DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 3 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
Hai, kembali saya akan melanjutkan cerita sesuai dengan judul di atas, iyah kita berjumpa dengan waktu yang sedikit maju dari biasanya, karena malam ini ada jadwal space, semoga selesai sesuai waktu yang sudah diprediksi.
Semoga teman-teman dalam keadaan sehat selalu dibalik cuaca akhir tahun ini, tetap jaga kesehatan dan tetap saling melindungi. Terimakasih untuk yang sudah mengikuti cerita sampai bagian 3, yang belum baca cerita sebelumnya saya masukan link dibawah tinggal klik.
Seperti biasa, untuk teman-teman yang ingin memberikan dukungan/ TIP kepada saya bisa langsung klik link, tersedia juga E-Book yang bisa kalian download, karena cerita sudah sampai bagian 6 dan tinggal 1 bagian lagi.

karyakarsa.com/qwertyping
Di bagian akhir nanti saya masukan link agar teman-teman bisa baca duluan dan bisa memberikan dukungan. Oke tanpa berlama-lama lagi, izinkan saya membagikan ceritanya dan selamat membaca.

***
“Biasanya rumah tidak pernah jadi seram seperti ini” Ucap Bapak penjaga sambil terus melihat ke arah sebelumnya aku lihat.
Namun aku yakin apa yang Bapak penjaga rumah ini lihat pasti berbeda dengan apa yang aku lihat barusan, bahkan sosok besar dan segala jenis sosok-sosok
lainya masih saja tertawa bergemuruh, apalagi teriakan Neng Yanti masih aku dengar sama dengan sebelumnya.
Tanpa berlama-lama lagi, apalagi mesin Si Joni sudah menyala sedari tadi, segera aku pamit kepada Bapak penjaga rumah dan temanya, walaupun ada rasa kasihan ketika melihat
dua orang itu dengan wajah yang sangat ketakutan terus memandangi rumah H. Agah.
“Mudah-mudahan bukan gara-gara air minum yang aku berikan kepada Pak Zaidan, teriakan dari anaknya H. Agah itu” Ucapku sambil terakhir kalinya melirik ke rumah H. Agah.
Diperjalanan menuju pasar, bahkan tidak seperti awal menginjak jalan ini yang dengan tenang memperhatikan kanan dan kiri, kali ini gas Si Joni di lengan kananku sedikit aku putar lebih ke bawah agar kecepatan Si Joni bertambah dan pandanganku tetap saja lurus.
“Perempuan barusan-
-kenapa berjalan ke arahku segala” Ucapku sambil terus melihat ke depan.
Beruntungnya dari kejauhan sudah ada lampu mobil yang menyorot ke arahku dengan silau, yang aku pikir itu akan berbelok ke halaman rumah H. Mudin, setelah berpapasan bahkan beberapa orang yang dekat
dengan mobil bak itu melihatku dengan aneh, namun aku hanya menganggukan kepala dan melemparkan senyum saja.
“Kenapa Ibunya H. Agah seperti itu juga…” Ucapku dalam hati dan sudah memarkirkan Si Joni di tempat semula.
Dengan nafas yang masih tidak tenang, sekarang aku sudah
membantu Ajo kembali apa lagi beberapa orang sudah menunggu pesanan martabaknya selesai.
“Capek banget keliatannya Ndi? Ketemu rumahnya?” Ucap Ajo.
“Nanti Isya bentar lagi, kamu saja Jo duluan ke masjid biar gantian” Jawabku, sambil membuat martabak manis.
“Yasudah aku sambil ngopi yah satu gelas saja” Ucap Ajo.
“Iyah boleh, alhamdulillah ini adonan juga tinggal beberapa porsi lagi Jo, bisa pulang lebih cepat lah yah” Ucapku.
“Iyah habiskan dulu saja yah tanggung biar itunganya jadi patokan untuk kedepanya enak” Ucap Ajo yang
langsung mengambil kunci Si Joni karena benar saja adzan Isya sudah berkumandang.
Sementara aku masih dengan sibuk membuat pesanan martabak telor dan manis dan beruntungnya orang-orang rela menunggu karena memang proses pembuatan martabak memerlukan waktu yang lumayan.
Terlihat dari samping beberapa teman Kang Dadang yang sebelumnya pernah aku lihat di parkiran ketika awal datang ke pasar ini sedang menagih iuran pada tiap orang yang ikut berdagang, segera aku siapkan uang sepuluh ribu yang aku ambil dari tempat uang di gerobak ini,
sambil terus menyiapkan pesanan yang sudah ditunggu oleh beberapa orang.
“Kang…” Ucap teman Kang Dadang.
“Ini Kang, cukup…” Ucapku langsung memberikan uang iuran.
“Eh bukan Kang, bukan mau ambil uang iuran sudah gerobak ini kata Kang Dadang jangan kena iuran, mau kasih tau saja
kalau mau saya siapin lapak buat malam minggu di lapangan sana, soalnya ada acara sampe subuh Kang” Jawab teman kang Dadang.
“Acara apa memangnya Kang? Tapi engga gitu Kang ini ambil saja uangnya biar saya sama kaya pedagang yang lainya juga” Jawabku.
“Nggak bisa, yang ada saya-
- yang dimarahi Kang Dadang, H, Mulya anaknya baru di khitanan di kota dan acara di kampung ini syukuranya di lapangan itu, orang tanah Bapaknya sih Kang enak mau bikin acara juga” Ucap teman Kang Dadang.
“Oh begitu, iyah nanti saya bilang dulu saja sama teman saya Kang, atau-
- nanti biar saya yang bilang ke Kang Dadang yah” Jawabku, sambil terus menyiapkan pesanan martabak.
Setelah setuju teman Kang Dadang itu langsung menaiki motor yang sudah dibawa oleh teman yang lainya juga dan pergi begitu saja.
“Iyah kang coba dagang disana kalau ada acara -
- pasti cepet abisnya, orang dari mana mana bakalan datang” Sahut Ibu yang sedang menunggu pesanannya selesai.
Aku hanya tersenyum saja sambil memberikan pesanan martabak yang sudah beres ke salah satu Ibu yang dari tadi menunggu, bahkan sudah hampir 30 menit lamanya
Ajo baru terlihat menggunakan Si Joni datang lagi mendekat ke arah gerobak dagangan.
“Maaf Ndi lama barusan ngobrol dulu sama tukang parkir disana, malam minggu kita coba saja Ndi di lapangan sana katanya bakalan ramai” Ucap Ajo sambil kembali membuat pesanan.
“Boleh Jo lihat-
-saja nanti yah” Ucapku.
Bahkan sudah hampir jam 8 malam lebih hanya tinggal beberapa martabak manis yang belum habis, sementara Ajo sudah siap-siap membereskan penggorengan bekas martabak telor yang memang dari tadi habis duluan.
“Kelihatannya dari tadi melamun terus Ndi?”
Tanya Ajo.
“Semoga saja tidak ada hubunganya dengan aku soal kejadian barusan” Ucapku dalam hati.
“Ndi woy!” Ucap Ajo sambil menepuk pundak.
“Engga Jo, lagi mikir saja ternyata ada benernya juga yah usaha disini walaupun jaraknya agak jauh alhamdulillah semoga kedepanya -
- juga seperti ini” Ucapku memberikan alasan.
Tiga pesanan terakhir malam ini menjadi penutup dagangan, aku dan Ajo langsung membereskan gerobak dan segala perlengkapan yang dimasukan ke dalam gerobak setelah semuanya bersih.
“Jam 9…” Ucapku.
“Iyah Ndi bisa pulang lebih cepat,-
- lumayan yah kerasa juga sekarang capenya” Jawab Ajo.
“Nanti saja itungan modal dan untungnya jangan disini Jo bisa di rumah aku” Ucapku perlahan.
“Boleh engga Ndi aku tanya… barusan pas ngopi disana ketemu sama Kang Dadang, tidak apa-apa jujur saja ada apa emangnya dengan-
- keluarga H. Agah?” Tanya Ajo.
Aku bahkan cukup kaget dengan pertanyaan Ajo dan penasaran dengan obrolan Ajo dengan Kang Dadang.
“Nanti saja Jo, cepet kita beres-beres, biar tidak terlalu malam nanti jalanan sepi” Ucapku perlahan.
“Sepi gimana. apa dari tadi tidak lihat mobil -
- ikan bolak-balik ke pelabuhan Ndi, mending udah selsai kita ngopi dulu baru pulang” Jawab Ajo.
Lagi-lagi dengan perasaan seperti ini yang aku rasakan harus dan memang terbiasa menyesuaikan, apalagi dari tadi juga sepulang dari rumah H. Agah apa yang aku rasakan cukup berbeda
sekali yang datang ke badanku.
“Tidak usah campuri urusan orang lain…” Ucapku perlahan.
Ajo langsung saja melirik ke arahku dengan tatapan aneh yang sudah tidak asing lagi aku lihat dari wajahnya, namun aku hanya balas dengan senyuman saja.
“Beres… aku pesan kopi disana, -
- sekalian cari rokok buat kamu Ndi” Ucap Ajo sambil berjalan pergi meninggalkan aku sendiri.
Masih saja beberapa orang yang datang bertanya soal martabak dan ingin membelinya, setelah aku jawab dan jelaskan dengan sopan malah saran dari beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak
menyuruhku besok membawa adonan yang lebih banyak.
Tidak lama Ajo sudah terlihat berjalan kembali ke arah gerobak dan tidak jarang juga Ajo bertegur sapa dengan pedagang lainya dan cukup membuat aku tenang dengan sikap Ajo yang seperti itu.
