Pagi itu suasana Malang lumayan cerah, namun tidak secerah hati panji. Dia miris melihat warung bebeknya semakin hari semakin sepi.
Anehnya, warung lalapan di depan warungnya sama sekali sepi pengunjung. Bahkan sampek tengah malampun banyak yang datang untuk makan disana.
Dalam hatinya hanya bisa berkata dalam batin. Kok bisa serame itu ? padahal bumbu bebek miliknya itu sungguh sangat melimpah dan juga sangat enak.
Mengapa, warung yang sekecil itu dan Cuma menjual ayam krispi dengan sambel yang
jauh sekali dari kata enak menurutnya bisa selaris itu. Wajah panji mulai sebal melihat keramaian di warung itu. sudah pukul sebelas siang. Namun, belum juga satu pembeli yang masuk ke dalam warungnya.
Malampun tiba. Dia menutup warungnya dan menyimpan sisa bebeknya ke dalam lemari pendingin.
Hanya bisa mendengus dan berpikir bagaimana cara agar besok warungnya bisa ramai dari pagi sampai habis.
Saat panji memutuskan untuk pulang, terlintas di pikirannya bahwa dia ingin ngopi dahulu di salah satu café tempat orang-orang seusianya nongkrong.
Akhirnya, setelah menyalakan sepeda motornya dia tancap gas ke tempat tersebut.
Disana sudah banyak orang yang duduk dan tertawa sana-sini. Namun, saat itu entah perasaan sendiri masih terus muncul dalam hatinya.
Kemudian salah satu temannya memanggilnya dari kejauhan.
“ji, kene.. ! (ji, kesini)” ucap lintang temannya. Panji seketika menoleh dan kemudian mendekati teman-temannya yang duduk di meja pojok.
Lintang yang melihat wajah panji sudah sangat amat lesu hanya bisa menghiburnya dengan candaan demi candaan kepadanya.
“nopo toh kuwe ki, mbok yo seng seneng sam.. kumpul kancane kok koyok wong mari dipalak utang akeh.
(kenapa sih kamu ini, yang gembira gituloh.. kumpul temannya kok seperti orang habis ditagih hutang banyak)” ucap lintang.
Panji kemudian tertawa namun sebentar, setelah itu dia cemberut lagi dan memasang muka berat dan lesu kepada teman-temannya.
“capek aku rek, masa tiap hari warung sepi terus. Gakbalik modal, karyawan tetep gajian tiap bulan.
Mules perutku. Gak Cuma perut, otakku ini ikut mules juga.” Ucap panji.
Lintang dan kawan-kawannya yang mendengar ucapan panji itu sontak berkata
“kurang jos dukun e !” panji yang mendengar perkataan temannya itu kemudian menyipitkan mata.
Dalam pikirannya, mengapa seorang pegusaha harus percaya dengan dukun ? toh ayah ibunya juga sudah datang ke orang sakti, katanya.
Namun, tidak ada hasil. Warungnya masih saja sepi dan kalah saing dengan warung lalapan ayam di seberang warungnya.
Lintang kemudian menepuk pundak panji dan berkata “kamu itu ji, harus punya pegangan. Mana ada jaman sekarang pengusaha kek gitu bisa sukses dengan gampang. Paling juga pegangannya kuat.” Ucap lintang.
Panji masih penasaran, entah apa yang sebenarnya yang lintang katakana. Karena, selama ini ayah ibunya yang sering datang ke orang pintar dan pulang membawa sebotol air putih untuk disiram di depan warung dia jualan.
“ini Cuma saran ya ji, gimana kalau kamu nyari pegangan.” Ucap lintang. Panji semakin tidak mengerti apa yang sedang lintang bicarakan.
Pegangan apa yang dia maksud. Sholat juga sudah lima waktu. Tapi batin masih dihantam cobaan lewat usaha ini setiap hari.
Hanya beban pikiran yang sungguh luar biasa tidak kuat dia rasakan setiap melihat warungnya sepi. Otak seperti hening diluar, namun ramai sekali didalam.
“pegangan apa yang kamu maksud tang ? yang jelas kalau kamu ngomong..” ucap panji.
Lintang kemudian mendekati panji dan sedikit berbisik “kamu ikutsaja pesugihan, biar warungmu rame.” Ucap lintang.
