Profile picture
Brii.. @BriiStory
, 75 tweets, 9 min read Read on Twitter
Malam ini kita lanjut cerita brii waktu kecil..
Kali ini dia jalan-jalan ke daerah Bengkulu bareng om Deni..

Agak sensitif ceritanya, semoga semua dapat bijak mengambil hikmahnya..☺️

Yuk

#memetwit
#briikecil
@InfoMemeTwit
Gw lupa kapan pastinya peristiwa ini terjadi, yang gw ingat waktu itu masih SMP.
Kami sekeluarga datang mengunjungi rumah om Deni di Lampung.
Kunjungan yang hanya bersifat rutinitas silaturahmi biasa, gak ada maksud lainnya.
Salah satu kegiatan yang gw sukai sejak kecil, mengunjungi sanak saudara di Lampung, yang mana sebagian besar anggota keluarga besar Ibu dan Bapak memang tinggal kota itu, termasuk om Deni.
Kebetulan, sebagian besar adik-adik Ibu, tempat tinggalnya dalam satu lingkungan perumahan, jadi gak perlu repot pergi kesana kemari untuk mengunjungi satu persatu.
Dan tentu saja, gw paling senang berlama-lama di rumah om Deni, menghabiskan waktu dengan berbincang dengan om gw yang “unik” ini.

Bahan obrolan seperti gak ada habisnya, apalagi kalau sudah membahas topik tentang dunia mistis.
Singkat cerita, ketika kami baru saja sampai, tiba-tiba om Deni bilang kalau dia akan pergi ke luar kota malam harinya, dan mengajak gw ikut serta.

“Emang mau kemana sih om?” tanya gw sedikit penasaran.
“Om dan satu kawan ada kegiatan yang gak bisa ditunda Brii, pelaksanaannya harus besok malam. Kalo bisa, kamu ikut juga” Jawab om Deni dengan mimik serius.
“Emang ada acara apa om?” tanya gw tambah penasaran.

“Om dan kawan om akan melakukan ritual pengangkatan benda pusaka, di salah satu daerah di Bengkulu."

**
Pengangkatan benda pusaka?

Apa itu?
Gw pernah dengar dan membaca tentang hal ini sebelumnya, apalagi gw lahir dan besar di Banten.

Banyak orang-orang yang datang ke tempat tertentu, yang biasanya dianggap sakral atau angker, berniat untuk mencari benda-benda “Pusaka” yang mungkin ada di tempat itu.
Pengangkatan benda-benda pusaka biasanya dilakukan dengan melakukan ritual-ritual tertentu, yang gw sendiri gak tau detailnya seperti apa, sampai sekarang.
Intinya, kegiatan pengangkatan benda-benda pusaka itu memang ada.

Benda yang dianggap sebagai barang keramat peninggalan kerajaan jaman dahulu kala,

katanya begitu.
Tapi, sebelum om Deni mengajak untuk ikut serta waktu itu, gw belum pernah melihat secara langsung prosesnya, apalagi melihat hasilnya, sama sekali belum pernah.

Dan atas seijin Ibu dan Bapak, pada akhirnya gw memutuskan untuk ikut om Deni ke Bengkulu.

Penasaran..

**
Singkatnya, selepas Isya, kami sudah siap untuk pergi, hanya tinggal menunggu kawan om Deni yang bernama Rahman, gw memanggilnya om Rahman.

Sebelum jam delapan malam, om Rahman datang.

Menggunakan mobil om Deni kami berangkat..

**
Dalam perjalanan malam itu, om Deni bilang kalau lokasi yang kami tuju bukan tepat di tengah-tengah kota Bengkulunya, tetapi di salah satu perkebunan kelapa sawit yang letaknya beberapa jam sebelum Kota Bengkulu.
Kebetulan di tempat yang kami tuju itu ada kawan om Deni yang tinggal di dekat situ, dia yang sudah mempersiapkan semuanya di sana.
Dalam menentukan waktu dan tempat untuk melaksanakan pengangkatan itu sebelumnya, sudah memakan waktu yang cukup panjang dalam prosesnya.

Menurut om Deni, prosesnya cukup rumit, tapi gw gak terlalu tertarik juga untuk mengetahuinya,
Karena sampai detik itu gw masih skeptis untuk urusan “pengangkatan benda pusaka”, hanya sedikit penasaran aja,

Gw ikut, hitung-hitung bisa mengisi waktu liburan dengan jalan-jalan ke Bengkulu.
Dan kata om Deni lagi, “Ritual ini harus berhasil Brii, kalau sampai gagal, kita gak akan bisa melakukannya lagi di tempat itu. Gak akan bisa lagi.”