“Ndi, Kang Dadang cerita dan -
- suruh aku minta bujuk kamu bisa bantuin keluarganya H. Agah kasian anaknya itu” Ucap Ajo sambil duduk di kursi yang biasa orang-orang menunggu pesanan.
“Emang cerita apa Jo? Pantesan lama, sampai aku aja belum isyaan ini” Ucapku kemudian duduk disebelah Ajo,
karena gerobak sudah kembali kosong dan sudah tertutup dengan terpal.
“Orang aku berpapasan pas pulang dari masjid dan di ajak ngobrol dulu Ndi, tapi jangan salah sangka dulu Ndi, bukan aku paksa kamu atau gimana” Ucap Ajo sambil memberikan rokok.
“Sudah Jo, jangan dulu-
- sekarang, bukan aku tidak mau bahas memangnya mau kesini tujuan kita jadi lain, niat kita kan sepakatnya jualan sudah tidak lebih” Jawabku.
Akhirnya Ajo paham dan langsung mengalihkan pembicaraan ke arah lain, lebih membahas jalanya dagang hari ini dan banyak sekali koreksi
dari Ajo soal waktu ibadah yang terasa makin kasian satu sama lain, meninggal salah satu di gerobak dan itu memang cukup sibuk sekali membuat dua menu dalam waktu yang bersamaan.
“Yuk Ndi, masih jam segini bisa pelan, biar aku yang rapihkan Si Joni” Ucap Ajo sambil berdiri.
Aku langsung mengingat beberapa kursi ke gerobak dan tidak lupa aku rantai juga kunci gembok demi keamanan saja.
“Besok kayaknya bawa kursi lagi Ndi barusan banyak yang berdiri kasian” Ucap Ajo sedikit berteriak
“Boleh siap Jo…” Jawabku.
“Harusnya malam ini lancar -
- tanpa ada gangguan” Ucapku dalam hati terus berdoa.
Tidak lama aku dan Ajo sudah berada di atas Si Joni dengan posisi sama seperti berangkat bedanya sekarang wadah adonan jadi kosong sehingga tidak menjadi beban berlebih untuk Si Joni.
“Engga solat di masjid dulu Ndi?”
Tanya Ajo.
“Nanti saja di rumah Jo, lagian…” Ucapku.
“Lah lagian apa?” Jawab Ajo penasaran.
“Lagian badanku udah penuh keringat Jo, biar seger nanti saja di rumah sekalian kamu ngopi dan itung buat modal dan untung yah” Ucapku berbohong, padahal aku sudah ingin cepat-cepat pergi
dari pasar ini.
Karena semakin malam, tidak tahu penyebabnya apa, bahkan dari arah kebun yang berada di ujung pasar ini yang menjadi pembatas pasar pelabuhan dari tadi sudah ada yang memperhatikanku dari arah sana semenjak aku dan Ajo menikmati kopi dan rokok. Namun aku yakin,
bahwa itu manusia karena yang aku rasakan tidak ada bedanya.
“Siapa orang itu…” Ucapku dalam hati.
Ketika Si Joni mulai aku putar gasnya oleh tangan sebelah kananku, dan melanju dengan perlahan, aku melihat dari arah spion kiri Si Joni orang dengan perawakan besar itu sudah
berada di depan gerobak aku sambil terus memandangku yang melaju perlahan.
“Benar itu orang tapi maksudnya apa…” Ucapku dalam hati mulai merasa cemas.
“Ndi kalau malam begini angker juga yah lapangan besar ini, lihat saja hanya cahaya dari langit dan bulan jadinya tambah angker”
Ucap Ajo perlahan ketika melewati lapangan sepakbola.
Bahkan aku sama sekali tidak mau melirik ke kanan dan ke kiri, karena sebelumnya sudah pernah terjadi hal yang tidak ingin aku lihat.
Baru setelah melewati beberapa rumah warga dan beberapa bengkel dan juga pom mini perasaanku
sedikit tenang walau tentang orang barusan masih saja ada dalam pikiranku.
“Heh ini di kampung orang, kalau bicara jangan asal Jo” Ucapku perlahan.
“Iyah maaf emang ada hal aneh yah Ndi di lapangan barusan, soalnya aku baru ngerasain barusan kok angker banget gitu?” Ucap Ajo,
sambil merapatkan duduknya lebih menempel denganku.
“Engga begini juga duduknya Jo Ha-ha-ha” Jawabku sambil tertawa.
“Orang takut malah becanda” Ucap Ajo dengan kesal sambil menepuk pundakku.
Sepanjang perjalanan pulang malam ini, di atas jalanan beton ini sudah beberapa kebun
dan hutan aku lewati dengan Ajo, beberapa belokan tajam sambil jalanan menanjak berbeda sekali, ketika ini adalah malam pertama aku melewati jalanan ini.
Tidak jarang untuk menenangkan perasaan masing-masing aku dan Ajo bicara soal dagangan hari ini, walaupun sejak dalam perjalan
beberapa sosok sudah aku lihat dan hanya dalam hati saja aku terus membacakan doa dan meminta perlindungan maha kuasa.
“Ini ada yang aneh pasti, biasanya tidak sampai seperti ini” Ucapku perlahan.
Karena sedari tadi sosok-sosok yang kebetulan aku lihat selalu melihat ke arahku
dengan tatapan yang menyeramkan, kadang terlihat sedih. Bahkan sudah tidak terhitung sehabis tanjakan ini sosok yang sudah lihat jumlahnya.
“Dulu ini jalanan bekas apa yah Jo? Kayanya bekas lembah atau apa gitu, soalnya kan beberapa jembatan barusan bawahnya engga ada sungai”
Ucapku perlahan, ketika baru saja Si Joni masuk ke perkampungan warga.
Walaupun dari tadi hanya dua mobil ikan saja yang berpapasan denganku menuju ke arah pelabuhan, dan seperti biasanya mobil ikan punya cara sendiri dalam melanjunya tidak pernah pelan, karena aku yakin mengejar
waktu dan lagi-lagi soal resiko pekerjaan.
“Belum tau Ndi soal itu tapi katanya sih yah, temen aku ada yang orang sini, pembukaan lahanya juga prosesnya lama, banyak gangguan ini itu apalagi mitos pelabuhan kan ramainya sekarang saja juga katanya ada perjanjian dulu gitu, -
- cerita warga sini Ndi itu belum tentu benarnya juga, kenapa memangnya, aneh yah malam ini sepanjang jalan barusan seram Ndi” Jawab Ajo menjelaskan perlahan sekali.
“Oh pantas saja, nanti deh aku tanya siapa tau Bapak bisa kasih informasi Jo” Jawabku.
Tidak lama aku sudah kembali melewati waduk dan masuk ke kawasan perhutani, sekarang bisa aku rasakan perbedaan suasana ketika berada dijalan menuju pelabuhan, benar-benar berbeda dan aku semakin yakin pasti bakalan ada sebab yang nanti jika sudah berjodoh dengan aku akan datang
menghampiri dengan sendirinya.
Bahkan istilah “Jalan pulang suka terasa lebih cepat” sekarang sedang aku rasakan, apalagi jalanan milik salah satu perusahaan BUMN ini benar-benar jalanan yang bagus sehingga untuk mempersingkat waktu perjalanan bisa dilakukan sekarang.
“Ndi, maaf-
-pas pulang ada apa dengan kebun sebelah pasar, aku ngeliat ada orang yang terus ngeliat ke arah kita, tapi sambil membawa parang dan kaya yang lagi bersih-bersih tapi apa mungkin semalam itu?” Tanya Ajo.
“Itu perasaan kamu saja, ya bisa jadikan malam-malam orang itu baru ada-
-waktunya datang ke kebun” Jawabku.
Padahal aku sangat kaget ternyata Ajo juga merasakan hal yang sama denganku bahkan Ajo sempat melihatnya, sementara aku bisa hafal dan sudah aku simpan dalam ingatan bagaimana ciri-ciri orang dengan berbadan besar itu.
“Iyah juga sih cuman-
- aku takut ada apa-apa saja Ndi sama gerobak inikan baru hari pertama” Ucap Ajo merasa cemas.
Aku hanya bisa menenangkan Ajo dan memberi pemahaman bahwa semuanya akan baik-baik saja apalagi aku dan Ajo mengenal Kang Dadan dengan baik, hal itulah yang aku sampaikan kepada Ajo dan
ternyata bisa membuatnya menjadi sangat tenang.
“Kita langsung pulang yah, aku besok pagi harus ke pangkas, kamu ngopi dulu saja di rumah” Ucapku, ketika sudah masuk perbatasan kecamatan.
Perasaan kembali aku rasa sangat tenang apalagi perjalan pulang cukup cepat, bahkan ketika
melihat ke arah pangkas, Daud terlihat sedang mencukur dan sudah ada beberapa orang yang menunggu duduk juga didalam pangkas.
“Alhamdulilah Ndi si Daud rame” Ucap Ajo.
“Makanya aku nggak sengaja mampir takut jadi canggung, udah rezekinya Jo kita jugakan barusan sampai habis -
- adonan alhamdulillah” Jawabku.
Tidak lama sampai rumah bahkan lampu ruangan tengah masih menyala dan terlihat juga seperti ada Ibu dan Bapak di rumah.
“Ndi kayaknya ada Ibu dan Bapak kamu di rumah” Ucap Ajo
Karena perasaan tidak enak aku segera turun dari Si Joni dan mengajak
Ajo untuk masuk ke dalam rumah.
“Bu… tumben sama Bapak malam-malam” Ucapku, sambil bersalaman kepada Ibu dan Bapak sementara Ajo merapikan bawaan yang ada di atas Si Joni.
“Raka dari tadi nangis terus Ndi… punggungnya memar aneh” Jawab Ibu menjelaskan.
Sementara Bapak hanya
duduk saja sambil merokok terlihat dari tatapnya seperti sangat berat.
