Premis ini akan saya pakai dalam utas: “apa yang ada di kepala saya tentang Krisis Papua?”
Alih-alih ingin membantu menyelesaikan krisis itu, bukan?
Seorang peneliti bahkan bilang: “Sepanjang 2019, Papua adalah medan konflik bersenjata yang tak berkesudahan.”
“Intinya cuma satu: Papua harus merasa bahwa mereka sama luhurnya dengan yang lain!”
Bukan Papua yang salah.
Maka, langkah terbaik yang paling pertama diambil adalah: mendengarkan Papua!
Saya bukan sedang mencari lawan (atau menantang) kelompok biner “Papua Merdeka” atau “NKRI Harga Mati”.
Jika pilihan serba hitam-putih itu penting bagi Anda, ya silakan.
😊
😬😬😬
Dengan meraup 90% lebih suara di Papua pada Pilpres, Jokowi mampu mendapatkan kepercayaan masyarakat Papua.
Namun, kepercayaan itu tidak mampu menjelma menjadi kepercayaan kepada negara. theconversation.com/integrasi-sosi…
Tapi Jokowi membandel (?) dan tetap menggenjot sektor ekonomi di sana.
Jika antar perut sama² kenyang, dialog antar kepala akan lebih mudah menghasilkan titik temu.
Ibarat orang diberi makan enak, tapi dibuat tidak nyaman di rumah sendiri.
Tapi yang terpenting adalah membalik dasar logika dari semua hal yang akan dilakukan untuk Papua, yaitu: bukan Papua yang perlu berubah, tapi justru kita yang harus berubah!