemudian pamit setelah Ajo memberikan sejumlah uang untuk membayar telur yang sudah diantarkan.
“Ndi susah yah kalau orang seperti-
- kamu ini, dimanapun juga orang-orang kalau sakit ingin sekali di jenguk, padahalkan niat kita kesini dagang yah” Ucap Ajo, sambil membereskan telur-telur.
“Ah sudahlah Jo, kamu tau aku sejak dulu, aku paling tidak bisa menolak kalau ada orang yang meminta tolong… hidupkan soal
balasan Jo, sana ke masjid dulu mumpung belum ada yang beli” Ucapku, sambil kembali duduk dan membakar satu batang rokok.
“Panjang sekali dengan waktu yang sangat lama bahkan puluhan tahun Pak Zaidan bercerita barusan” Ucapku perlahan.
Namun tidak tahu kenapa ucapan Guru
dalam mimpi semalam kembali aku ingat.
“semua harus seimbang, balasan akan datang, balasan tidak pernah akan meleset, dan balasan tetaplah balasan, baik ataupun buruk.”
“Tidak ada pilihan, kesepakatan dengan Pak Zaidan sudah dilakukan, lagi pula penasaran harus segera-
- aku tuntaskan” Ucapku pelan, bertepatan dengan berhentinya satu motor yang sudah sedikit berteriak memesan martabak manis.
“Diambil pulangnya Kang” Ucap Bapak pembeli yang dibelakangnya duduk seorang anak kecil.
“Siap Pak, jangan terlalu lama, martabak jauh lebih enak dimakan-
- hangat He-he-he” Jawabku.
“Muter aja kang ke pelabuhan, rame soalnya subuh barusan ada yang tenggelam lagi, biasalahkan mau ada acara besar-besaran kang di lapang sana” Jawab Bapak pembeli.
“Tenggelam gimana Pak?” Tanyaku perlahan sambil menghidupkan api dan menyiapkan adonan.
“Ya Akang bukan orang sini yah… tenggelam kang terus biasanya kesurupan kasih sesajen ke danau itu, biasanya sih kalau mau ada acara besar” Ucap Bapak pembeli, sambil langsung menyalakan motornya kembali dan pergi begitu saja.
“Bukan orang pertama yang memberikan informasi-
- seperti itu sebelumnya malah dengan jelas menyebut nama keluarga H. Agah, luar biasa” Ucapku, sambil menggelengkan kepala, seolah paham padahal sama sekali aku tidak mengerti dengan keadaan yang membawaku sejauh ini tanpa alasan apapun.
Terdengar suara Si Joni dari kejauhan
yang sedang di kendarai oleh Ajo menuju ke arah gerobak, dan baru saja Ajo turun dari Si Joni, beberapa pembeli berdatangan.
“Alhamdulillah Ndi…” Ucap Ajo sambil menerima semua pesanan dan beberapa orang sudah menunggu duduk di kursi yang sudah disediakan dengan jumlah
yang cukup, jauh berbeda dengan hari kemarin.
Hampir beberapa jam aku dan Ajo sibuk meladeni para pembeli, apalagi dari cerita Ajo orang-orang disini banyak yang kerja ke luar kota sebagai pegawai bagunan dan akan pulang jika sudah mendekati akhir bulan, atau jika ada
acara besar seperti yang akan terjadi besok hari dan hal itu bisa menjadi sebuah hiburan.
Bahkan silih berganti, pesanan sama sekali tidak berhenti membuat aku dan Ajo sampai kewalahan, dan menjadikan aku sangat percaya dengan kata “Royal” yang pernah Ajo ceritakan sebelumnya.
Pikiran tentang bagaimana nanti malam akan berkunjung ke rumah H. Agah perlahan aku singkirkan, hanya obrolan dengan Pak Zaidan saja sekarang yang aku pikirkan, walaupun semuanya sudah aku simpan baik-baik dalam pikiranku ini.
“Mudah-mudahan sebelum Pak Zaidan beli-
- semuanya Ndi, sudah tinggal sedikit lagi yah, tidak enakkan yah masa caranya begitu” Ucap Ajo sambil terus membuat martabak telor.
“Nah iyah Jo, tapi sesuai yah ikuti saja maunya Pak Zaidan, sebagai balasan saja kita sudah di permudah selama jualan disini” Jawabku.