Panji yang saat itu kaget mendengar perkataan lintang hanya bisa melotot dan memukul pundak temannya.
“ngawur kamu tang, mbok pikir aku bocah opo ? kok digobloki arek model awakmu ?” ucap panji. Lintang hanya tersenyum dan kemudian menatap serius wajah panji. “aku serius bro, aku wes apal karo modelan usaha dodolan ngunu iku. Westah, pengalaman soko ebes aku.
(aku serius bro, aku sudah hafal dengan gaya usaha jualan kayak begitu. Sudahlah. Pengalaman dari bapakku).” Ucap lintang. Panji yang saat itu ragu akan ucapan lintang hanya bisa terdiam. Baginya, ucapan itu hanya menambah beban pikirannya.
Panji pulang ke rumah. Dia menjatuhkan tubuhnya ke Kasur. Nampak tangannya memegang dahi yang sudah panas dengan pikiran yang sudah amat banyak dikepalanya. Belum lagi, uang yang dia pegang cukup untuk membayar cicilan bank bulan depan.
Bagaimanapun, dia harus memutar pikiran agar usaha warung bebeknya bisa laris dan memikat hati pembeli besok. Namun, kenyataan hari ini lain dengan rencananya, tak ada satupun yang membeli bebek goreng di warungnya.
Akhirnya, karena ucapan lintang tadi merasa cukup membuat perhatian panji bangkit. Panji segera membuka laptop dan melihat tentang pesugihan pada warung makan lainnya. Hingga dia langsung membuka pesin pencarian dan membaca
satu per satu informasi yang menjelaskan tentang cara kerja pesugihan ini. Memang semua informasi yang dia baca saat itu masih ada kaitannya tentang ritual pesugihan dengan pemilik usaha warung, meskipun itu tidak pada semua warung yang memakainya.
Setelah itu dia menutup laptopnya dan kemudian keluar kamar. Kemudian dia mendekati sang bapak dan ibu yang sedang duduk nyaman didepan tv bersama kedua adiknya.
Panji dengan pelan ingin mengajak sang bapak ngobrol. “pak, panji mau tanya sesuatu ke bapak ?” ucap panji.
Bapaknya kemudian menoleh ke arah panji dan tersenyum. “ada apa le ? cerita ke bapak..” ucap bapaknya. “pak, orang yang melihara pesugihan di warung itu ada tah ?” tanya panji. Kemudian sang ayah melihat panji dengan tatapan yang curiga.
“apa pak ? panji Cuma tanya. Soalnya warung depan panji jualan itu rame terus. Padahal juga makanannya kalah jauh sama punya panji loh pak. Heran panji.” Ucap panji. Bapaknya yang mendengar perkataan anaknya itu langsung menoleh dan mengatur posisi ke arah panji.
“itu sudah rejeki mereka. Kalau warungmu tidak serame mereka ya sudah, berarti rejekimu cukup hanya sekian.” Jelas sang bapak.
Merasa sang bapak hanya akan menyeramahinya saja dan sang ibu tidak akan merespon dengan baik juga. Akhirnya dia memilih untuk masuk lagi ke dalam kamar dan tidur.
Keesokan harinya, panji langsung bergegas menuju warungnya. Berharap ada keajaiban dan juga banyak pembeli. Berangkatlah panji dengan seneng hati.
Sesampainya di warung. Panji melihat pemilik warung sebelah yang hendak menyeberang dan kembali ke warungnya. Panji yang saat itu biasa saja, menjadi curiga. Lantara saat itu lelaki pemilik warung lalapan tersebut membawa cangkul dan banyak sekali tanah yang menempel pada bajunya
. Hingga pikiran aneh muncul. Karena tidak ada lahan kosong di belakang maupun samping kanan kiri warungnya selain tanah sedikit yang bearada didepan tokonya. Panji segera memarkirkan sepeda dan melihat apa yang terjadi.
Pandangan lelaki pemilik warung lalapan ayam tersebut sangat sinis kepadanya. Bahkan panji melihatinya sampai masuk warung. Panji melihat sekitar dan menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak ada bekas galian tanah disekitar situ.
Entah, apa hanya pikirannya yang sangat jelek sehingga membuat pikiran tidak nyaman muncul dalam otaknya.