“Lihat dulu sana ke kamar” Sahut Bapak.
Dengan kaget segera aku melihat ke kamar dan benar saja Raka sedang di elus-elus oleh sosok anak kecil yang sebelumnya aku lihat di rumah H. Agah, Imas yang melihat
ke arahku bahkan langsung menjerit dengan kencang, disusul oleh tangisan Raka yang menjerit sama kencangnya.
“Ndi…” Ucap Ajo
“Pak, Jo, Ibu tolong pegang Raka dan Imas biarkan saja mereka menjerit sejadi-jadinya juga” Ucapku langsung masuk ke kamar mandi dengan cepat.
Terlihat Ibu, Bapak dan Ajo sangat kaget dan bahkan kalap melihat kondisi Imas dan Raka yang mungkin dari tadi terlihat biasa-biasa saja.
Bahkan ketika aku mandi teriakan Imas berganti dengan tawa perempuan yang sangat menakutkan, sementara Raka hanya menangis perlahan saja khas
anak kecil, setelah mengambil wudhu, segera aku melaksanakan sholat Isya terlebih dahulu.
“Ndi jangan diselesaikan sekarang… kasihan Damayanti…” Ucap suara dibelakang aku yang sedang duduk bersila setelah melakukan dua kali salam terakhir dalam solat.
“Baik Guru…” Jawabku
perlahan, yang aku tau dengan suara serak khas guruku, bahkan sudah lama sekali baru kali ini Guru datang dengan suara padahal aku sangat merindukan sosoknya hadir dalam mimpiku.
“Jangan ikut campur!” Ucap Imas sangat kencang.
Segera aku bangun dan keluar dari kamar yang biasa
aku gunakan untuk sholat dan berzikir, terlihat Raka masih saja menangis sudah di pangku oleh Ibuku sementara Bapak memegang badan Imas dan Ajo memegang bagian kaki Imas.
Imas matanya masih tertutup tapi masih saja tertawa menyeramkannya keluar begitu saja lewat mulut yang
sesekali terbuka.
“Bapak lepaskan, Ajo jua lepaskan biarkan saja” Ucapku perlahan.
Seketika badan dan kaki Imas dilepaskan oleh Bapak dan Ajo, Imas langsung duduk bersila seperti laki-laki diatas kasur, sambil terus mengusap-ngusap rambutnya yang sekarang sudah terlepas jilbabnya
dan rambutnya terurai acak-acakan.
“Sebelum semuanya kacau aku minta jangan ikut campur! Air itu milik kami, hutan itu milik kami, kami tidak suka dicampuri urusanya” Ucap Imas dengan suara laki-laki.
“Jangan ganggu keluarga aku! Atau aku habiskan malam ini juga semuanya!-
- Semua milik Allah, tidak ada milik kamu dan alam kamu” Ucapku dalam hati sambil berdiri didekat Imas, sementara Ajo, Ibu dan Bapak berada dibelakang dan disamping aku.
“Mati! Akan mati anak itu, kalau bukan karena Nyai aku sudah bunuh anak kamu sekarang” Ucap Imas perlahan.
“Coba silahkan, coba sekarang…” Ucapku, sambil mendekat dengan doa-doa yang terus aku ucapkan dalam hati sambil tangan kananku bergetar dengan cepat.
Seketika Imas jatuh dan langsung tertidur kembali dengan posisi kakinya masih bersila.
“Yakin ini ada hubunganya dengan-
- anaknya H. Agah” Ucapku perlahan dalam hati.
Segera Ibu mengambilkan air minum dan memberikanya kepada Imas, sementara Raka seketika tangisannya berhenti. Seketika mata Imas terbuka dengan perlahan dan telihat sayu seperti terbangun dari tidurnya.
“Jo tenang dulu yah” Ucapku
perlahan.
“Siap Ndi untung tadi langsung pulang” Jawab Ajo.
“Ndi…” Sahut Bapak.
“Tidak Pak tidak apa-apa memang resiko mau gimana lagi” Jawabku agar Bapak tidak merasa bersalah dengan apa yang sedang dirasakannya.
Bapak hanya diam saja mematung seperti merasa bersalah,
walaupun aku tidak tau masalah sebelumnya yang terjadi di rumah ini apa.
“Bu bantu Imas ganti pakaiannya…” Ucapku perlahan.
“Sini Raka sama Abah dulu” Sahut Abah.
“Ndi apa ada hubungannya dengan kedatangan kamu mengantar pesanan ke rumah H. Agah?” Tanya Ajo yang sedang menikmati
rokok yang baru saja dibakar.
“Harusnya iyah Jo, tapi sudah lupakan saja…” Ucapku perlahan.
“Sambutan yang tidak baik pantas saja selama ini perasaanku tidak enak terus menerus, anak dan istriku sendiri yang jadi sasaran” Ucapku dalam hati.
“Tidak enak Ndi kondisinya sedang-
- begini, apa aku pulang dulu saja” Ucap Ajo.
“Besok pagi datang saja ke rumah Ibu terus temui aku di pangkas yah” Jawabku perlahan karena masih terasa lelah sekujur badanku.
Kemudian Ajo pamit tanpa bersalaman dengan Ibu dan Bapak aku, sementara Bapak langsung mendekat kepadaku.
“Magrib barusan Imas kirim pesan ke handphone Ibu minta di temenin bilang Raka nangis terus, apalagi Si Robin kata Imas bersuara terus…” Ucap Bapak.
“Pak maaf bukan tidak sopan, Andi jadi ingat Si Robin, boleh Andi ke belakang dulu” Ucapku, sambil langsung berdiri dan berjalan
dengan cepat untuk melihat kondisi Si Robin.
Di dalam kandangnya Si Robin terlihat sedang murung tidak biasanya, namun terlihat juga makanan yang mungkin Imas siapkan bahkan sama sekali tidak di makan.
“Bin, harusnya kamu jagain anak dan istri aku biasanya juga aman-aman saja”
Ucapku sambil mengusap Si Robin di dalam kandang.
Setelah aku usap-usap badan Si Robin, lalu aku suapi makanan masuk kedalam mulutnya satu kali, barulah Si Robin dengan lahap makan sendiri.
“Memang dari dulu kalau ada apa-apa yang tidak beres pasti Si Robin begini” Ucapku sambil
meninggalkan Si Robin dan mencuci tangan.
Terlihat Raka sudah tertidur disamping Imas dengan lelapnya, sementara Imas kepalanya masih di pijat oleh Ibu, aku tidak bicara sama sekali langsung menemui Bapak ke ruangan depan rumah.
“Sudah Pak, seperti biasa Si Robin murung kalau-
- udah ada kejadian seperti barusan” Ucapku sambil menyalakan api dari korek dan membakar rokok.
“Dari dulu kebiasaan begitu yah, eh gimana Lancar dagangnya Ndi?” Tanya Bapak perlahan.
“Alhamdulillah Pak, cuman banyak kejadian yang memang harus datang mungkin untuk Andi, -
-Bapak tau keluarga H. Agah? Atau H. Mudin adiknya?” Tanyaku.
“Harusnya sampai kampung kita nama itu tidak asing Ndi, kenapa memangnya?” Jawab Bapak.
“Mungkin kejadian Imas barusan imbas dari Andi datang ke rumahnya, anak bungsunya perempuan sakit, kerasukan terus -
- hampir tiap hari menurut informasi yang Andi tau, tapi lagi-lagi Andi datang kesana untuk berjualan Pak tidak lebih” Jawabku.
Bapak yang sedang bersandar ke sopa langsung menegakan posisi duduknya, seperti kaget dengan apa yang aku ucapkan barusan.
“Oh punya anak perempuan? -
-setau Bapak hanya H. Mudin dan satunya lagi laki-laki Bapak lupa, Ibunya H. Agah dulu itu orang lebih kaya wajar H. Agah sekarang seperti itu, bahkan dari cerita yang Bapak dengar kakek kamu sering di undang pentas di kampung itu” Ucap Bapak.
“Tapi malah Andi di usir pak, -
- ketika nenek itu melihat Andi?” Ucapku perlahan.
“lah kenapa di usir? Tapi ini hanya cerita Ndi tidak tau benarnya seperti apa, dulu itu Sumiyanti namanya, tapi tidak tau itu nenek yang kamu maksud atau bukan, orang-orang menyebutnya nenek sakti! Tapi, hanya itu saja yang jadi-
-cerita tidak lebih, saran Bapak ikuti kata hati kamu kedepannya harus gimana, tunjukan foto kakek kamu kalau ada orang tua yang bertanya asal kamu dari mana” Ucap Bapak menjelaskan.
Baru saja berhenti bicara datang sebuah motor masuk ke dalam halaman depan rumahku.
“Ah datang juga…” Ucap Bapak.
“Siapa Pak?” Tanyaku.
“Itu Rahmat ojek, memang bapak minta di jemput sekarang tidak apa-apa Ibu menginap saja disini” Ucap Bapak sambil berdiri dan pergi keluar setelah aku cium tanganya.
Sementara aku mengantarkan Bapak ke depan dan sempat bertegur
sapa dengan Rahmat, sambil memasukan alat untuk membawa Adonan ke dalam rumah dan mengunci pintu, setelah semuanya di rasa aman.
“Sumiyanti…” Ucapku sambil mengingat dan menyimpan nama itu baik-baik.
“Harusnya aku tidak lupa kepanjang nama Yanti anaknya H. Agah itu” Ucapku
sambil melihat ke kamar, ternyata Ibu sudah terlelap tidur di samping Imas.
“Aku yakin, jalan ini masih terbaik yang diberikan pencipta” Ucapku sambil terbaring di ruangan tengah rumah.
Masih saja dalam terpejamnya mata, hati yang terus melakukan dzikir berulang-ulang,
pertanyaan tentang apa sebenarnya kedatanganku ke pasar pelabuhan itu, setelah melewati hari pertama ini benar-benar melelahkan, dengan segala hal yang datang.

