, 19 tweets, 3 min read Read on Twitter
Dalam literatur klasik tasawuf, khususnya dalam fragmen cerita para nabi atau wali, kenapa malaikat-malaikat kadang digambarkan “sangat profan”, “biasa saja”, dan “anekdotal”? Dalam hal ini, Munkar-Nakir dan Malakul Maut Izrail paling banyak menjadi bahan cerita.

🔸SEBUAH UTAS🔸
Dalam Ihya Ulumiddin, Imam al-Ghazali mengutip kisah tentang Nabi Ibrahim didatangi Malakul Maut yang hendak mencabut nyawa sang Nabi. Tanggapan Nabi Ibrahim kepada malaikat pencabut nyawa itu?
“Memang kau pernah lihat orang yang tega membuat kekasihnya mati?!”

Mendengar reaksi Nabi Ibrahim yang membuat Malakul Maut bengong itu, Tuhan segera menyampaikan wahyu kepada Nabi Ibrahim.

“Ibrahim, memang kau penah melihat seseorang yang tak senang bila bertemu kekasihnya?”
Sementara, dalam hagiografi Tadzkirah al-Auliya, Fariduddin Attar mengutip cerita sufi perempuan agung Rabiah Adawiyah bersama malaikat Munkar-Nakir.
Beberapa waktu setelah Rabiah wafat, seseorang bermimpi bertemu Rabiah. Dalam mimpi tersebut Rabiah ditanya bagaimana ia melewati fase pertanyaan kubur Munkar-Nakir.
“Mereka mendatangiku,” kata Rabiah, “dan menanyakan ‘man Rabbuka’ (siapa Tuhanmu).”
“Aku bilang kepada Munkar-Nakir,” Rabiah melanjutkan, “agar mereka kembali saja kepada Tuhan dan sampaikan pesanku untuk-Nya: Tuhan, Kau tak pernah melupakanku meski ada ribuan budak sepertiku. Aku renta, lemah, dan fakir. Aku tak punya siapa-siapa selain diri-Mu.
Tak ada kekasih yang kumiliki selain diri-Mu. Jadi, mungkinkah aku melupakan-Mu hingga Kau perlu mengirim utusan untuk bertanya kepadaku ‘Siapa Tuhanmu’?!”
Sementara, kisah ini—masih dalam Tadzkirah—cukup kocak.

Seorang murid bermimpi bertemu syekhnya yang telah meninggal. “Bagaimana kau melewati Munkar-Nakir?” kata si murid.
Syekh menjawab, “Munkar-Nakir menanyaiku ‘man Rabbuka’. Aku katakan kepada mereka bahwa jawaban pertanyaan itu—Allah Tuhanku—akan percuma untuk mereka.”
“Kembalilah kepada Tuhan,” kata si syekh, kepada Munkar-Nakir, dalam mimpi. “Tanyakan apakah aku diterima di sisi-Nya atau tidak. Jika aku menjawab bahwa Allah Tuhanku, bahkan jika aku mengulangi jawaban itu ribuan kali, tapi Allah tidak menerimaku ya percuma saja aku menjawab.”
Juga masih dalam Tadzkirah …. Malakul maut mendatangi seorang wali bernama Khair al-Nassaj menjelang waktu maghrib. Khair al-Nassaj yang sedang sakit mendongak.
“Malakul Maut, semoga Allah menjagamu,” kata sang wali. “Jangan kesusu. Sebentar. Aku tahu kau ditugaskan mencabut nyawaku, sementara aku ditugaskan untuk melaksanakan shalat maghrib ini. Jika kaulaksanakan sekarang, kau melaksanakan tugasmu, sementara aku melewatkan tugasku.”
Attar menukil pernyataan Abu Bakar al-Syibli, “Jika Malakul Maut datang hendak mencabut nyawaku, aku akan menolak. Aku akan mengadu kepada Tuhan, ‘Ilahi, sebagaimana Engkau memberiku ruh tanpa diwakili siapa pun, cabutlah ruhku tanpa perantara siapa-siapa.’”
Kisah lain dalam Ihya, masih tentang Malakul Maut. Suatu saat, Malakul Maut menemui seorang saleh.

“Ada yang ingin kusampaikan,” kata Malakul Maut dalam rupa manusia biasa kepada si orang saleh setelah keduanya saling berucap salam. “Silakan,” kata orang saleh.
“Aku Malakul Maut.”

“Selamat datang! Ahlan wasahlan kepada sosok yang lama pergi dariku! Demi Tuhan, di dunia ini tak ada yang ingin kutemui selain dirimu.”

“Sampaikan keinginan terakhirmu.”
Tak ada keinginan yang lebih besar dan yang lebih kucintai selain bertemu Allah.”

“Baik. Silakan pilih kondisi yang kaumau saat kucabut nyawamu.”

“Kau bisa melakukannya?”

“Itu sudah tugasku.”

“Baik. Aku berwudu dulu. Dan cabut nyawaku saat aku melaksanakan shalat.”
Itu baru beberapa cerita dari dua kitab masyhur dalam literatur klasik tasawuf: Ihya Ulumiddin dan Tadzkirah al-Auliya. Jika digali lagi, mungkin masih banyak cerita-cerita serupa dalam kedua kitab ribuan halaman itu. Dan mungkin jauh lebih banyak lagi di luar dua kitab tersebut.
Nah, pirtinyiinnya, dalam literatur klasik tasawuf, khususnya dalam fragmen cerita para nabi atau wali, kenapa malaikat-malaikat kadang digambarkan “sangat profan”, “biasa saja”, “anekdotal”, jadi "bahan lelucon" begitu?

Silakan, lur, urun kesimpulan.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Tasawuf Garis Lucu 🎭
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!