Karena dirasa aman, maka panji segera membuka warung makan bebek miliknya. Kemudian hal yang aneh terjadi kembali, tidak terlihat satupun yang membeli ataupun pelanggan yang menghampiri warung makan miliknya.
Masih seperti kemarin, sepi sampai malam. Karena kesal dan merasa ada yang aneh. Panji kemudian mengambil handphone dan menghubungi sebuah nomer yang mana itu adalah nomer lintang.
“wes jebol utekku tang, piye wes carane cek warungku rame. Tak lakoni wes. (sudah meledak otakku tang, bagaimana ini caranya biar warungku ramai. Aku bakal lakuin apapun.)” ucap panji kesal.
Lintang yang melihat temannya sudah putus asa dan tidak kuat untuk berpikir kembali hanya bisa menepuk pundak temannya.
“piye saranku sing wingi ji ? (bagaimana saranku kemarin ji)” ucap lintang
Panji dengan wajah yang serius dan tanpa basa-basi mengangguk kepada lintang yang mana sarannya disetujui oleh panji.
Keesokan harinya, lintang dan panji sudah menjadwalkan janji untuk berkunjung kesalah satu tempat di Daerah Gunung Kawi.
Tempat dimana panji akan melkasankan sebuah pesugihan untuk kesuksesan warungnya. Setelah mereka bertemu, akhirnya mereka berdua berangkat ke tempat yang di beri tahu oleh lintang. Dalam perjalanan, panji merasa ada sesuatu yang ragu ia lakukan.
Entah, itu perbuatannya sudah benar-benar akan dia lakukan atau tidak. Keraguan besar selalu muncul sepanjang perjalanann. Namun, karena tekat dia dan juga pikiran yang sudah amburadul saat ini. Akhirnya, dia memantapkan hati untuk melakukan ritual pesugihan tersebut.
Sesampainya di tempat yang sangat amat sunyi sekali dan terlihat ada sebuah bangunan yang berbau kerajaan. Muncullah seorang pria yaitu mbak priyo yang menghapiri mereka dan mendekatkan langkah kakinya kearah mereka memarkirkan motor.
Lintang segera menghampiri mbah priyo, disusul oleh panji yang kemudian mencium tangan mbah priyo.
“ini toh, yang kamu ceritakan tempo hari le ?” tanya mbah priyo.
Lintang dengan tersenyum melihat mbah priyo dan mengangguk.
Hingga akhirnya mereka berdua disuruh masuk oleh mbah priyo kedalam.
“apa yang kamu inginkan le ?” tanya mbah priyo. Panji yang saat itu kemudian gugup. Seperti ada rasa takut yang mendalam dalam hatinya yang berteriak “jangan”
namun dia tidak bisa melakukan apapun karena keadaan. “begini mbah, mungkin lintang sudah bercerita sedikit tentang masalah saya. Warung saya itu sepi pembeli. Hampir satu bulan begini mbah. Jadi saya sudah hilang akal mau melakukan apa lagi.
jadi, lintang menyarankan untuk datang kesini.” Jelas panji.
Lintang saat itu tidak banyak berkata dan lebih memilih menunduk. Mbah priyo yang paham akan tujuan panji kemudian menjelaskan sesuatu yang harus dia lakukan agar usaha miliknya bisa ramai
dan juga bisa bersaing dengan warung-warung makan lainnya. Mbah priyo menjelaskan bahwa panji harus menginap disini selama lima hari. Kemudian pada acara inti, dia harus melakukan tapabrata.
Dimana panji haru menyepi dan bertapa disalah satu tempat disana Selama satu hari satu malam. Dirasa persyaratannya tidak begitu berat, akhirnya panji menyanggupi hal tersebut.
Satu persatu rangkaian acara tersebut dilakukannya. Hingga sampai pada waktu dimana panji harus melakukan tapabrata.
Panji dibawa ke tempat yang jauh dari kediaman mbah priyo. Disana, panji harus bertelanjang dada.
Selama bertapa, panji dilarang untuk membuka mata mulai awal bertapa sampai batas waktu yang ditentukan.
Namun, hal itu tetap disanggupi oleh panji. Sampailah mbah priyo membawa panji ke tempat untuk menyepi. “ingat kata mbah ya, jangan sekali membuka mata sampai besok pagi. Kamu sekarang duduk disana.” Ucap mabh priyo.