Jadi, Cuma satu kali kesempatan..

Penasaran, akhirnya gw keluarkan satu pertanyaan yang sangat ingin gw tanyakan dari awal,
“Memangnya, benda yang mau diangkat apa sih Om?”

“Om juga gak tau bendanya apa, tapi sepertinya benda yang sangat berharga..” jawab om Deni kurang yakin.

**
Setelah berkendara nyaris 15 jam, akhirnya kami sampai di tujuan, yaitu rumah kawan om Deni yang gw ceritakan di awal tadi.

Om Dirman namanya, dia menyambut kami dengan ramahnya.
Rumah yang gak terlalu besar, dengan bentuk yang sederhana. Khas rumah di pedesaan dengan halaman luas tanpa pagar, kanan kirinya pepohonan rindang yang di bawahnya semak belukar.

Gak ada tetangga, rumah terdekat jaraknya sekitar 100 meter.
Kami langsung masuk ke dalam rumah dan beristirahat.

Setelah makan dan berbincang singkat, om Dirman mempersilahkan gw untuk tidur di salah satu kamar.
Dalam perjalanan sebelumnya, kami memang sangat kekurangan tidur.

**
Singkat cerita lagi, pada malam harinya, sekitar jam delapan malam, kami sudah siap berangkat.

Menurut om Dirman, lokasi yang kami tuju letaknya ada di dalam perkebunan kelapa sawit. Untuk mencapainya kami harus menembus hutan belantara yang medannya cukup berat.
Lokasi yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki, gak bisa menggunakan motor apalagi mobil. Perjalanan akan memakan waktu sekitar tiga jam.

Sebelum jam 12 tengah malam kami harus sudah sampai di tujuan.

**
Menyusuri jalan setapak di gelapnya malam itu, pandangan hanya dibantu oleh lampu senter.

Langit gelap tanpa bintang, udaranya gak terlalu dingin, tanpa angin yang bergerak.

Kanan kiri hanya pepohonan lebat yang tetlihat, sama sekali gak ada rumah penduduk, apalagi pemukiman.
Jalan tanah yang kadang terjal dan menanjak menjadi jalur yang harus dilewati.

Benar-benar situasi yang membutuhkan nyali tingkat tinggi.
Terkadang, kami berbincang satu sama lain, tapi gw lebih banyak menjadi pendengar yang baik.

Cukup sulit untuk fokus berbincang di tengah suasana seperti itu, suasana yang kadang membuat bulu kuduk berdiri tiba-tiba, tanpa sebab.
Tapi lebih sering kami hanya diam dan fokus berjalan menyusuri belantara, hanya terdengar suara gesekan langkah kaki dengan tanah, diiringi dengan suara binatang malam yang hidup di dalam hutan.

Menyeramkan suasananya..
Sesekali om Deni mengucapkan “Asalamualaikum..” pada tempat-tempat tertentu yang kami lewati,

Dan setelahnya, biasanya gw langsung berjalan mendekat ke om Deni, takut..
Selama perjalanan, gw melihat beberapa pemandangan, atau mendengar suara-suara yang bisa membuat jantung berdetak cukup cepat, karena keberadaan om Denilah yang membuat gw gak lari ketakutan atau jatuh pingsan.
Om Deni dan kedua rekannya terlihat sudah terbiasa melakukan perjalanan seperti ini, mereka terlihat cukup tenang sepanjang perjalanan.

Walaupun beberapa kali kami menghadapi keadaan yang menyeramkan.
Contohnya, ketika kami melewati tempat yang cukup menyeramkan, tetap dengan gelap gulitanya, pohon rindang di kanan kiri, dengan semak belukar terlihat dibawahnya,

kami melewati sumur tua.
Iya, sumur tua.

Terlihat bongkahan susunan batu yang berbentuk melingkar, dengan kayu lusuh di kanan kirinya.

Bulu kuduk gw langsung berdiri, gw ketakutan, langsung mendekat ke tubuh om Deni dan menggenggam tangannya dengan erat, ketika kami mendengar suara tertawa.
Suara tertawa cekikikan, terdengar seperti suara perempuan, bersumber dari balik semak belukar yang ada di belakang sumur tua.

