“Nyi Ratu Blorong” [Based On True Story]
-Horror Thread-
@bacahorror # bacahorror
Setiap hari, kegiatan Sarji hanya main ke warung, makan, rokok, kopi dan mencatatkan hutang-hutang baru di buku Bon.
“Dari hotel mau cari kopi disini din?” Jawab Ronald dengan senyuman tipis.
“Gaya kamu kayak orang paling tajir sekarang Nald?” Celetuk sarji
Obrolan santai dan akbrab terus berlanjut, semakin lama semakin seru. Satu persatu saling cerita tentang kehidupan masing-masing lengkap dengan masalah yang dihadapi.
“Jangan ngelindur nald, kau ini kaya kan karena harta dari orang tua kamu kan?” Bantah Sarji dengan sedikit mengejek.
“Kok bisa Nald, lha dukunnya juga kaya ta…?” Ejek Udin yang tak mempercayai perkataan Ronald dengan senyumnya yang sinis.
“Ayok Nald, aku juga pengen kayak kamu. Gak usah dihiraukan orang satu itu” Sahut Sarji serius yang mulai tertarik dengan ajakan Ronald.
“Kamu ikut gak Din?” Tawar sarji serta kepalanya menoleh dengan wajah serius kepada Udin.
“Ikut sana Din, biar kamu bisa bayar hutang!” Sahut ibuk pemilik warung dari belakang meja
“Meski aku mlarat banyak utang, mending kerja seadanya buk” Tegas udin yang menyeruput Kopinya
“Eh..orang sudah kere banyak gaya” Ejek Ronald serta tangannya meraih kaca mata hitam dibelahan bajunya.
“Sudahlah din, ayok kita rubah nasib kita. Kalau tidak kita yang rubah siapa lagi?” Paksa sarji serius
“Ya wes, kalau begitu kamu temani aku saja Din. Nanti kalau aku berhasil, kamu tak kasih bagian”. Bujuk sarji kepada udin
“Ok..Ok..Ok…, Tapi aku ikut tapi hanya menemani Sarji saja. Maksa amat kalian.” Jawab udin yang sudah tak tahan karena paksaan dan tekanan diwarung.
Obrolan tiga teman lama masih terus berlanjut hingga sore hari. Mereka makan siang bersama di warung itu.
“Buk es teh dua” Pesan Sarji
“Hutang lagi mas” Sahut ibuk pemilik warung
“Tenang...! Kali ini saya bayar bu, Kan teman saya bos bu…hehehe” Jawab Sarji
“Iya bu, bentar lagi sarji jadi bos di daerah sini” Terang sarji berusaha membanggakan diri.
“Ayo nald.” Sahut Sarji dengan langkah kakinya mendekati Ronald, disertai telapak tangannya memegang erat pergelangan tangan udin dan menyeretnya untuk masuk kedalam mobil.
Mereka bertiga masuk kemobil, dan Ronaldpun langsung bergegas menjalankan mobilnya kejalan raya kembali. Sarji duduk disamping Ronald didepan sedang Udin duduk dikursi tengah sendirian.
“Ji, kita jadi mampir kerumahku dulu ya” Pinta Ronald
“Terus kapan kita kedukunnya Nald” Jawab Sarji
“Ya sudah terserah kamu saja Nald” Sahut Udin yang duduk dibelakang Sarji
Mobil tetap dikemudikan sarji menuju rumahnya ke arah barat provinsi. Perjalanan ditempuh sekitar 5 jam dari warung tadi. Merekapun harus sesekali berhenti untuk sekedar ngopi.
“Ayo turun dulu, kita mandi dan makan dulu” Ajak ronald.
“Ok nald.” Jawab Sarji
“Ayok Din, jangan melamun saja” Kata Sarji
Setelah semua berdiri diteras, sejenak mereka bertiga memandangi rumah mewah itu sambil menggerakkan kepala serta bagian tubuh yang kaku.
“Gimana din, sudah percaya?” Kata Ronald.
Mereka mulai berjalan memasuki Rumah bergaya modern bercat putih dua lantai dengan garasi mobil yang cukup besar disebelah kanan.