Aku hanya memberikan jempol dari tangan kanan nya saja, pertanda setuju dengan apa yang aku ucapkan barusan.
Tidak terasa awan kuning perlahan hadir sebagaimana mestinya, pertanda sore akan datang lebih cepat, apalagi aku hanya disibukan untuk membuatkan pesanan saja, bahkan
sering sekali aku mendengarkan obrolan orang-orang yang sedang menunggu di belakangku, membicarakan acara besok, yaitu acaranya Kang Mulya adik dari H. Agah.
“Bener Jo, acaranya bakalan ramai, denger barusan bahkan tetangga kampung sini sudah mulai berdatangan, -
-pantas saja sibuk banget kita” Ucapku pelan.
“Iyah Ndi, eh kamu beneran Ndi mau jenguk H. Mudin juga?” Tanya Ajo pelan.
“Dari rumah Pak Zaidan kalau keburu Jo, kenapa memangnya?” Tanyaku.
“Jangan kemalaman yah Ndi, serem kemarin juga pulangnya” Ucap Ajo.
“Aman Jo, tenang saja”
Jawabku singkat.
Terlihat malam akan segera datang dengan tenggelamnya perlahan matahari ke ujung barat yang mengeluarkan sinar begitu indah dan itu juga pertanda bahwa adzan magrib akan berkumandang sebentar lagi.
“Liat mobilnya bagus sekali Ndi” Ucap Ajo melihat mobil
dari arah pelabuhan.
“Iyah Jo” Ucapku yang melihat mobil itu melewati gerobak martabak.
“Harusnya itu mobil di rumah H. Agah aku masih ingat” Ucapku dalam hati.
Baru beberapa menit aku menyadari setelah aku ingat-ingat dan yakin sekali, bahwa mobil yang barusan melewati gerobak
martabak adalah benar mobil yang terparkir di rumah H. Agah dan kembali teringat obrolan dengan Pak Zaidan.
“Iyah mereka sudah pergi, tapi kenapa lebih awal tidak sesuai dengan ucapan Pak Zaidan” Ucapku dalam hati.
Tidak lama adzan maghrib berkumandang, dan hanya tinggal dua
orang lagi yang menunggu pesanan selesai, terlihat Ajo sudah mulai cepat dan ahli menyiapkan martabak telor untuk pesanannya.
“Benarkan… lebih awal” Ucapku, sambil melihat mobil Pak Zaidan sudah berhenti di samping gerobak.
“Jo, tidak apa-apa aku lebih awal berangkatnya” Ucapku.
“Boleh Ndi… tuh Kang Dadang sudah turun” Jawab Ajo.
Segera aku pamit kepada Ajo dan tidak lupa membawa salin untuk nantinya melaksanakan solat magrib.
“Kang…” Ucapku, sambil mencium tangan Kang Dadang.
“Kebiasaan Ndi, malu di lihat orang cium tangan sama orang seperti saya,-
- ayo waktunya tidak banyak, ini kasih ke Ajo” Ucap Kang Dadang memberikan amplop coklat yang sangat tebal.
“Kebanyakan Kang…” Ucapku.
“Tidak tahu Ndi saya, hanya di kasih ini saja sama Pak Zaidan” Ucap Kang Dadang.
“Jo, ingat jangan dulu dibuka ini terlalu banyak, yakin. -
- Jualan saja seperti biasa, kalau ada yang tanya aku tidak tau, oke, nanti bukanya di rumah, sisanya kita kembalikan” Ucapku, sambil memberikan amplop coklat kepada Ajo.
“Paham Ndi, siap” Jawab Ajo.
Segera aku dan Kang Dadang bergegas bukan menuju rumah Pak Zaidan melainkan
ke rumah H. Agah, bahkan laju mobil yang di kendarai Kang Dadang sangat kencang.
“H. Mudin kabarnya sakit Ndi, nanti sekalian saja yah” Ucap Kang Dadang, sambil menyetir.
“Iyah sore tadi anak buahnya datang ke gerobak sambil memberikan kabar itu Kang, Kang apa ini aman?” Ucapku.
“Akang pasang nyawa Ndi, untuk urusan ini sudah tenang saja, barusan Dimas, Nek Sumiyanti dan H. Agah sudah berangkat kesempatannya hari ini dan besok saja” Ucap Kang Dadang dengan serius.
Tidak lama beberapa jalan yang sudah aku lewati ketika pertama kali ke rumah H. Agah
sudah kembali aku lewati sekarang, bahkan gelapnya malam dan perasaan yang bercampur menjadi satu mengiringi perjalanan menuju rumah H. Agah untuk melihat keadaan Yanti.