Panji mendengarkan perkataan mbah priyo dan kemudian duduk disalah satu batu yang memang terlihat seperti batu untuk bertapa dari jaman dahulu. Panji akhirnya duduk dan mulai bertapa. Mbah priyo kemudian meninggalkan priyo seorang diri disana.
Sebelum memejamkan mata, tiba-tiba terdapat sebuah daun dan buah jatuh secara bersamaan dan menghantam kakinya. Panji hanya mengambil dan menyisihkan daun dan buah itu kemudian mulai memejamkan mata.
Malampun datang dan panji mulai merasa kedinginan. Terdengar suara langkah kaki yang mendekati dirinya. Karena larangan membuka mata, akhirnya panji hanya mendengarkan apa yang terjadi disekitarnya saat itu. langkah kaki itu kemudian terdengar berhenti didepan panji bersila.
Kemudian, sesuatu yang mengerikan terjadi. Terasa sangat menjijikan menurut panji, lantaran ada sesuatu yang mendekat dan berlendir menyentuh hidung panji saat itu. seperti sebuah lidah yang sangat panjang dan baunya sangat anyir sekali.
Dalam hatinya hanya ingin sekali malam ini berlalu tanpa dirinya diganggu oleh sesuatu disini. Setelah sesuatu yang tak tahu perish bergerak disekitar hidungnya itu, tiba-tiba suara langkah itu berjalan pergi dan menjauhi panji.
Rasa lega dalam hatinya muncul. Akhirnya, sesuatu itu pergi. Tetapi tidak lama lagi, terdengar suara desis yang sangat panjang sekali sedang berkeliling pada tempatnya bertapa. Perasaan aneh mulai menyelimuti hatinya kembali.
Kali ini, rasa takut itu beda dengan yang tadi. Kali sungguh panji meluai gemetar dan ketakutan yang sangat besar.
Namun, panji hanya bisa terdiam dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan tapabrata tersebut. Hingga panji sukses melakukannya.
Mbah priyo yang sudah berdiri didepannya kemudian berkata “sudah buka matamu, kamu sudah berhasil. Sekarang waktunya pulang.” Ucap mbah priyo.
Akhirnya, setelah selesai melakukan hal tersebut. Panji dan lintang pulang. Panji melihat sebuah benda yang di beli oleh mbah priyo.
Sesuatu yang dibungkus oleh daun dewandaru. Daun itu sama persis dengan daun yang jatuh menimpanya yang hendak melakukan tapabrata kemarin
Setibanya dirumah, bapak dan ibu panji melihat anaknya sedikit aneh. Cenderung diam dan tidak mengucap salam saat masuk kedalam rumah.
Panji yang baru masuk kedalam kamar langsung bergegas pergi kembali. Tanpa perkataan apa-apa. Dia berjalan begitu saja melewati bapak ibunya.
Ternyata panji, pergi ke warungnya dan memulai membuka warung dengan suasana yang berbeda.
Benda yang diberi mbah priyo diletakkannya ditempat yang disarankan oleh mbah priyo.
Memang keadan yang awalnya mustahil menjadi nyata didepan matanya.
Seketika warung yang awalnya sepi menjadi ramai. Hal itu terjadi selama berbulan-bulan dan setiap hari.
Sampai panji kwalahan melayani pembeli yang datang silih berganti.
Hingga suatu ketika, terdapat satu keluarga yang hendak makan di warungnya.
Keluarga tersebut memiliki anak kecil yang masih berusian 4 tahun. Dengan semangat panji melayani mereka. Namun, wajah sang anak tersebut seketika berubah dan menjerit ketakutan. “papaaa…. Kakak itu wajahnya nakutin.” Ucap anak kecil tersebut.
Kemudian merasa aneh dan juga tidak nyaman. Sang pembeli kemudian membatalkan niat untuk makan disana. Saat itulah, ada perasaan aneh yang menyelimuti hati panji.
Keesokan harinya, tidak seperti biasanya. Pembeli agak senggang. Bahkan langganan yang datang setiap hari tidak nampak batang hidungnya sama sekali.