“Gimana din, percaya gak sama aku?” Tanya ronald
“Hebat kamu Nald sudah bisa sekaya ini, ngomong-ngomong istri kamu kemana” tanya Sarji
“Lagi keluar, biasa Ji. Sosialita jaman sekarang…hehehe” Jawab bahagia Ronald
“Iya nald” Jawab sarji dan udin bergantian
Setelah mendapat perintah dari Ronald, Sarji lebih dahulu pergi kekamar mandi, melihat udin yang masih santai ronald menatap kepada udin.
“Oooohhh, kirain cuma satu Nald” Jawab udin yang lugu.
“Ehhh rumah orang kaya ini din, cepetan mandi sana” Kata Ronald lagi.
“Halah gak usah dicium din, cepetan mandi dulu. Bawel amat kamu din jadi orang” Kata Ronald
Udin akhirnya menuruti perintah Ronald, dengan cepat berjalan menuju ruang tengah untuk mandi.
“Gimana sudah siap semua” tanya Ronald
“Sudah nald, ayo cepetan” Jawab Sarji
Perjalanan panjang tanpa tahu tujuan mereka kemana, intinya mereka sudah pasrah ikut dengan Ronald.
“Nald, sebenarnya ini kemana, kok lama gak sampai-sampai?” Tanya sarji yang duduk disamping kemudi Ronald.
“Kok jauh amat Nald, paling kamu bohong” Sahut udin dari bangku tengah mobil seakan ia tahu pikiran Ronald.
Mobil terus berjalan, sampai menembus kegelapan malam. Dari jalan nasional hingga jalan tak beraspal.
Setelah Ronald membuka HP ia melihat waktu sudah menunjukkan jam satu malam.
“Whoi bangun…bangun. Sudah sampai” Kata ronald. Dan Ia segera turun terlebih dahulu dari kendaraannya.
“Gimana Ji, din sudah siap” Kata Ronald
“Ok, Nald ayok berangkat” Jawab Sarji penuh semangat
“Nald ini dimana sebenarnya” Tanya Udin penasaran
“Iya mau Nald, sebentar nald” jawab sarji yang sedang membetulkan posisi tas dan isinya.
“Mbah kenalaken niki rencang kulo sedanten” (mbah kenalkan ini teman saya semua) Pinta Ronald.
“Iki ji seng jenenge mbah Dirjo, wingi seng tak ceritakno neng awakmu” Bisik lirih Ronald kepada Sarji.
“Dalem pengen kados mas Ronal mbah, saget sukses kalian sugih (saya ingin seperti mas Ronald mbah, bisa sukses dan kaya)” Jawab Sarji
“Pripun mbah, saget nopo mboten? (gimana mbah, bisa apa tidak)” Tanya Sarji yang penasaran
“Ngene le syarate [begini nak syaratnya], (lantas mbah Dirjo menjelaskan secara panjang lebar dan terperinci akan tata cara serta syarat yang harus dipenuhi Sarji).
Selesai kesepakatan, sekitar jam dua dini hari Ronald dan Udin kembali kebawah untuk belanja kebutuhan ritualnya Sarji.
Waktu terus berjalan, hari berganti hari dan siang berganti malam, semua harus dilalui Sarji. Sarji sudah tidak lagi menghiraukan kondisi apapun yang ada disekitarnya,
Sampai pada suatu keadaan dimana Sarji tidak bisa menyadari dia sedang berada di alam mana, nyata tau ghaib.
Ia mulai bangkit untuk berdiri, tubuhnya seakan ada yang memanggil untuk masuk kedalam istana.
Sosok Nyi Ratu yang memakai kemben warna hijau,
Masih dalam diam tertegun dan tercengang, sarji berdiri tepat dihadapan Nyi ratu.
“Yo, aku wes ngerti karepmu (Ya saya sudah tahu maumu)” Jawab Tegas Nyi Ratu dengan suara lantang
Sarji yang merasa sudah berhasil ia berjalan mundur pelan dengan tubuh setengah membungkuk sampai ketempat duduknya semula.
“Byuuuurrrrr” (hempasan ombak pantai yang mengenai tubuhnya)
Perasaan kaget dan bingung, sarji langsung berdiri dan melihat sekeliling. Ia mengamati dengan seksama,
Perasaan bahagia atas keberhasilan ritualnya membuat dirinya langsung kembali dengan cepat kependopo,
“Kirangan mbah, dalem dereng ngertos. Sarji nggih niki, tasek sare” (tidak tahu mbah, saya belum mengerti. Sarji ini, masih tidur) Jawab Ronald sambil menunjuk sarji yang masih tidur lelap disampingnya.
