Kali ini dia jalan-jalan ke daerah Bengkulu bareng om Deni..
Agak sensitif ceritanya, semoga semua dapat bijak mengambil hikmahnya..☺️
Yuk
#memetwit
#briikecil
@InfoMemeTwit
Kami sekeluarga datang mengunjungi rumah om Deni di Lampung.
Kunjungan yang hanya bersifat rutinitas silaturahmi biasa, gak ada maksud lainnya.
Bahan obrolan seperti gak ada habisnya, apalagi kalau sudah membahas topik tentang dunia mistis.
“Emang mau kemana sih om?” tanya gw sedikit penasaran.
“Om dan kawan om akan melakukan ritual pengangkatan benda pusaka, di salah satu daerah di Bengkulu."
**
Apa itu?
Banyak orang-orang yang datang ke tempat tertentu, yang biasanya dianggap sakral atau angker, berniat untuk mencari benda-benda “Pusaka” yang mungkin ada di tempat itu.
Benda yang dianggap sebagai barang keramat peninggalan kerajaan jaman dahulu kala,
katanya begitu.
Dan atas seijin Ibu dan Bapak, pada akhirnya gw memutuskan untuk ikut om Deni ke Bengkulu.
Penasaran..
**
Sebelum jam delapan malam, om Rahman datang.
Menggunakan mobil om Deni kami berangkat..
**
Menurut om Deni, prosesnya cukup rumit, tapi gw gak terlalu tertarik juga untuk mengetahuinya,
Gw ikut, hitung-hitung bisa mengisi waktu liburan dengan jalan-jalan ke Bengkulu.
Jadi, Cuma satu kali kesempatan..
Penasaran, akhirnya gw keluarkan satu pertanyaan yang sangat ingin gw tanyakan dari awal,
“Om juga gak tau bendanya apa, tapi sepertinya benda yang sangat berharga..” jawab om Deni kurang yakin.
**
Om Dirman namanya, dia menyambut kami dengan ramahnya.
Gak ada tetangga, rumah terdekat jaraknya sekitar 100 meter.
Setelah makan dan berbincang singkat, om Dirman mempersilahkan gw untuk tidur di salah satu kamar.
Dalam perjalanan sebelumnya, kami memang sangat kekurangan tidur.
**
Menurut om Dirman, lokasi yang kami tuju letaknya ada di dalam perkebunan kelapa sawit. Untuk mencapainya kami harus menembus hutan belantara yang medannya cukup berat.
Sebelum jam 12 tengah malam kami harus sudah sampai di tujuan.
**
Langit gelap tanpa bintang, udaranya gak terlalu dingin, tanpa angin yang bergerak.
Kanan kiri hanya pepohonan lebat yang tetlihat, sama sekali gak ada rumah penduduk, apalagi pemukiman.
Benar-benar situasi yang membutuhkan nyali tingkat tinggi.
Cukup sulit untuk fokus berbincang di tengah suasana seperti itu, suasana yang kadang membuat bulu kuduk berdiri tiba-tiba, tanpa sebab.
Menyeramkan suasananya..
Dan setelahnya, biasanya gw langsung berjalan mendekat ke om Deni, takut..
Walaupun beberapa kali kami menghadapi keadaan yang menyeramkan.
kami melewati sumur tua.
Terlihat bongkahan susunan batu yang berbentuk melingkar, dengan kayu lusuh di kanan kirinya.
Bulu kuduk gw langsung berdiri, gw ketakutan, langsung mendekat ke tubuh om Deni dan menggenggam tangannya dengan erat, ketika kami mendengar suara tertawa.
Suara itu tetap mengiringi langkah kami ketika berjalan mengitarinya.
Dalam keheningan, kami tetap lanjut melangkah..
**
Setelah hampir tiga jam menempuh perjalanan, kami mulai memasuki barisan pohon kelapa sawit yang berbaris teratur.
“Sebentar lagi kita sampai..” begitu om Dirman bilang.
Tapi beberapa saat kemudian, om Dirman yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya, kami di belakang ikut berhenti.
Ada apa gerangan?
Dan gw melihat sesuatu..
Om dirman memberi isyarat agar kami berjalan menghindar, dengan memutari tempat dimana mereka berdiri.
Gw ketakutan, lagi-lagi gw mendekat ke tubuh om deni dan menggenggam tangannya erat-erat.
Sosok “Prajurit-prajurit kerajaan” itu hanya diam berdiri ketika kami melewatinya, tanpa ada gerakan maupun suara.
Mereka sudah gak ada di tempatnya, hanya gelap gulita yang terlihat.
**
Tapi nanti kalau sudah ada nyali, kapan-kapan gw akan ceritakan.
***
“Ini tempatnya Den..” begitu katanya, sambil menatap om Deni.
Akhirnya kami sampai di tujuan..
Tempat itu beralaskan rumput kering. Debu-debu sedikit terangkat akibat gerakan langkah kaki kami yang menginjaknya.
“Mulai sekarang Den?” Tanya om Rahman kepada om Deni.
Om Deni mengiyakan.
Gw turuti omongan om Deni, dan berjalan menjauh dari tempat mereka bertiga berdiri, sekitar lima meter di belakang om Deni.
Semua lampu senter gw yang pegang, dan gw sorot sinarnya ke arah mereka berdiri.
Cukup lama mereka seperti itu, dan gak terjadi apa-apa.
Suasana tetap hening, tapi cukup mencekam.
Mereka sudah terlihat cukup lelah berdiri setelah sekitar 30 menit berlalu, dan gak terjadi apa-apa.
Tanah yang kami pijak seperti bergetar, bergerak gak beraturan dengan perlahan.
Panik, gw mendekat ke arah pohon untuk berpegangan, gw takut..
Kemudian, tangan mereka diturunkan menjadi di sebatas pinggang, berposisi seperti hendak mengangkat sesuatu.
Gw hanya diam membisu, memperhatikan keadaan setiap detiknya..
Sesuatu itu timbul perlahan ke permukaan, gw tetap menyorot lampu senter ke lokasi itu.
Lama kelamaan timbul semakin tinggi dari permukaan tanah..
Berusaha dengan sekuat tenaga.
Terlihat amat sangat berat “beban” yang harus diangkat.
Tumpukan emas yang membentuk empat persegi panjang. Dengan jumlah batangan yang sangat banyak, puluhan..
Keringat membasahi seluruh badannya, mengeluarkan suara yang terdengar seperti kesakitan.
Badan gw gemetar ketakutan melihat semua itu, keringat dingin membasahi badan..😞
***
Gw melirik ke arah om Rahman, ternyata sama, dia juga sudah sangat lelah dengan posisi yang nyaris terduduk.
Hampir berbarengan, om Deni dan om Rahman jatuh terjerambab ke belakang,
Kemudian terdengar suara sangat keras, “Buumm..!!”, tumpukan emas itu jatuh kembali ke dalam tanah, dan gak terlihat lagi.
“Om.., gak apa-apa om?”
“Gak apa-apa Brii..” om Deni memaksakan tersenyum melihat gw yang panik.
**
Ketika sedang memperhatikan tempat itu, tiba-tiba kami melihat ada satu benda, benda yang mirip batu bata kecil, teronggok di atas tanah.
Benda berwarna kuning kusam, berbentuk empat persegi panjang, ada aksara (yang gw gak mengerti artinya) di salah satu sisinya.
Setelah itu, kami kembali pulang.
**
**
Ambil positifnya, buang yang negatif.
Sampai jumpa di cerita-cerita lainnya..
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam
~Bri~