***
Ketika bangun bahkan Imas sudah berada di dapur seperti pagi-pagi biasanya, bahkan dari badanya terlihat jauh lebih segar mungkin setelah malam beristirahat cukup.
“Mah, Ibu siapa yang antar?” Tanyaku sambil berjalan ke arah Imas.
“Rahmat pas adzan subuh udah kesini Ndi, -
- cepet subuhan dulu nanti makan, kasian malam tidak ada makanan yah” Jawab Imas.
Segera aku mandi, dan menunaikan ibadah, terlihat sudah jam 5 pagi, aku langsung sarapan dengan lahap pagi ini ditemani imas.
“Pelan-pelan saja coba ceritakan Mah kemarin gimana bisa kaya gitu?”
Tanyaku setelah selesai makan, dan menikmati segelas kopi di meja makan, dapur.
“Aneh Ndi, selepas magrib Raka diatas kasur biasa saja, selesai solat tumben Si Robin berkokoknya berisik sekali malah tidak berhenti padahal sore sudah di kasih makan, pas aku lihat kebelakang,-
- nah disitu aku berdiri” Ucap Imas sambil menunjuk ke arah pintu.
“Pintu ada yang ngetuk keras satu kali, pas aku buka sudah ada perempuan dengan pakaian kusut, sambil istighfar, karena kaget juga aku tutup langsung pintu dengan kencang, tanpa menguncinya kembali dan -
- setelah itu Raka nangis kencang, aku kirim pesan ke Ibu…” Ucap Imas kembali menjelaskan.
“Lalu Mah?” Tanyaku bahkan sedari tadi perasaan berbeda sudah aku rasakan, setelah sosok perempuan yang datang itu langsung terbayang dari ingatanku.
“Aku tau Ibu datang, tapi aku sudah-
- lupa hanya kembali ingat pas diganti pakaian aku sama Ibu Ndi…” Jawab Imas perlahan.
“Iyah itu yang dari rumah H. Agah” Ucapku.
“H. Agah siapa Ndi?” Tanya Imas penasaran.
Kemudian pagi ini juga sambil Imas memangku Raka karena sudah terbangun aku ceritakan semuanya
kepada Imas kejadian hari pertama aku berjualan martabak di pasar pelabuhan, bahkan tidak ada cerita yang aku tutupi sama sekali.
“Apa sudah Ndi jangan kesana lagi saja, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa Ndi” Ucap Imas sangat cemas ketika mendengar ceritaku dengan lengkap.
“Tidak ada pilihan Mah, aku mending pada niat utama cukup berdagang saja, walaupun banyak sekali pertanda dan aku yakin ini hanya bagian cobaan yang diberikan Allah kepada kita saja, sabar yah” Ucapku berusaha menenangkan Imas.
Sementara perasaanku sendiri jauh tidak tenang
sama sekali bahkan tidak tega jika benar-benar keluargaku sendiri yang menjadi dampak dari perbuatanku kali ini.
“Kecuali seperti itu… Ndi dari dulu aku tau kamu seperti apa, sekarang beda Ndi ada Raka kasian yah tolong pertimbangkan semuanya kalau mau ngelakuin apapun”
Ucap Imas sambil keluar air matanya.
Aku hanya bisa berdiri kemudian mendekat kepada Imas, sambil mengusap-usap kepala Imas dan Raka, karena mau bagaimanapun dari sebuah kebaikan tidak selamanya baik pasti selalu ada yang dikorbankan.
Pagi sekali sudah terdengar motor Ajo masuk
ke halaman depan rumah dan memarkirkannya di samping Si Joni, terlihat dari posisiku yang sedang bersantai dengan Raka di ruangan depan rumah.
“Assalamualaikum…” Ucap Ajo.
“Masuk Jo… alhamdulillah Imas dan Raka membaik Jo” Jawabku, sambil Raka sedang duduk dipangkuanku.
Bahkan Ajo langsung mematikan rokok yang ada diantara jepitan jarinya lalu masuk dan duduk disebelahku.
“Alhamdulillah Ndi, ini keuntungan kamu sudah sesuaikan? Dan ini buat modal juga” Ucap Ajo sambil memperlihatkan catatan.
Setelah Imas selesai menjemur pakain, Imas menyuruh
Ajo juga segera belanja ke pasar pagi ini, sementara aku dan Imas langsung ke rumah Ibu.
“Mah ini, untung kemarin alhamdulillah dua kali lipat dari biasa di pangkas yah, nanti besok bakalan lebih, apalagi hari ini Si Daud kasih setoran kemarin juga yah” Ucapku sambil memberikan.
Tidak lama aku bahkan sudah berada di rumah Ibu dan terlihat Bapak sangat senang dengan kedatangan aku dan Imas juga Raka, apalagi Bapak cerita semalam di rumah merasa tidak biasanya, dan merasakan ada karuhun yang datang.
“Kayanya semalem kakek kamu Ki Dalang Didi yang datang,-
- soalnya sebelumnya tengah malam Bapak seperti mendengar suara gamelan Ndi” Ucap Bapak.
“Khawatir kali Pak sama cucunya” Jawabku sambil menikmati kopi.
“Iyah Bapak berubah pikiran Ndi, kalau sudah jodohnya menolong keluarga H. Agah mendingan tolong saja siapa tau kamu bisa-
- menyembuhkan” Jawab Bapak perlahan.
“Awalnya begitu Pak, tapi niatan Andi cukup saja berusaha, jika ada kesempatan dan waktu yang tepat kenapa tidak” Jawabku perlahan.
“Bapak hanya berperasaan aneh saja dari kemarin sejak kejadian di rumah ini tapi semoga hanya perasaan Bapak-
-saja yang bentuknya ketakutan hanya rasa sayang pada anak Bapak saja” Ucap Bapak perlahan.
Hampir satu jam lebih dan sudah jam 7 pagi ini, barulah suara motor Ajo terdengar datang masuk ke halaman rumah Ibu, dan dari tadi Imas dan Ibu sudah mempersiapkan semuanya.
“Bu Andi siangan dikit jam 9 nan tidak apa-apa ke pangkas yah Ibu sama Ajo dan di bantu saja nyiapin semuanya” Ucapku.
“Iyah tidak apa-apa sekalian Ajo belajar, nanti kalau sudah bisa, Ibu suruh sendiri biar semuanya bisa Ndi” Jawab Ibu.
Kemudian aku membantu menurunkan belanjaan
yang sudah dibeli Ajo dan lumayan ternyata cukup banyak dari biasanya, bahkan Ajo bilang sebagian untuk disimpan saja.
Sambil menunggu sedikit matahari meninggi pagi ini, aku, Ajo, Ibu dan Imas benar-benar sibuk di dapur saling membantu satu sama lain, bahkan Ajo terlihat sangat
serius mendengarkan apa yang Ibu ucapkan soal membuat adonan dan itu cukup membuatku tersenyum saja, sementara Bapak terus memangku Raka saja.
Bahkan hari ini waktu terasa sangat cepat berputar, setelah mengambil wudhu dan bersalin pakaian di rumah Ibu aku menyempatkan untuk
melaksanakan sholat dhuha.
“Benar, aku harus niatkan tidak usah memperdulikan lagi urusan di pasar pelabuhan” Ucapku selesai melaksanakan sholat dan langsung berpamitan kepada Ajo, Ibu, Imas dan Bapak, karena melihat jam sudah hampir jam 9 pagi ini.
“Tidak usah ke pangkas Jo, -
- istirahat saja pulang kalau sudah selesai, setengah 3 aku pulang abis asar aku jemput ke rumah” Ucapku.
“Ndi jam 2 bisa?” Jawab Ajo.
“Bisa Jo kenapa memangnya?” Tanyaku.
“Ini ditambah lagi adonan setengah dari kemarin kita coba dulu saja yah bisa nantinya jadi patokan, gimana?”
Ucap Ajo.
“Mah, kirim pesan ke Daud suruh ke pangkas jam 1 lebih saja yah” Ucapku.
“Iyah nanti aku kirim pesannya Ndi, itu bawa makanan, takutnya nggak ada yang dicukur bisa ngemil mana pagi Si Yayan jarang buka” Jawab Imas.
“Tidak usah Mah nanti gampang bisa nyari kopi -
- sama cemilan, udah buat di sini dulu aja” Ucapku, samil bersalaman satu persatu dan izin pamit, tidak lupa meminta doa karena setelah beberapa tahun baru kali ini lagi aku akan berangkat ke pangkas pagi hari.
Tidak lama setelah keluar halaman rumah Ibu dengan Si Joni,
aku sudah berada didepan pangkas pagi ini dan beberapa pemilik toko di sebelah pangkas silih berganti menyapa, karena mungkin sudah lama sekali aku tidak ke pangkas sepagi ini.
“Kenapa bau amis” Ucapku, sambil membuka gembok rolling door.
Perlahan aku geser, bau amis semakin
menyengat apalagi angin dari jalan yang lumayan kencang juga masuk ke dalam pangkas melalui rolling door yang sekarang aku buka perlahan.
“Ya Allah…” Ucapku.
Langsung menghampiri sumber bau amis yang sekarang aku lihat jelas.
“Darah...” Ucapku, sambil berjongkok dan mengarahkan
jari telunjuk ke arah darah yang sudah berceceran dilantai bahkan sampai ke bangku tempat biasa pelanggan duduk.
“Bukan darah manusia… untung belum dibuka semua rolling door” Ucapku, sambil mencium baunya.
Segera aku keluar dan berjalan cepat menuju tempat wudhu mushola untuk
mengambil lap pel dan ember yang dengan cepat aku isi dengan air.
“Bener-bener sampai ke tempat usaha, untung bukan Daud yang buka” Ucapku sambil terus mengepel dan membersihkan darah segar yang berceceran cukup banyak.
Bahkan sudah tiga kali balikan aku menganti air dalam ember
ke mushola karena darahnya lumayan cukup kental.
“Aduh kenapa sudah ada orang lagi” Ucapku sambil mengepel untuk yang terakhir.
“Di pel dulu yah A sebentar” Ucapku.
“Siap A santai aja, tumben A Andi pagi-pagi jadwal beres-beres A?” Tanya Pemuda yang masih duduk diatas motornya.
“Iyah A sudah lama juga tidak ke pangkas pagi-pagi” Jawabku, sambil berpikir mencari alasan agar pemuda ini tidak curiga dan beruntungnya ember berisi air yang ketiga ini tidak seperti yang pertama masih terlihat merah.
“Ayo A sudah siap” Ucapku, sambil membuka seluruh
rolling door.
Langsung saja pemuda itu turun dari motornya dan masuk kedalam pangkas, setelah membuka topinya aku memperhatikan dari raut wajahnya seperti ada keanehan yang sedang pemuda itu rasakan.