Sambil menunggu bangunnya sarji mbah Dirjo mulai perbincangan bersama ronald dan udin.
“Jam piro iki Nald” (jam berapa ini Nald)Tanya sarji
“Jam rolas ji, wes ndang raup disek kono”(Jam duabelas Ji, sudah cepet cuci muka dulu sana).Jawab Ronald
“Piye le, wes kasil?”(gimana nak sudah berhasil).Tanya Mbah Dirjo
“Sampun mbah, wau dalu kulo sampun ketemu nyi ratu. (sudah mbah, tadi malam saya sudah bertemu Nyi Ratu).
“Wes maringene dang balik muleh, siapno opo sing dijaluk karo nyi ratu” (sudah habis ini cepat balik pulang,
“Injih mbah, matur nuwun sanget” (Iya mbah, terima kasih banyak). Kata Sarji
“yo le, podo-podo” (ya sama-sama nak). Jawab mbah Dirjo
“yo wes, ngati-ngati neng dalan le”(Ya sudah, hati-hati dijalan nak). Jawab Mbah Dirjo
“Njih mbah” (Iya mbah). Jawab Sarji
(Tinnnn…tinnnn...tinnn,,,Ciiiittttt) suara klakson dan rem mobil Ronald mendadak membuyarkan lamunan sarji dan udin,
“Enek opo nald (ada apa nald)” Tanya sarji dengan tatapan kaget terhenyak kepada Ronald,
“Onok…, iku mau koyok ulo gede liwat (ada….itu tadi kayak ular bersar lewat)” Jawab Ronald tetap memandangi jalan beraspal yang sepi, tanpa ada mahluk apapun
“Embuh, mau liwat neng ngarep kunu. Mlakune cepet, tapi kok wis gak enek ya (Gak tahu, tadi lewat didepan itu.
Selesai kejadian secara tiba-tiba itu, Ronald mulai melajukan kembali mobilnya dengan pelan-pelan dijalan beraspal, sedangkan sarji dan udin kembali duduk dengan tenang.
“Nald, aku oleh nyileh duit” (Nald, saya boleh pinjam uang). Tanya Sarji
“Gae opo Ji” (buat apa ji). Jawab Ronald
“Yo mosok aku pamite kerjo neng nggonmu, suwine seminggu muleh ora gowo duit Nald”(ya masak aku pamitnya kerja ditempatmu, selama satu minggu pulang tidak bawa uang nald).Jelas Sarji
“Yo nak iso seng akeh Nald, soale ape gae mangan, nyaur utang terus paling penting nyiapno kamar lan ubo rampene gae kanjeng ratu?” (ya kalau bisa yang banyak Nald, masalahnya mau buat makan,
Udin dibelakang hanya tiduran tak menanggapi serius pembicaraan mereka berdua.
“Rong puluh juta cukup ji” (dua puluh juta cukup Ji). Ucap Ronald tanpa banyak curiga kepada Sarji
“Aku yo gelem rek nak disilihi duwit, aku wingi pamite nang mbok’e arek-arek kerjo nang nggonmu yoan nald” (aku ya mau rek, kalau dipinjami uang. Aku kemarin pamitnya ke ibunya anak-anak kerja di tempatmu juga nald).
“Awakmu iki Din melu ae, opo maneh nek bahasan utang-utangan bakale cair langsung cepet nyaut, nek diajak meguru emoh!!!”
“Yo ora oleh din, iki sarji jelas bayare utang, lha nek awakmu piye?
“Ra iso din, soale sarji iki nyileh duit mergo wes sak peguron karo aku. Salae dewe awakmu gak melu meguru”
“Asu tenan awakmu Nald, asli medit koen Nald. lha terus nasibku piye iki?”
“yo embuh din!!!( ya gak tahu din) Jawab Ronald cuek
“Wes ngene ae Nald, tambahono utangku.
“Yo, yo wes. Engko nak wis teko omahmu ae duite tak wenehno awakmu. Aku percoyo karo awakmu Ji...hehehe” (Ya...ya sudah. Nanti kalau sudah sampai rumahmu saja uangnya tak kasihkan kamu. Aku percaya sama kamu ji...hehehe). Jawab Ronald
Sarji dan udin masih berdiri dihalaman rumahnya,
Pagi yang cerah mewarnai rumah Sarji, karena ia telah mendapatkan uang banyak meski pinjaman.