Suara itu tetap mengiringi langkah kami ketika berjalan mengitarinya.
“Asalamualaikum..” suara om Deni memecah kesunyian..

Dalam keheningan, kami tetap lanjut melangkah..

**
Peristiwa berikutnya lebih menyeramkan lagi,

Setelah hampir tiga jam menempuh perjalanan, kami mulai memasuki barisan pohon kelapa sawit yang berbaris teratur.

“Sebentar lagi kita sampai..” begitu om Dirman bilang.
Sedikit lega gw mendengarnya, karena kaki sudah terasa sangat lelah untuk berjalan.

Tapi beberapa saat kemudian, om Dirman yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya, kami di belakang ikut berhenti.

Ada apa gerangan?
Penasaran, gw coba melihat ke arah depan, coba menembus gelapnya malam dengan pandangan yang sangat fokus.

Dan gw melihat sesuatu..
Sekitar 10 meter di depan, terlihat ada tiga orang yang sedang berdiri berjajar menghadap ke arah kami.
Ketiga sosok berbentuk laki-laki itu mengenakan pakaian yang aneh, gw melihatnya, mereka mengenakan pakaian prajurit kerajaan jaman dahulu kala, dengan topi berbentuk mahkota kecil, lengkap dengan tongkat di tangan kanan dan perisai di tangan kirinya.
Mereka hanya berdiri diam di kegelapan..

Om dirman memberi isyarat agar kami berjalan menghindar, dengan memutari tempat dimana mereka berdiri.

Gw ketakutan, lagi-lagi gw mendekat ke tubuh om deni dan menggenggam tangannya erat-erat.
“Assalamualaikum..” sekali lagi om Deni mengucap salam.

Sosok “Prajurit-prajurit kerajaan” itu hanya diam berdiri ketika kami melewatinya, tanpa ada gerakan maupun suara.
Beberapa meter setelahnya, ketika “mereka” sudah terlewati, gw memberanikan diri menoleh ke arah belakang.

Mereka sudah gak ada di tempatnya, hanya gelap gulita yang terlihat.

**
Gw gak bisa menceritakan semua kejadian yang terjadi dalam perjalanan itu, karena beberapa ada yang gak masuk akal.

Tapi nanti kalau sudah ada nyali, kapan-kapan gw akan ceritakan.

***
Kira-kira beberapa puluh menit berselang, om Dirman kembali menghentikan langkahnya.

“Ini tempatnya Den..” begitu katanya, sambil menatap om Deni.

Akhirnya kami sampai di tujuan..
Berhenti di lahan kosong yang cukup luas, masih di tengah-tengah pepohonan kelapa sawit.

Tempat itu beralaskan rumput kering. Debu-debu sedikit terangkat akibat gerakan langkah kaki kami yang menginjaknya.
Suasana sangat gelap, hanya lampu senter di tangan yang membantu menerangi sebagian.

“Mulai sekarang Den?” Tanya om Rahman kepada om Deni.

Om Deni mengiyakan.
“Kamu berdiri di sana ya Brii, jangan takut, InsyaAllah aman..” kata om Deni sambil menunjuk ke arah tempat kosong di bawah salah satu pohon.

Gw turuti omongan om Deni, dan berjalan menjauh dari tempat mereka bertiga berdiri, sekitar lima meter di belakang om Deni.
Gw lihat, mereka berdiri membentuk segitiga, jarak masing-masing sekitar lima meter.

Semua lampu senter gw yang pegang, dan gw sorot sinarnya ke arah mereka berdiri.
Dalam posisinya masing-masing yang membentuk segitiga, kedua tangan berposisi seperti orang yang sedang berdoa, menengadah ke atas di depan dada, sambil berdiri.
Gw lihat, semuanya seperti membaca doa.

Cukup lama mereka seperti itu, dan gak terjadi apa-apa.

Suasana tetap hening, tapi cukup mencekam.
Sesekali om Deni menghentikan prosesinya, dan menghela keringat yang menetes.

Mereka sudah terlihat cukup lelah berdiri setelah sekitar 30 menit berlalu, dan gak terjadi apa-apa.
Beberapa menit kemudian, prosesi dimulai kembali.
Dan tiba-tiba..

Tanah yang kami pijak seperti bergetar, bergerak gak beraturan dengan perlahan.

Panik, gw mendekat ke arah pohon untuk berpegangan, gw takut..
Getaran tanah semakin kuat, om Deni dan kedua kawannya terlihat semakin lantang membaca doa.