“A kaya bau amis yah, apa perasaan saya aja” Ucap Pemuda sambil duduk di kursi
pangkas yang sudah aku sediakan.
“Biasaya mobil sampah a kalau pagi-pagi” Ucapku, sambil langsung mencukur rambutnya.
“Oh iyah bener bisa jadi sih, aneh aja baru pertama nyium kaya bau darah nggak sih” Jawab Pemuda.
“Biasa A kadang sampah sayuran atau ayam kayak gitu jadi baunya-
- begini, apalagikan anginya pagi ini kenceng juga yah jadi bau yang kebawa sama angin begitu a” Jawabku terus memberikan alasan masuk akal karena tidak mau pemuda ini malah berpikiran yang tidak-tidak.
Tidak lama bahkan sedikit aku percepat mencukurku karena memang hanya
sekedar ingin dirapikan saja, pelanggan pertama pagi ini cukup membuatku kaget dengan kejadian barusan. Setelah membayar dengan harga yang terpangpang di sebelah kaca besar pangkas, akhirnya pemuda itu pergi, walaupun aku yakin jawaban-jawaban dari obrolan aku barusan masih
menyimpan tanda tanya dan keanehan untuk pemuda itu.
“Alhamdulillah bisa buat beli pewangi ruangan sama rokok dulu” Ucapku, sambil menaiki Si Joni dan langsung menuju toko terdekat.
Setelah membeli pengharum ruangan aku sudah berada di pangkas lagi sambil membakar rokok yang
baru saja aku beli.
“Kalau sampai ke tempat usaha dan keluarga sih ini parah banget” Ucapku.
Sambil terus berdoa dalam hati dan melihat siapa semalam yang datang dan melakukan hal seperti itu, namun setelah aku pikir-pikir sambil mengingat kejadian satu minggu belakangan ini
semua hal aneh datang perlahan setelah keputusanku berdagang di pasar pelabuhan.
“Dedemit itu…” Ucapku perlahan, sambil berdiri juga bulu pundakku.
Aku langsung berdiri dan membuka isi lemari tempat penyimpanan alat-alat cukur dan menyingkirkan beberapa barang yang sengaja
untuk menindih sebuah amplop yang berisi tali pocong bekas keluarga Ajo.
“Tapi aman, kenapa bisa…” Ucapku, sambil merapikan kembali dan memasukan amplop itu ke dalam saku celana jeansku.
Biasanya sosok yang datang ke pangkas jika berniat buruk akan segera mengurungkan niatnya
apalagi di dalam ada tali pocong yang tidak sembarangan asalnya dari mana.
“Ini serius…” Ucapku, sambil merasakan hal berbeda ketika tali pocong berada di dalam saku celana jeansku.
Segera aku keluarkan kembali dengan cepat dan menyimpanya di tempat semula, apalagi setelah aku
buka kembali amplopnya sudah ada tetes darah dengan warna yang sama di kain kafan tali pocong ini.
“Paham…” Ucapku, sambil kembali duduk santai.
Sudah hampir dua jam aku berada di pangkas, yang berarti satu jam lagi adzan dzuhur berkumandang aku baru memangkas rambut
satu pelangan saja, walaupun beberapa tetangga pangkas sesekali datang hanya untuk bertegur sapa dan beruntungnya lagi pengharum ruangan sudah bekerja dengan baik, sehingga bau amis benar-benar perlahan hilang begitu saja.
Setelah adzan berkumandang, segera aku membawa salin
dari atas batok kepala Si Joni yang sudah terbungkus dengan plastik yang biasanya Imas sediakan dan tidak lupa untuk hal ini.
“Dampaknya ke pangkas…” Ucapku, sambil melipat kembali salin karena selesai melaksanakan shalat dan berdzikir sebentar sementara pangkas sengaja
tidak aku tutup.
“Kayanya ada orang” Ucapku sambil berjalan dibawah matahari yang semakin meninggi siang ini.
“Ud lah kenapa sudah datang” Ucapku.
“Mau kasih setoran Ndi takutnya imas butuh buat belanja” Ucap Daud sambil memberikan uang.
“Alhamdulillah kemarin gimana Ud ramai?”
Jawabku.
“Banget Ndi dan makanya setoran aku tambah” Ucapnya sambil membakar rokok aku yang tergeletak begitu saja lengkap dengan korek apinya.
“Ini terima…” Ucapku, setelah menghitung setoran Daud.
“Yeh niatnya aku lebihin malah di kasih lebih lagi Ndi, sudah buat Raka-
- saja Ndi” Jawab Daud sambil menolak uang yang aku berikan.
“Ud, sudah terima” Ucapku sambil tersenyum.
“Yasudah Ndi makasih ini, kali-kali Ndi aku yang kasih jangan kamu teruslah” Jawab Daud.
Padahal yang aku takutkan hari ini pangkas sepi sampai malam, karena dampak dari
banyaknya darah pagi ini, setidaknya jika uang yang aku berikan bisa menutupi penghasilan Daud hari ini jika yang aku takutkan terjadi. Apalagi setelah keluar dari mushola dan aku lihat lebih dalam lagi, dan semakin yakin bahwa ini ada kaitanya dengan kejadian di rumah H. Agah.
“Ndi serius ini tidak terlalu banyak? Nanti bilang sama Imas gimana kamu?” Tanya Daud.
“Imas urusanku Ud, lagian kemarin pasar pelabuhan cukup alhamdulillah, sudah itu rezeki istri kamu yah” Jawabku perlahan.
Sudah hampir satu jam lebih aku dan Daud hanya mengobrol kesana kemari
saja apalagi Daud sempat-sempatnya membeli es kelapa karena hari ini cukup lumayan panas.
“Padahal kalau beli pengharum ruangan suruh aku saja Ndi, tumben lagian” Ucap Daud, sambil meminum es kelapa.
“Hal beginian kecil Ud, biar seger aja ada wangi-wanginya ha-ha-ha” Ucapku
sambil tertawa.
“Pangkas sepi saja masih sempet-sempetnya becanda, mana ketawanya buat sendiri lagi” Jawab Daud.
Padahal itu adalah cara paling sederhana saja agar nanti jika aku pulang, sementara Daud merasakan sepi pelanggan bisa belajar dari yang aku lakukan sekarang,
beberapa kesulitan kadang bisa ditertawakan.
Memang benar bahkan Daud menyuruhku untuk pulang saja dan bersiap-siap di rumah, apalagi Daud paham pertama kali dagang tidak mudah banyak waktu dan tenaga yang dibuang hanya untuk satu per satu percobaan.
Segera aku pulang setelah
berpamitan kepada Daud dengan hanya membawa uang setoran dari Daud saja, namun Imas tetap bakal mengerti dengan keadaan seperti ini.
“Mah…” Ucapku, ketika sudah sampai didepan rumah Ibu.
“Nih Ndi naikan ke motor” Jawab Ibu.
“Joni Bu suka lupa” Ucapku sambil bersalaman
dengan Ibu.
“Ndi malam ini aku nginap disini yah, takut kaya kemarin lagi kasian Raka” Sahut Imas.
Apalagi aku langsung ingat cerita Imas tentang sosok yang datang sore kemarin, aku hanya mengangguk saja berkali-kali.
“Jangan jadi melamun juga” Ucap Imas.
“Iyah sudah nginap aja-
- disini, nanti aku bawah wadah adonan sambil mandi dulu baru sekalian berangkat kesini dulu” Jawabku.
“Seharusnya tidak terjadi lagi” Ucapku dalam hati.
Setelah obrolan singkat dengan Imas dan Ibu segera aku pulang karena melihat Raka sedang tidur siang dan juga Bapak pergi ke
sawah.
Di rumah setelah mandi dan bersiap-siap karena sebentar lagi sudah mau jam 2 siang, aku langsung bergegas menuju rumah Ajo.
“Tumben tepat waktu, adonanya Ndi?” Tanya Ajo.
“Imas nginap di rumah Ibu takutnya kaya kemarin, jadi sekarang kita ke rumah Ibu lalu berangkat”
Jawabku.
“Aku dapat saran dari istriku mendingan kita urungkan saja berjualan di lapangan dua hari lagikan malam minggu, gimana? Susah gerobaknya Ndi” Ucap Ajo sudah berada diatas Si Joni, menuju rumah Ibu.
“Aku juga mikirnya begitu Jo, apalagikan…” Ucapku, yang baru sadar
hampir saja keceplosan berbicara pada Ajo dan menjelaskan apa yang sudah aku lihat di lapangan itu.
“Apa Ndi?” Ucap Ajo.
“Iyah apalagi kan kita baru juga dagang sudahlah rezeki sudah ada yang aturkan?” Jawabku, sambil membelokan motor masuk kedalam halaman rumah Ibu.
Tidak lama aku dan Ajo langsung menaikan Adonan yang jauh lebih banyak dari kemarin, yang otomatis jualan hari ini di pasar pelabuhan bisa sampai malam hari. Setelah berpamitan dan meminta doa kepada Imas dan Ibu, aku dan Ajo langsung berangkat, mengingat perjalan berangkat pasti
sedikit lama karena membawa beban adonan martabak telor dan manis.
“Telor nanti di kirim lagikan Ndi?” Tanya Ajo
“Sesuai obrolan Kang Dadang dengan H. Mudin sih begitu Jo, tapi jika sehabis ashar tidak ada aku saja yang datang tidak enak, mungkin H. Mudin juga liatnya -
-ke Kang Dadang Jo” Jawabku perlahan.
“Iyah juga Ndi kita enaknya ada Kang Dadang yah, terbantu, makanya kemarin pas suruh aku bujuk kamu merasa nggak enak” Ucap Ajo.
“Sudah urusan itu jangan di bahas lagi nanti juga udah ada waktunya Kang Dadang bicara sendiri soal keluarga -
- H. Agah” Jawabku.
Tidak lama, baru saja siang ini jalan perbatasan sudah aku lewati dengan kecepatan yang tidak biasanya jauh lebih pelan, namun ketika Ajo menjelaskan bahwa wadah adonan benar-benar aman setelah Ajo dan Bapak memberikan pengaman lebih diatas penutup wadahnya
baru bisa aku merasa tenang dan sedikit menambah kecepatan Si Joni.
“Semalam jalan disini beda yah kalau siang kaya yang biasa saja” Ucap Ajo perlahan, ketika masuk ke kawasan hutan perhutani sebelum melewati waduk.
“Beda karena malam kita nanjak Jo, sekarang turun ha-ha-ha”
Jawabku sambil tertawa.
“Enak Ndi becanda begitu bisa ketawa semalam saja kamu tidak bisa seperti ini kadang suka heran” Jawab Ajo kesal.