Tok..tokk..tok..din…???
“Eh mas sarji monggo melbet” (Eh Mas sarji mari masuk). Tawar istri udin
“Mas udin ten pundi mbak, kulo wonten perlu sekedap”
“Mas udin tasek tilem ten ngajeng”( ini mas udin masih tidur didepan) Jawab istri Udin sambil membersihkan kedua tangannya.
“Nggih kulo tenggo ten wengkeng mawon mbak” (ya, saya tunggu di belakang saja mbak) Sahut Sarji
Beberapa menit kemudian udin bangun,
“Enek opo ji, isuk-isuk wes golek’i aku” (ada apa Ji, pagi-pagi sudah cari aku). Tanya udin yang mulai duduk disamping Sarji
“Lha arep gae opo ji” (lha mau buat apa Ji). Tanya udin yang tak tahu tujuan Sarji
Minggu berganti minggu,
“Halah golek dewe kono ji, aku kesel lagek leren iki Ji” (halah cari sendiri sana Ji, aku capek barusan istirahat ini Ji). Tutur Udin
“Temen ta iki, tumben awakmu ji” (bener ta ini, tumben kamu ji). Jawab Udin
“Oooh dadi mari oleh rejeki awakmu ji” (Ooohhh jadi habis dapat rezeki lagi kamu Ji). Kata Udin
Sehabis magrib sesuai janji sarji, Mereka berdua langsung pergi ke toko jamu tradisional yang berada didesa sebelah. Waktu di toko jamu,
“Jelas din” Jawab Sarji dengan memulai minum jamunya
Hanya senyum sarji yang terlempar pada wajah udin sebagai jawaban, Setelah itu mereka langsung pulang. Sarji sendiri sekitar jam delapan malam langsung berdiam diri di atas ranjang kamar khususnya.
Sarji yang mendengar suara itu hanya diam dan terus konsentrasi membaca mantranya.
Dalam kondisi tercengang mata sarji tak berkedip sama sekali, ia hanya mematung menatap Nyi Ratu yang mempesona. Beberapa saat kemudian semedi sarji dihentikan oleh Nyi ratu,
Belakang rumah, tepat di bawah pohon keres. Udin dipagi hari yang cerah sudah duduk-duduk santai karena tidak ada kerjaan, sementara temannya sarji datang menghampirinya.
“nang ndi ji, isuk-isuk ngene”(kemana Ji, pagi-pagi begini). Jawab udin
“wes talah, pokok’e melu aku” (sudahlah, pokonya ikut aku). Paksa Sarji
“males ji nek gak jelas” (males Ji, kalau tidak jelas). Jawab udin lagi
“Luh temenan iki ji” (Luh, beneran ini Ji). Jawab udin dengan mata terbelalak karena kaget
“Mangkane ayo cepetan..”(makanya ayo cepetan). Kata Sarji
“iyooo..yo din tenang ae.”(iyaaa..ya din tenang saja). Kata Sarji
Pagi itu mereka bergegas berangkat kejuragan toko emas yang berada dikota, mereka membawa sepeda onthel penuh karat.
Sarji pulang dengan membawa motor perdananya,sedang udin tetap mengayuh sepedanya sampai rumah.Udin yg merasa dapat bagian,setelah menaruh sepedanya dirumah ia langsung kerumah sarji.
“Ji bagianku endi” (Ji bagianku mana). Tanya udin yang sudah tidak sabar.
Sarji kembali masuk kedalam kamar mengambil uang dan keluar memberikan uang kepada udin. Tapi bagiannya setelah dipotong hutang kemarin.Dengan wajah sumringah udin berjalan cepat kembali pulang.
“Kengeng nopo dhe” (kena apa dhe) tanya udin
“loh kok iso dhe, dicokot ten pundi” (loh kok bisa dhe, digigit dimana). Tanya udin sambil melihat kaki pak dhe karto
Menantu pakdhe karto dari belakang rumah sarji muncul, matanya memandang mertuanya kesakitan dengan cepat dia mendatangi udin dan pak dhe karto.