Hanya satu kali klakson saja yang Kang Dadang tekan ketika masuk kedalam halaman rumah, yang gerbangnya
bahkan masih terbuka lebar untuk seukuran mobil bisa masuk, dan terlihat ketika mobil masuk dua orang penjaga rumah langsung menutupnya dengan cepat.
Baru saja aku turun dari mobil dengan Kang Dadang dan terlihat Pak Zaidan dan Bu Haji sedang duduk di tempat yang sama ketika
aku pertama kali datang ke rumah ini.
“Keak… keak… keakkk…”
“Biasanya tidak pernah denger suara burung koreak sekeras itu” Ucap Kang Dadang sambil berjalan dan aku mengikutinya dari belakang.
“Benar ternyata adanya buaya putih itu” Ucapku dalam hati, sambil melihat ke arah
kolam ikan didepan rumah H. Agah.
Tidak hentinya-hentinya aku terus mengucapkan doa dalam hatiku, sambil terus tangan kanan yang sambil memegangi plastik berisikan salin begetar seperti biasanya.
“Ndi… ini Bu Haji Dyah ibu dari Yanti” Ucap Pak Zaidan dan Bu Haji sambil berdiri.
Segera aku mencium tangan Pak Zaidan dan Bu Haji Dyah yang sudah terlihat sangat tegang begitu juga Pak Zaidan.
“Langsung saja Andi ke dalam lihat Yanti yah” Ucap Bu Haji Dyah dengan suara yang sepertinya sudah lelah.
“Baik Bu…” Ucapku.
Bu Haji Dyah berjalan duluan masuk
ke dalam rumah dan aku mengikuti di belakangnya dengan Pak Zaidan.
“Pak maaf kalau H. Agah dan Nek Sumiyanti tahu kedatangan kita, apa tidak jadi masalah” Ucapku perlahan.
“Masalah Ndi, besar. Tidak apa-apa aku dan Dadang yang pasang Nyawa” Ucap Pak Zaidan dengan sangat serius.
“Kenapa harus nyawa Pak” Tanyaku pelan.
“Tidak ada yang hidup ketika berurusan dengan Nek Sumiyanti” Ucap Pak Zaidan.
Ketika masuk kedalam rumah yang sangat megah sekali, bahkan jauh lebih megah dari rumah-rumah yang sebelumnya pernah aku masuk rumah H. Agah benar-benar
menggambarkan siapa H. Agah yang sebenarnya.
“Kamarnya di situ Ndi…” Ucap Bu Haji Dyah, sambil memberikan kunci kepada Pak Zaidan.
Bahkan untuk tiba didepan kamar Yanti saja karena luasnya rumah ini harus berjalan puluhan langkah.
Suasana mencekam sedang aku rasakan sekarang,
apalagi ucapan selamat datang dari suara burung dan terlihatnya buaya putih yang sedang berenang barusan di halaman depan sudah cukup menggambarkan apa yang selama ini aku tahu dari sekedar cerita saja, walaupun aku tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan sakitnya Yanti ini
“Maaf Bu? Sebelum saya masuk, sakit apa yang menjadi kendala dan kenapa?” Tanyaku perlahan, sambil menahan badan Pak Zaidan yang akan membukakan pintu kamar Yanti, bahkan sampai harus di kunci.
“Kerasukan dan hampir setiap hari Ndi… ini bukan kamarnya,-
- ini ruangan yang awalnya kamar tamu namun sudah di kosongkan, takut membahayakan Yanti, ini yang minta Bapak dan Ibunya, Ibu disini sudah tersiksa dengan ketidaktegaan ibu hampir dua tahun Yanti seperti ini” Ucap Ibu Haji Dyah perlahan dan perlahan juga air matanya keluar
begitu saja.
“Maaf Bu Haji, saya tidak paham, jawab dengan jujur, tentang dedemit buaya itu…” Ucapku perlahan.
Baru saja ucapan dari mulutku keluar dan kedua bibir atas dan bawahku menempel hanya beberapa detik kemudian pintu di gedor dari dalam kamar Yanti sangat kencang
sekali bahkan aku yakin itu memerlukan tenaga orang normal dengan tenaga yang sangat besar.
“Tidak apa-apa biarkan saja dulu” Ucapku yang sedari masuk tadi sosok-sosok mahluk yang ada di rumah ini sudah mengelilingi dimana aku, Pak Zaidan dan Bu Haji Dyah berdiri sekarang.