Hampir satu jam kurang hutan perhutani sebelah kanan dan kiri jurang juga jalanan berliku sudah aku lewati dengan canda gurau dengan Ajo saja,
karena memang hari ini cuaca benar-benar sangat panas.
“Musim hujan masih lamakan yah Ndi, panasnya udah gini banget” Ucap Ajo ketika Si Joni sudah melewati beberapa pemukiman warga dan tidak akan lama lagi menginjak jalanan beton menuju pasar pelabuhan.
“Tiga bulan-
- lagi kira-kira Jo, yah dekat dengan danau wajarlah Jo, eh aku pengen tau dulu jalan ini bekas apa yah turunanya curam, sekali nanjaknya berliku lagi” Ucapku.
“Nanti coba aku tanya sama teman aku barusan rumahnya kelewat Ndi tapi masuk lagi ke dalam sih jauh” Jawab Ajo.
Walaupun jalanan dengan track yang seperti ini akan tetapi banyak yang hidupnya tergantung dari jalanan yang barusan aku tanyakan, bahkan orang-orang seperti aku juga menggantungkan hidupnya di jalan yang sedang aku lalui sekarang.
Namun aku bertanya kepada Ajo tiap kali aku
lalui apalagi malam kemarin beberapa sosok yang aku lihat seperti sedih dan banyak yang menampakan wajah sudah tidak utuh, hal itulah yang menjadikan penasaran perlahan tumbuh begitu saja.
“Tapi harusnya Kang Dadang tau Ndi sih atau Pak Zaidan yang orang pelabuhan orang mereka-
- lebih lama mungkin dari temanku” Ucap Ajo tiba-tiba.
“Oh dari tadi diam tuh kamu mikir Jo… Bener juga coba nanti aku tanyalah dikit-dikit penasaran” Ucapku.
“Tidak semua penasaran itu harus tau jawabannya Ndi, apalagi orang seperti kamu ah sudahlah, buat apa juga” Jawab Ajo.
Tidak lama sudah hampir satu jam lebih baru saja aku dan Ajo keluar masuk ke perkampungan warga setelah turunan curam dan sedikit tanjakan.
“Isi angin dulu sebentar” Ucapku perlahan berhenti di sebuah bengkel.
“Angin Kang” Ucapku, sambil turun dan memegang Si Joni.
Orang yang mungkin seumuran dengan Kang Dadang keluar tanpa mengenakan baju sama sekali, sambil memperhatikan aku dari ujung kepala sampai ujung kaki secara perlahan, tanpa keluar satu katapun.
“Depan sama belakang Kang, bawa beban jadi nggak enak laju motornya” Ucapku,
sementara Ajo juga memperhatikan orang tua ini sambil menyalakan rokoknya.
Setelah dari Ban depan, orang tua ini pindah ke Ban belakang sementara aku masih saja kaget dengan tatapan tajam yang orang tua itu berikan berkali-kali.
“Ini Kang, cukup” Ucapku sambil memberikan uang.
Orang tua itu hanya mengangguk dan berjalan ke dalam bengkel lagi sambil mengeluar handphone di saku celananya.
“Ada masalah apa sih Ndi orang itu heran” Ucap Ajo sedikit keras.
“Heh sudah ayo sebentar lagi sampai” Jawabku kembali naik Si Joni.
“Aneh” Ucapku dengan perasaan
tidak enak.
“Tuh Ndi liat berarti bener acara 2 hari lagi tuh, sudah banyak besi, paling mau dibuat panggung” Ucap Ajo sambil menunjuk ke arah lapangan sepakbola.
“Kayanya acaranya megah yah Jo, baru tau aku kirain bakalan biasa saja” Ucapku sambil sedikit melirik ke arah
orang-orang yang sedang menurunkan besi dalam mobil truk.
Karena bagiku lapangan ini juga belum selesai mempunyai urusan yang ingin sekedar aku tahu saja, apalagi informasi kemarin dari pembeli, masih milik keluarganya H. Agah dan memang akan dipakai acara oleh anaknya juga
syukuran cucunya.
Setelah sampai ke pelabuhan hampir satu jam lebih segera aku dan Ajo menyiapkan dagangan hari ini dengan sangat cepat, karena satu hari kemarin sudah cukup hafal posisinya dan sekarang bahkan aku dan Ajo sudah mempunyai tugas masing-masing.
Tidak lebih dari satu jam bahkan sebentar lagi adzan ashar akan berkumandang, sudah terlihat pemuda kemarin yang mengantarkan telur datang kembali dengan bawaan di belakang motornya.
“Kang ini biasa” Ucap pemuda, sambil menurunkan telurnya.
“Makasih Kang sini aku bantu” Ucapku.
“Sama yah kaya kemarin?” Sahut Ajo.
“Iyah sama tapi kata Pak Haji sudah dilebihin setengahnya, Akang bayar tidak apa-apa sama kaya kemarin, Pak Haji juga pesen, Kang Andi suruh datang ke rumahnya jika tidak sibuk ada keperluan sebentar Pak Haji sama Kang Andi” Ucap Pemuda dengan
sangat sopan.
“Yasudah Ndi mumpung baru buka sana siapa tau penting, ikut saja, takutnya aku ada perlu pake Si Joni” Jawab Ajo.
“Maaf aa siapa namanya” Ucapku.
“Dani Kang” Jawab Dani.
“Tidak apa-apa nanti Dani antar lagi saya kesini?” Tanyaku perlahan.
“Baik bisa dan -
- tidak apa-apa” Jawab Dani.
Segera kuturunkan salin dan membawanya karena biar nanti rencanaku jika adzan berkumandang di rumah H. Mudin bisa langsung sekalian ke masjid.
“Tumben Dan, apa kata H. Mudin memangnya?” Tanyaku yang sudah duduk di belakang motor yang Dani gunakan.
“Tidak tau Kang, hanya bilang itu saja” Jawab Dani.
Tidak lama aku sudah berada di depan rumah H. Mudin dan terlihat H. Mudin juga duduk di tempat yang sama seperti kemarin ketika aku dan Kang Dadang berkunjung ke rumahnya untuk yang pertama kali.
“Assalamualaikum Pak haji”
Ucapku.
“Walaikumsalam tidak sibuk memangnya Ndi” Jawab H. Mudin sambil mempersilahkan aku duduk.
“Alhamdulillah datang lebih awal sudah beres-beres dan kebetulan pesanan telur sudah datang juga, makasih Pak Haji tambahan telurnya, banyak sekali” Ucapku.
“Ngerokok apa Ndi -
- biar saya suruh Dani belikan” Jawab H. Mudin.
“Pak Haji sudah cukup jangan ini juga ada bawa, sudah jangan Pak Haji sudah” Ucapku perlahan.
Karena aku melihat diatas meja yang sekarang aku duduk di kursinya sudah banyak sekali makanan yang mungkin sudah sengaja dipersiapkan.
“Jadi begini Ndi, kemarin malam air dari kamu langsung diberikan kepada Yanti, dan alhamdulillah sampai hari ini Yanti membaik, namun tetap saja sama terjadi lagi” Ucap H. Mudin.
“Air minum dari Pak Zaidan, Pak Haji maaf” Ucapku.
“Betul awalnya Bapak tidak percaya karena maaf -
-melihat penampilan kamu, namun setelah ada perubahan Bapak percaya dan malah meminta kamu datang kesana kembali Ndi. Bisa?” Tanya H. Mudin.
“Boleh tau Pak Haji awalnya seperti apa?” Tanyaku.
Terlihat berat dan susah sekali dari raut wajah H. Mudin, seperti kata-kata yang akan
keluar dari mulutnya tertahan oleh beban pikiranya. Tidak lama tanganya bergerak dan mengambil rokok yang tergeletak diatas meja.
“Orang yang kemarin” Ucapku sambil melihat orang itu masuk ke halaman rumah H. Mudin.
“Ji, kata Bapak Yanti kambuh lagi, cepat bawa saja itu orangnya-
- ada nggak usah banyak ngobrol!” Ucapnya sambil berteriak dan melihat ke arah aku seperti sangat kesal.
“Itu Dimas orang kepercayaan Bapak yang pegang kolam apung Ndi, maaf memang gayanya seperti itu” Ucap H. Mudin.
“Pasti kemarin ada sesuatu” Ucapku dalam hati setelah tau
siapa orang itu.
“Oh iyah Pak Haji tidak apa-apa” Jawabku.
Bahkan sekarang semakin aku yakin makhluk yang mewujudkan dirinya ke rumah Imas berasal dari urusan ini, apalagi ternyata di luar dugaanku Pak Zaidan bisa meminumkanya kepada Yanti.
“Berat Ndi dan tidak masuk akal…”
Ucap H. Mudin.
“Maksudnya Pak Haji, maaf” Tanyaku.
“Dua tahun yang lalu, Damayanti adik perempuan saya satu-satu mengalami sakit yang tidak masuk akal, setiap medis yang datang bilang bukan penyakit medis, setiap orang pintar yang datang malah membuat bingung dengan-
- syarat-syarat yang diberikan semua sudah dilakukan, entah ini dosa siapa bisa seperti ini” Ucap H. Mudin dengan perlahan.
“Awalnya memang seperti apa Pak Haji kalau boleh tau sakitnya Yanti” Tanyaku perlahan.
Rokok yang sekarang H. Mudin sedang isap bahkan hanya seperti
menutupi rasa tidak kuatnya, untuk berbicara kepadaku saat ini.
“Jangan dipaksakan Pak Haji…” Ucapku perlahan.
Karena benar-benar tiga tega melihat H. Mudin seperti apa yang sedang saya lihat sekarang.
“Mungkin orang-orang menganggap Bapak sudah gila dan menuduh semua perbuatan-
-Bapak” Ucap H. Mudin.
Bahkan sekarang yang membuat aku tidak benar-benar paham dengan apa yang dikatakan H.Mudin.
“Kamu pasti tidak paham Ndi, 2 tahun kebelakang sampai saat ini setiap ada kejadian sekitaran danau, tenggelam dan mati, tuduhan itu selalu mengarah-
-ke keluarga kami, H. Agah bapak saya yang selalu jadi sasaran karena sakitnya Yanti… Padahal saya juga ingin dia sembuh Ndi” Ucap H. Agah sambil air matanya tidak bisa ditahan lagi.
Aku yang mendengar cukup kaget apa yang diucapkan H. Mudin apalagi rasa yang berbeda sekarang -
- sedang datang menghampiri badanku, telinga sebelah kiriku bahkan merasakan panas yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya.
“Ada kaitannya ini, pasti” Ucapku perlahan.
“Iyah benar Ndi, semua mengaitkannya dengan tumbal buaya putih” Jawab H. Mudin perlahan.
Dan aku cukup kaget ternyata ucapanku terdengar oleh H. Mudin.