“Kaet kapan gak enek’e bapakmu ji” (mulai kapan tidak adanya bapak kamu ji) tanya udin
“Seng sabar ji” (yang sabar Ji).Kata udin dengan menepuk-nepuk pundak sarji
“Iyo din” Jawab sarji
Setengah jam kemudian para pria dan sebagian keluarga sarji mengantarkan jenazah pak dhe karto ke pemakaman untuk menguburkannya.
“Cak, aku tak melu meguru neng nggone sarji yo” (kak, aku tak ikut berguru di tempatnya sarji ya?) pinta udin
“neng ndi iku din”(dimana din). Tanya Moden
“ora usah aneh-aneh din, awakmu adekku siji-sijine. Kon lak yo wes melu meguru nang kiai sofyan se, opo durung cukup” (tidak usah aneh-aneh din, kamu adikku satu-satunya.
“piye cak yo, aku yo pengen sugeh terus nutup cepet utang-utangku” (gimana ka ya, aku ya ingin kaya terus menutup cepat hutag-hutangku). Jelas udin memelas
“ya wes, nak ngunu. Suwun cak.” (ya sudah kak, kalau begitu terima kasih). Jawab udin pasrah karena harus patuh kepada sang kakaknya.
“Diiinnn tolongen pak dhe le…Aduuuhhh…krekkkkk,,,huhu,,huuu” (Diiinnn tolongin pak dhe le) Pinta dan tangis pak dhe karto yang menyedihkan,
Udin hanya terdiam, dia tak bisa melakukan apapun. Seluruh tubuhnya terasa tak bisa bergerak sedikitpun.
“mas..mas..mas..tangi…tangi…tangi?”
Udin langsung membuka mata dan duduk, keringat dingin mulai mengucur dari sela-sela kulitnya. Nafasnya masih ngos-ngosan perlahan ditenangkan istrinya.
“seng temen pak” (yang bener pak). Sahut istri udin
“Enek opo din” (ada apa din). Tanya sarji yang mengagetkan Udin ditengah lamunannya
“Gak biasane awakmu koyok ngene”(tidak biasanya kamu seperti ini). Sergah sarji yang tak percaya atas gerak-gerik dan ekspersi wajah Udin.
Merasa belum puas dan kecewa atas jawaban yang didapat pagi hari,
Meski penghasilannya masih dibilang kurang dari cukup dalam sehari, tetapi ia jalani dari pada tidak ada pemasukan sama sekali.
Sekitar jam tiga dini hari, ia terbangun karena ia sudah tak tahan ingin buang air kecil. Kaki udin berjalan dengan cepat menuju kamar mandi yang berada dibelakang rumah,
Pagi harinya udin bangun paling akhir, udin langsung berjalan kesetiap sudut rumah mencari dan memeriksa keberadaan istrinya.
Hari berganti minggu, udin sudah tidak mendapat gangguan lagi dari hantu pakdhe karto. Bulan purnama kedua datang menyambut.
“Enek opo ji, kok wong-wong podo moro.”(ada apa ji, kok orang-orang pada berdatangan)
“loh bapakmu kenek opo ji” (loh bapak kamu kena apa Ji). Tanya Ronald penasaran
“kok gak kondo kaet mau awakmu,” (kok tidak bialang dari tadi kamu). Tegas ronald
“mosok nald?” (masak Nald). Tanya sarji kaget
“kecelakaan Ji, !!! jawab Ronald singkat
Selanjutnya Ronald menjelaskan Panjang lebar dan detail, perihal kronologi istrinya Ronald meninggal.
Besoknya sarji mengajak Udin pergi untuk menemui serta bernegosiasi dengan pemilik toko dan gudang,
Sedangkan Kematian bapaknya sarji sudah terlupakan oleh harta yang datang tiba-tiba serta melimpah.
Selepas bulan purnama ketiga belas, ibu sarji atau bu dhe karto tidak seperti biasanya. Pagi hari selepas sholat subuh ia memasak didapur sendirian.
Spontan bu dhe karto yang kebetulan melihatnya, dengan cepat mendatangi ular kecil itu.
Disaat budhe karto yang berdiri didapur mencuci sayuran,
Sarji yang gaget, langsung keluar kamar dan menghampiri ibunya. “enek opo buk” (ada apa bu).
Sarji melihat dibelakang ibunya tidak ada apapun, dan ia kembali menatap ibunya.
“Tapi sikilku kok loro ngene le” (tapi kakiku kok sakit begini le). Kata ibunya yang memegangi kaki kanannya.“sek buk sampean lungguh sek neng kursi, tak delok’ane disek”(sebentar bu, anda duduk dulu dikursi.
