,
15 tweets,
4 min read
Read on Twitter
Fakta yang benar adalah Utang Pemerintah per akhir Desember 2018 sebesar Rp4.418 triliun. 
Data yang beliau ambil adalah data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis oleh @BankIndonesia, padahal data itu adalah data Utang Luar Negeri per akhir Desember 2018 yang memuat tidak hanya Utang Pemerintah, tapi juga Utang Swasta termasuk BUMN
Faktanya Utang Luar Negeri Pemerintah dan Bank Sentral sebesar 49%, sedangkan 51% milik swasta dan BUMN
Tokoh ini juga menyebutkan bahwa bunga Utang Pemerintah kita termahal se-Asia Pasifik. Ini juga tidak tepat, karena faktanya bunga obligasi negara atau yield tenor 10 tahun Indonesia bukan yang terbesar di Asia-Pasifik, yang terbesar adalah Pakistan
Per 15 Februari 2019 perbandingan yield obligasi negara bermata uang lokal beberapa negara Asia-Pasifik (data tradingeconomics), yield obligasi negara tenor 10 tahun Indonesia di angka 8,017% dan Pakistan 13,066%. Ini menunjukkan kita bukan yang terbesar
Secara year-to-date (ytd) sejak awal tahun 2019, yield kita juga mengalami peningkatan 3,5 bps (naik 0,4%), namun masih lebih baik dibandingkan Thailand sebesar 5,5 bps (naik 2,3%) dan Singapura sebesar 7,6 bps (naik 3,7%)
Kenaikan yield kita dipengaruhi faktor kenaikan suku bunga global, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 4 kali di 2018, total sebesar 100 bps, dari 1,5% menjadi 2,5%
Kebijakan fiskal AS yang sangat ekspansif (seperti pemotongan pajak dan pelebaran defisit), mengakibatkan kenaikan yield obligasi negara AS. Secara ytd, yield US utk tenor 10 tahun naik sebesar 0,24 bps dan ini berimbas ke negara lain, seperti Indonesia
Kenaikan FFR diantisipasi (ahead the curve) oleh BI dengan menaikkan BI 7 days-Reverse Repo Rate sebanyak 6 kali sebesar 175 bps, dari 4,25% menjadi 6,0%
Benarkah negara menetapkan yield ini terlalu tinggi? Perlu #Rekans ketahui bahwa bunga Surat Berharga Negara (SBN) yang secara teknis dikenal dengan yield (imbal hasil) tidak dapat ditentukan atau diberikan oleh seseorang maupun institusi
Membandingkan yield obligasi, hendaknya dilakukan dengan obligasi yang memiliki credit rating yang sama. Masing-masing negara memiliki karakter perekonomian yang berbeda, sehingga tidak bisa dibandingkan yield suatu negara dengan negara lain di suatu kawasan saja
Besaran yield dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama supply dan demand, sentimen pasar keuangan domestik maupun global, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kondisi ekonomi makro
Demikian juga dengan yield obligasi korporat, akan mengacu kepada obligasi negara yang merupakan instrumen bebas risiko (risk free), sehingga yield obligasi korporat lebih tinggi dibandingkan obligasi negara
Jadi Rekans, mari tunjukkan kepedulian kita dengan memahami setiap informasi dengan data yang akurat. Dengan demikian kita bersama dapat mengawasi dan berkontribusi untuk pengelolaan #PembiayaanUangKita yang lebih baik lagi