***
Semakin jelas perjalanan Andi dan Ajo sekarang, apalagi beberapa kejadian yang datang bukan lagi sebuah pertanda namun berbentuk nyata. Pertemuan dengan keluarga H. Agah yang memiliki anak perempuan satu-satunya yaitu Damayanti Mahari Kartika, menyeret paksa Andi masuk kedalam
permasalah yang rumit untuk berurusan dengan alam lain tentunya.
Apakah benar ada kaitan antara Dedemit Buaya Putih dengan keluarga H. Agah? Dan apakah Andi bisa menghindar dari takdir pencipta yang sudah disiapkan untuknya?
“Kenyataan tetaplah akan datang pada waktunya, jika menghindar adalah jalan terbaik, mungkin sudah akan aku ambil jalan itu.”
Di Bagian 4 sudah tidak menghindar lagi seorang Andi! Apa yang akan terjadi? Kita akan berjumpa kembali! Dengan Dedemit Buaya Putih dan masa lalu Ki Dalang Didi.

Baca duluan Bagian 4, klik link.
karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Bagian 5 sudah tersedia, klik link untuk membaca terlebih dahulu.

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Dan ini bagian 6, karena setelah ini bagian akhir. Bisa baca duluan, klik link.

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Kiranya cerita ini layak untuk dibagikan, mohon untuk di bagikan linknya agar semakin banyak yang membaca cerita ini. Berikan juga love atau berikan komentar.