Hingga terdengar rumor bahwa warung panji melakukan pesugihan genderuwo dan lain sebagainya.
Hal itu membuat hati panji kesal dan juga tidak terima dikatakan seperti itu. ketika terdapat pembeli yang dari jauhan terlihat berbisik-bisik, panji langsung mendatanginya dan memarahi mereka. Hingga akhirnya mereka takut dan kemudian pergi.
Entah mengapa, rasa marah setiap hari semakin besar muncul dalam pikirannya. Sang bapak dan ibu dirumah juga khawatir dengan keadaan panji yang saat itu berubah menjadi anak yang pemarah dan sering sekali mabuk-mabukan.
Hingga suatau ketika, sang bapak berniat datang ke warung panji dan berniat untuk melihat keadaan warung sang anak yang sudah ramai dan alhamdulillah tidak pernah sepi.
Namun sang bapak pergi ke dapur dan menemukan sebuah benda yang menurutnya aneh dan membuat khawatir. Akhirnya dengan sigap dan cepat, sang bapak membuang benda itu yang tak lain adalah pemberian dari mbah priyo dulu.
Sejak saat itu, warung panji menjadi sepi kembali. Pembeli datang hanya satu sampai tiga orang yang datang kesana.
Dirasa ada yang aneh, kemudian panji melihat pemeberian dari mbah priyo yang dia taruh disalah satu sudut warungnya.
Bukan main marahnya, panji melihat benda itu tidak ada dan amarah yang besar muncul dan membuatnya menjadi tak terkendali. Pegawai yang melihat seperti orang kesetanan tersebut langsung menghubungi orang tuanya.
Kondisi panji saat itu sudah tidak terkendali dan dia seperti manusia yang kerasukan jin. Lidahnya keluar seperti gaya lidah ular. Matanya yang tenang menjadi merah dan penuh sekali dengan kemarahan.
Akhirnya, sang bapak datang dengan membawa seorang ustad untuk menolong sang anak yang sudah tak terkontrol tersebut.
Rupanya, sesosok jin ular yang sedang merasuki tubuhnya saat ini. Jin tersebut tidak mau keluar sebelum ada tumbal yang dipakai sebagai jaminan untuk
panji kembali ke keadaan semula. Namun, ustad dan semuanya berusaha untuk tidak mengikuti kemauan jin ular tersebut. Dengan sekuat tenaga, mereka semua menolong panji agar kembali sadar dan kemudian berhasil.
Setelah sadar, hal diluar logika terjadi. Panji yang saat itu tersadar menjadi tidak bisa bicara. Hingga satu hal yang mungkin akan dia sesali seumur hidupnya. Dia menjadi bisu dan tidak bisa bicara. Hal itu dia tanggung seumur hidupnya.
Warung makan bebek yang sudah dia bangun dengan kringatnya selama ini terpaksa ditutup. Selain tidak bisa berbicara, kaki dan juga tubuhnya mengalami kelumpuhan dan tidak bisa bergerak sama sekali alias kaku.
Hingga, panji menyesali perbiatannya dan menerima hukuman yang sudah terjadi kepada dirinya.
selamat membaca
selesai.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Cerita ini akan membawa kalian kembali ke tahun 2005, dimana ada pengalaman menyeramkan yang dialami oleh satu kelompok yang saat melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yaitu KKN (Kuliah Kerja Nyata) diganggu oleh pocong.
Mungkin, bayangan kalian mereka diganggu oleh satu pocong yang selalu berdiri dipojokan ruangan, dipinggir jalan dan menampakkan diri dari kejauhan bahkan bisa juga mereka menampakkan sebagian tubuh mereka dijendela.
Ini karena aku ada waktu luang jadi mau nulis cerita horor yang pernah terjadi di terowongan gumitir jember.
Kalian pernah kesana ?
Gumitir sekarang udah move banget suasananya. Tapi, tahun lalu ada salah satu wisatawan yang diganggu makhluk yang menghuni trowongan itu
Awal mula ceritanya :
Beni dan keluarganya hendak berlibur ke banyuwangi. Karena rumahnya ada di jember jadi dia lewat jalur gumitir ke Banyuwangi.
Singkat cerita, si bapaknya beni itu pengen berhenti sejenak dan pengan ke rest area di cafe gumitir juga pengen banget jalan²