Sarji kemudian berjongkok untuk melihat kedua kaki ibunya yang dirasa sakit, dia melihat dengan cermat dan perlahan.Sekian kali diamati dengan mata sarji sangat dekat,Kedua Kaki ibunya tidak ada bekas apapun, semua kulit kakinya terlihat normal.
Dalam kondisi kesakitan, ibunya dibawa dengan cepat oleh sarji dan istrinya kedokter.
Dari sinilah kekacauan hidup mereka dan inti dari cerita Nyi Ratu Blorong dimulai…
Sekitar jam satu dini hari, Retno terbangun dari tidurnya.
Ia memandangai semua sudut ruang dapur terlebih dahulu dengan bantuan cahaya kuning dari belakang ruang dapur,
“Ya…Allah…astagfirullah…bapak…ibuk…!!! ucap spontan Retno serta tangan kananya mengelus dada. Saat retno masih beradu pandang mematung bersamaan dengan itu,
Udin yang melihat kode dari istrinya langsung mengajak semua anggotanya pulang kerumah, Sri berharap sarji bisa menenangkan istrinya sendiri dan mendapatkan informasi darinya,
Dirumah sarji dan retno kini mereka hanya tinggal berdua, saat pagi sinar terik matahari mulai masuk kedalam ruang tamunya.
“Jujuro pak!!! (jujurlah pak) Bentak Retno yang semakin menipis kepercayaannya kepada Sarji.
Merasa pertanyaan Retno buntu, dia memutuskan untuk diam hanya memikirkan hal yang paling mengganjal didalam hatinya.
Setelah siang hari, Sarji pergi entah kemana tanpa pamit kepada istrinya.
Dengan rasa penasaran yang tak terbendung,
“buuugggg”…”aduhhh…yuuu”kata Retno dengan memegangi pinggangnya.Sri yang berdiri didepan rumah sarji mendengar dan melihat retno terjatuh,
“Enek opo to mbak, kok iso tibo ngene. Seng ati-ati mbak” (ada apa to mbak, kok bisa jatuh begini. Yang hati-hati mbak) Tanya sri sambil membersihkan baju retno dan merapikannya.
Tangan sri memegangi lingkar pinggang retno dan membantu retno berdiri pelan.
“Opo gak ngenteni bojomu sek mbak?” (apa tidak nunggu suamimu dulu mbak). Pinta Sri
“tapi mbak!!! Kata Sri
Sri hanya tertunduk diam, dan menyetujui permintaan retno.
Seketika itu juga Ia mulai gemetar dan lemas. Dengan cepat sri memarkirkan sepedanya dan membantu Retno untuk duduk kembali dirumah Sri.
Sore hari udin dan sarji pulang, mereka berdua langsung masuk rumah dan menanyakan keberadaan Retno.
Hari ke 35 sejak kematian ibu sarji, dipagi hari yang menjadi kegiatan baru bagi istri udin untuk merawat dan menemani Retno dirumahnya.
Dari pagi sarji datang ketoko langsung duduk sendirian ruang administrasi dibelakang,
Udin baru datang ketoko bangunan, toko sarji juga yang sampai saat itu digunakan untuk pusat mengontrol semua usaha.
“Brakkk” suara pukulan yang mengenai meja didalam ruang admin
“Sepurane ji, aku kepeksan” (maaf Ji, aku terpaksa). Jawa Ronald.
“Piye maneh ji, soale Nyi ratu jaluk’e Erna!!! Aku dewe yo gak due pilihan liyo waktu iku? terus sak marine Erna mati, aku gak oleh karo nyi ratu rabi maneh. Aku dikongkon nggur ngelayani wonge tok”
“Sumpah Ji, temenan cok” (sumpah ji, beneran cok). Jawab Ronald dengan keras yang meyakinkan Sarji
“Yo embuh ji, pas tak omongi ngunu nyi ratu ketoka’ane yo kudu mureng-mureng? tapi kate piye maneh? aku emoh nak adikku dijupuk”
“Paling koe due gendak’an maneh yo, mangkane Nyi ratu sodok mureng-mureng neng awakmu. Ancen awakmu ndablek Nald”
Ronald hanya tersenyum kecil saja, serta menunduk sedikit dengan rasa malu didepan sarji.