“Typing to give you a horror thread! You give me support!”

Terimakasih.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with horror(t)hread!

horror(t)hread! Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

12 Jan
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 7 Tamat -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa"

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
7.0 - Hai selamat malam, tidak terasa perjumpaan kita sudah sampai Bagian 7 yang artinya cerita berakhir dibagian ini, namun karena ceritanya cukup panjang, akan saya bagi menjadi dua bagian 7.0 dan 7.1 yang akan berlanjut besok, tidak langsung selsai malam ini.
Teruntuk teman-teman yang belum baca bagian sebelumnya bisa ikutin info seperti pic dibawah ini agar mempermudah mencari cerita kali ini dan kumpulan cerita lainya yang sudah saya bagikan. Image
Read 331 tweets
2 Dec 21
DEDEMIT BUAYA PUTIH

Sebuah Kisah Bersembunyi Dalam Terang
- Bagian 1 -

HORROR(T)HREAD
Based on true story

“Alam kita yang paling sempurna, apapun yang kita inginkan pasti bisa terwujud, sekalipun itu nyawa

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta Image
Hai selamat malam, iyah berjumpa lagi di kamis malam yang artinya ada cerita horror yang kembali akan saya coba bagikan sesuai dengan judul diatas. Semoga teman-teman dalam keadaan sehat, amin. Pernah baca sebelumnya tentang Andi? Cerita yang pernah saya bagikan sebelumnya?
Karena cerita kali ini masih berkaitan dengan Bersembunyi Dalam Terang, untuk yang belum baca bisa ikuti informasi di Bawah dan cari judul Bersembunyi Dalam Terang 1 & 2, yang sudah di upload 22 Oktober 2020 dan 7 Januari 2021. Image
Read 240 tweets
18 Nov 21
MELATI

-Bagian 7.0-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

“Kecantikan yang selalu disebut dengan anugerah, bisa saja menjadi sebuah musibah”

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hai selamat malam, kembali lagi saya akan melanjutkan cerita Melati. Sepertinya kalian sudah tidak sabar cerita ini berakhir, tenang semua ada waktunya termasuk berjumpa dalam sebuah cerita, dan akhirnya malam ini bisa berlanjut ke Bagian 7.0!
Bagian 7 ini saya bagi dua bagian, karena ceritanya terlalu panjang dan jika diselsaikan malam ini juga memakan waktu yang cukup lama, semoga teman-teman mengerti, dan berbeda dengan malam biasanya saya membagikan link cerita Bagian sebelumnya.
Read 268 tweets
26 May 21
MELATI
- Sebuah Kisah Cantika Dewi Sukma-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

"kecantikan yang selalu disebut anugrah
bisa saja menjadi sebuah musibah"

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hallo selamat malam, setelah sekian lama tidak membagikan sebuah thread horror akhirnya saya kembali dengan sebuah suguhan cerita baru. Terimakasih kepada kalian yang masih saja terus menanyakan kabar dan kapan cerita akan segera di up, mohon maaf tidak semua DM bisa saya balas.
Rehat dengan waktu yang lama adalah salah satu alasan yang berkaitan dengan proses penulisan cerita ini dan kesibukan di real life yang tidak bisa dihindari, semoga "rindu kita masih sama, tentang bagaimana kita berjumpa dalam sebuah cerita."
Read 186 tweets
7 Jan 21
BERSEMBUNYI DALAM TERANG
- Sebuah Kisah Perjalanan Mistik -

[ BAGIAN 2 ]

Based On True Story!

HORROR(T)HREAD

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror
#horrorstory Image
Hallo selamat malam, kembali lagi saya akan melanjutkan cerita sebuah kisah Perjalanan Mistik Bersembunyi Dalam Terang Bagian 2, cerita Andi sebagai tokoh utama, mengungkapkan dari segala sisi apapun yang dia alami dalam perjalanannya tersebut.
Banyaknya reply dan support di Bagian 1 dan terhenti karna cerita yang sebelumnya selsai yaitu “no. 096” baru bisa sekarang dilanjutkan, dan terimakasih kepada aa juga kakak-kakak yang selalu mampir dalam setiap Horror(t)hread yang saya tulis. Salam hormat.
Read 602 tweets
26 Nov 20
NO. 096
- Sebuah Tragedi Masa Lalu -

[ Based On True Story ]

HORROR(T)HREAD

"Pada kenyataannya, kisah ini selalu menghantui keluargaku"

---------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #bacahorror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hallo! kembali lagi saya akan membawakan sebuah cerita horror(t)hread yang berjudul 096. Sebelumnya, mohon maaf untuk cerita “Bersembunyi Dalam Terang Bagian II” belum bisa saya lanjutkan. Semoga saja setelah cerita ini selsai, bisa dilanjutkan kembali.
Terimakasih, kepada aa-aa dan kakak-kakak yang selalu antusias dan membaca cerita-cerita yang sudah saya tulis dan selalu memberika support kepada saya, salam hormat. Untuk yang ingin membaca cerita lainya, bisa klik tab like di profil, semua kumpulan cerita ada disitu.
Read 502 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(