Kemudian, tangan mereka diturunkan menjadi di sebatas pinggang, berposisi seperti hendak mengangkat sesuatu.
Tiba-tiba tanah yang berada di tengah-tengah, getarannya semakin kuat. Debu mulai berterbangan..

Gw hanya diam membisu, memperhatikan keadaan setiap detiknya..
Seketika muncul sesuatu dari dalam tanah, tanah yang ada di tengah-tengah.

Sesuatu itu timbul perlahan ke permukaan, gw tetap menyorot lampu senter ke lokasi itu.
Kemudian muncul perlahan benda yang terlihat seperti batu bata, tersusun bertumpuk, membentuk empat persegi panjang.

Lama kelamaan timbul semakin tinggi dari permukaan tanah..
Gw melihat, mereka bertiga seperti berusaha untuk terus mengangkat tumpukan benda itu, tanpa menyentuhnya.

Berusaha dengan sekuat tenaga.

Terlihat amat sangat berat “beban” yang harus diangkat.
Bentuk benda yang muncul dari dalam tanah semakin jelas, semakin terlihat kalau ternyata terlihat bukan tumpukan batu bata.
Gw tercengang, setelah melihat kalau ternyata benda itu adalah emas batangan.

Tumpukan emas yang membentuk empat persegi panjang. Dengan jumlah batangan yang sangat banyak, puluhan..
Mereka bertiga terlihat semakin kepayahan menahan “beban”, menahan supaya batangan emas itu gak kembali masuk ke dalam tanah.
Om Rahman yang terlihat paling kepayahan, posisi berdirinya sudah semakin rendah, nyaris jongkok.

Keringat membasahi seluruh badannya, mengeluarkan suara yang terdengar seperti kesakitan.
Sudah sangat kepayahan, tiba-tiba badan om Rahman rubuh jatuh ke tanah, “Bruukk..!”. Dia gak bangkit lagi, terlihat mengerang kesakitan.

Badan gw gemetar ketakutan melihat semua itu, keringat dingin membasahi badan..😞

***
Hanya tinggal om Deni dan om Rahman yang tetap berada dalam posisinya masing-masing, untuk berusaha “mengangkat” tumpukan emas itu dari dalam tanah.
Tumpukan emas terlihat sudah mencapai setengah meter dari permukaan tanah, om Deni dan om rahman tetap berusaha mati-matian menahannya.
Gw sedikit cemas ketika om Deni sudah mulai kepayahan, sudah terlihat sangat lelah, seluruh tubuhnya gemetar menahan beban yang sangat berat.

Gw melirik ke arah om Rahman, ternyata sama, dia juga sudah sangat lelah dengan posisi yang nyaris terduduk.
Tiba-tiba..

Hampir berbarengan, om Deni dan om Rahman jatuh terjerambab ke belakang,

Kemudian terdengar suara sangat keras, “Buumm..!!”, tumpukan emas itu jatuh kembali ke dalam tanah, dan gak terlihat lagi.
Gw langsung berlari menghampiri om deni yang terlihat sangat lelah sambil berbaring.

“Om.., gak apa-apa om?”

“Gak apa-apa Brii..” om Deni memaksakan tersenyum melihat gw yang panik.

**
Setelah sudah cukup tenang, dan mereka bertiga sudah dapat berdiri lagi, kami berjalan ke tempat yang tadi muncul tumpukan emas itu.

Ketika sedang memperhatikan tempat itu, tiba-tiba kami melihat ada satu benda, benda yang mirip batu bata kecil, teronggok di atas tanah.
Om deni mengambilnya, kemudian memperhatikan benda itu.

Benda berwarna kuning kusam, berbentuk empat persegi panjang, ada aksara (yang gw gak mengerti artinya) di salah satu sisinya.
Benda itu sebuah emas batangan, emas yang tertinggal di permukaan tanah, ketika “teman-teman”nya yang lain kembali masuk ke dalam bumi.

Setelah itu, kami kembali pulang.

**
Sampai detik ini, om Deni gak pernah menjual emas batangan itu, dia menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Walaupun banyak orang yang menawarnya dengan harga tinggi..

**
Sekian #memetwit malam ini, semoga ada hikmahnya.

Ambil positifnya, buang yang negatif.
Sampai jumpa di cerita-cerita lainnya..

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam
~Bri~
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Brii..
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member and get exclusive features!

Premium member ($30.00/year)

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!