“Ya wes nak ngunu Ji, aku tak balik sek. (ya sudah kalau begitu ji, saya mau balik dulu” Jawab ronald.
Udin yang belum melihat sarji keluar, ia dengan cepat menuju ruang admin. Dengan wajah kesal, benci dan marah. Udin yang berjalan keruang sarji seakan mau membunuh tanpa ampun.
“Ji, mulai sak iki aku prei melu awakmu.” (Ji, mulai sekarang aku berhenti ikut kamu) kata udin dengan tegas
“gak popo Ji, aku pengen metu ae soko kene” (tidak apa-apa Ji, aku ingin keluar saja dari sini). Tegas udin lagi
“Koen eruh soko endi din, ojo ngawur nak ngomong koen?” (kamu tahu dari mana din, jangan ngawur kalau bicara kamu?). kata sarji
“Aku ora ngamuk ji,mulai sak iki aku metu.”(aku tidak marah ji, mulai sekarang aku keluar)Jawab udin dengan menaruh tas yang berisi buku-buku administrasi usaha sarji.
“Braakkk” suara bantingan pintu ruangan administrasi, udin yang habis mengenakan sandal dengan cepat berjalan keluar toko.
Udin berjalan cepat, sudah tak menghiraukan panggilan sarji lagi.
Baru saja udin memarkirkan motor diteras,
Mobil sarji masuk kedaerah ronald sekitar jam sebelas lebih, dan berhenti disamping warung.
Di pos ronda ada tiga orang bapak-bapak yang jaga sambil main kartu, sedang diwarung hanya ada udin dan sarji yang sedang makan.
“Tolonggggg…tolongggg…tolonggg,,,”
Semua saling berpandangan untuk mencari sumber suara misterius dimalam hari itu, begitu juga bapak-bapak yang jaga dipos ronda.
“ketoplak...ketoplak..ketoplak...krimpying…krimpying… krimpying…tarrrr…tarrrr…ctaaarrr” (suara lonceng kuda yang berlari serta suara cambukan)
Semua melihat dengan jelas, dari depan pos dengan mata kepala mereka sendiri. kelima orang tersebut hanya diam mematung antara tak percaya dan kenyataan didepannya.
Dibelakang nyi ratu blorong ada dua baris wanita berpakaian serba hijau berselendang,
Semakin dekat kereta itu datang menuju pos ronda dipertigaan, semakin jelas yang terlihat adalah ronald teman udin dan sarji. “IKU PAK RONALD” gumam lirih bapak yang berada disamping sarji.
"Piye iki Ji, kiro-kiro bener ta mau bengi iku Ronald seng diseret karo kereto?"
"Gak roh din, mending maringene takon wong-wong kampung ae, mesisan nyetakno neng omae Ronald"
Suara pembicaraan diruang telah terdengar ibu pemilik warung,
Sarji dengan tenang tapi tetap menutupi rasa gelisah dan tukutnya,
Dengan cepat ibu pemilik warung segera memahami alasan yg disampaikan Sarji,
Konon waktu kejadian malam itu hampir seluruh warga kampung ronald mendengar teriakan permintaan tolongnya,
Sarji dan Udin berjalan perlahan melewati kerumunan-kerumanan kecil yang sudah tersebar dijalan menuju rumah Ronald.
Udin dan sarji langsung masuk rumah ronald meski melewati kerumunan kerabat almarhum diteras,
Tapi saat dikebumikan keadaan Ronald tetap seperti ia ditemukan pertama kali,
Sarji dan Udin mengikuti prosesi acara Ronald sampai selesai,
Dengan semangat membara dan niat yang kuat sarji pulang tidak langsung kerumah melainkan langsung mengajak udin menuju kerumah moden, kakaknya udin.
“Wes mene ae coba neng kiai Sofyan” (sudah besok saja coba ke kiai Sofyan). Perintah moden
“Tapi cak kiai Sofyan kan wes tuo, terus ngajine neng wonge yo sewulan pisan. opo sanggup kiro-kiro ngewangi Sarji”
“Ya wes lah nak ngunu, mene bengi awakmu wong loro tak enteni neng omah jam woluan.