***
Kesepakatan atas dasar rasa penasaran dan amanah yang Andi pengang sebagai prinsipnya, kini telah sampai dimana semua pertanyaan perlahan jawaban hadir dengan caranya. Bahkan sosok buaya putih dan segala keterkaitanya hadir!
Damayanti Maharani Kartika atau Yanti, seperti apa keadaanya? Dan apakah hari dimana yang membuat Andi gelisah, adalah hari dimana menjadi pertemuan pertamanya dengan Yanti.
Masih banyak perjalanan yang harus Andi tuntaskan dengan segera, apalagi sekarang Andi sudah masuk ke dalam air dan sudah basah, apakah Andi akan ikut tengelam lebih dalam? Kita berjumpa di Bagian 6!

baca duluan klik link
karyakarsa.com/qwertyping/ded…
dan ini bagian 7 (Tamat) baca duluan bisa klik link!

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Untuk teman-teman juga yang masih bertanya stok BUKU MELATI masih tersedia yah, klik link dibawah ini langsung untuk berjumpa dengan Cantika.

shopee.co.id/product/324679…
Dan ini adalah cerita terbaru masih hangat sekali!
PENGAJA KEBUN TEBU - SEBUAH KISAH WARISAN KELUARGA bisa baca duluan, sekarang juga.

karyakarsa.com/qwertyping/pen…
Saya ucapkan terimakasih telah membaca cerita ini, dukungan yang kalian berikan sangat berarti sekali untuk saya, semoga terbalas lebih apa yang sudah kalian berikan.

“Typing to give you a horror thread! You give me support!”

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with horror(t)hread!

horror(t)hread! Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

12 Jan
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 7 Tamat -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
7.0 - Hai selamat malam, tidak terasa perjumpaan kita sudah sampai Bagian 7 yang artinya cerita berakhir dibagian ini, namun karena ceritanya cukup panjang, akan saya bagi menjadi dua bagian 7.0 dan 7.1 yang akan berlanjut besok, tidak langsung selsai malam ini.
Teruntuk teman-teman yang belum baca bagian sebelumnya bisa ikutin info seperti pic dibawah ini agar mempermudah mencari cerita kali ini dan kumpulan cerita lainya yang sudah saya bagikan. Image
Read 331 tweets
23 Dec 21
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 4 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
Hai selamat sore menjelang malam, karena ini adalah kamis malam seperti rutinitas kita biasanya, maka cerita akan segera berlanjut sesuai judul diatas. Lebih awal kembali, seperti minggu kemarin. Cuaca sedang sering hujan, semoga teman-teman tetap dalam keadaan sehat. Amin.
Seperti biasanya di bawah akan saya masukan beberapa Link, untuk teman-teman yang belum baca bagian satu sampai 3 bisa klik langsung, agar tidak bingung dengan lanjutan cerita kali ini.
Bagian 1 – 2 Des 2021 (klik dibawah untuk membaca)

Read 165 tweets
16 Dec 21
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 3 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
Hai, kembali saya akan melanjutkan cerita sesuai dengan judul di atas, iyah kita berjumpa dengan waktu yang sedikit maju dari biasanya, karena malam ini ada jadwal space, semoga selesai sesuai waktu yang sudah diprediksi.
Semoga teman-teman dalam keadaan sehat selalu dibalik cuaca akhir tahun ini, tetap jaga kesehatan dan tetap saling melindungi. Terimakasih untuk yang sudah mengikuti cerita sampai bagian 3, yang belum baca cerita sebelumnya saya masukan link dibawah tinggal klik.
Read 189 tweets
2 Dec 21
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 1 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
Hai selamat malam, iyah berjumpa lagi di kamis malam yang artinya ada cerita horror yang kembali akan saya coba bagikan sesuai dengan judul diatas. Semoga teman-teman dalam keadaan sehat, amin. Pernah baca sebelumnya tentang Andi? Cerita yang pernah saya bagikan sebelumnya?
Karena cerita kali ini masih berkaitan dengan Bersembunyi Dalam Terang, untuk yang belum baca bisa ikuti informasi di Bawah dan cari judul Bersembunyi Dalam Terang 1 & 2, yang sudah di upload 22 Oktober 2020 dan 7 Januari 2021. Image
Read 240 tweets
18 Nov 21
MELATI

-Bagian 7.0-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

“Kecantikan yang selalu disebut dengan anugerah, bisa saja menjadi sebuah musibah”

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hai selamat malam, kembali lagi saya akan melanjutkan cerita Melati. Sepertinya kalian sudah tidak sabar cerita ini berakhir, tenang semua ada waktunya termasuk berjumpa dalam sebuah cerita, dan akhirnya malam ini bisa berlanjut ke Bagian 7.0!
Bagian 7 ini saya bagi dua bagian, karena ceritanya terlalu panjang dan jika diselsaikan malam ini juga memakan waktu yang cukup lama, semoga teman-teman mengerti, dan berbeda dengan malam biasanya saya membagikan link cerita Bagian sebelumnya.
Read 268 tweets
26 May 21
MELATI
- Sebuah Kisah Cantika Dewi Sukma-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

"kecantikan yang selalu disebut anugrah
bisa saja menjadi sebuah musibah"

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hallo selamat malam, setelah sekian lama tidak membagikan sebuah thread horror akhirnya saya kembali dengan sebuah suguhan cerita baru. Terimakasih kepada kalian yang masih saja terus menanyakan kabar dan kapan cerita akan segera di up, mohon maaf tidak semua DM bisa saya balas.
Rehat dengan waktu yang lama adalah salah satu alasan yang berkaitan dengan proses penulisan cerita ini dan kesibukan di real life yang tidak bisa dihindari, semoga "rindu kita masih sama, tentang bagaimana kita berjumpa dalam sebuah cerita."
Read 186 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(