“Iyo cak suwun” (iya kak terima kasih). Jawab Sarji yang gelisah
Dalam sepinya warung sarji berpesan kepada Udin nanti malam untuk menunggunya dirumah Jam 8 malam,
“Sak jane enek opo pak ?” (sebenarnya ada apa pak). Tanya sri yang duduk bersama anak-anaknya di ruang tamu.
Udin masih tetap jalan keluar masuk, belum mendengarkan dengan serius pertanyaan istrinya.
“Neng nggone cacak, buk?” (ketempatnya kakak ,buk). Jawab Udin
“Yo sabar to pak, paling yo sek neng dalan.”(ya sabar to pak, paling ya masih dijalan). Terang Sri untuk menenangkan suaminya
Setelah mendapat suara peredam dari istrinya Udin tetap seperti semula, kakinya masih mondar mandir dengan resah. Udin sendiri tahu kebiasaan sarji, meski dia pemalas tapi kalau ada janji biasanya tepat waktu.
“Pak..pak...?”
Istri udin yang mendengar keributan, masuk kerumah lagi dengan pengertian membawakan segelas air putih. Ia langsung menyeret tangan Juma'in untuk duduk dahulu diteras rumahnya.
“Rumah sakit endi Jum”?? (rumah sakit mana Jum). Tanya Udin dengan suara lantang
“Ten rumah sakit umum pak, tapi terose tiang-tiang wau sedanten pun pejah
“Piye maksdumu Jum?” (gimana maksudmu Jum). Tanya Udin yang semakin tak percaya dengan berita yang dibawa Juma'in
“Innailahi wa ina ilaihiraji'un”…(gumam Sri dan Udin)
“Ayok cepet...cepet...Jum…ayok terno sak iki aku neng rumah sakit.” Pinta Udin yang panik dan tergopoh-gopoh
“Injih bu”(iya bu) Jawab Juma’in yang sudah menghidupkan motor Udin dan siap berangkat.
“Huuu…huuu…huuu…huuu”
Udin langsung menangis histeris dan lemas sehabis melihat temannya sudah menjadi mayat.
Sesaat kemudin para petugas kamar jenazah mengampiri mereka yang masih duduk mohon ijin kepada Udin,
“Delok'en sejatine kancamu iku sak iki.”(lihat sejatinya temanmu itu sekarang) Kata moden berbisik kepada Udin
“Maksute piye cak” (maksdunya gimana kak) Jawab Udin lirih
Udin dengan rasa penasaran berjalan mendekati kedua jenazah temannya,
“Kok iso koyok ngunu cak?” (kok bisa seperti itu kak). Tanya Udin penasaran
“Sejatine kancamu iku wes digowo neng nggone kerajaane Blorong kabeh”
“Terus piye cak nasipe konco-koncoku” (Terus bagaimana kak nasibnya teman-temanku) Tanya Udin polos
Jama’ah yang sudah siap langsung dipimpin oleh moden untuk segera disholati, beberapa menit acara selesai.
Hari itu menjadi pukulan yang paling berat bagi Udin dan keluarganya, karena Sarji selama ini sebagai tumpuan utama ekonominya.
Jam delapan lebih Udin masih belum bisa tidur, tapi tubuhnya merasa sudah kelelahan. Sewaktu Udin rebahan di ruang tamunya,
Sadar akan ada hal yang janggal Udin segera berlari keluar rumah lewat ruang tamu,tapi larinya Udin terhenti di jalan depan rumah dan menoleh sebentar untuk melihat rumahnya sendiri dari jalan.
“Brak…brak..brak…cak…tulungono aku cak…cak..cak..cepetan” (Brak…brak..brak…Kak…tolongi aku kak…kak..kak..buruan)
Kakaknya yang mendengar kegaduhan didepan rumah langsung berlari kecil kedepan dan membuka pintu.
“Cak tulungono aku cak…temen cak…hu..hu..hu..huu” (Kak tolongin aku kan…beneran kak…hu..hu..hu..huu). Pinta Udin mulai menangis ketakutan
“Yo wes koen sak iki budalo neng nggone kiai sofyan, aku tak nyusul bojo karo anak-anakmu. Engko tak parani neng omae kiai Sofyan”
“Lha kenek opo cak, kok bojo karo anak-anakku disusul” (Lha kena apa kak, istri sama anak-anakku dijemput).
“Matamu nek wes ngene koen sak keluarga diincer karo Nyi Blorong goblok” (matamu, kalau sudah begini kamu sekeluarga diincar sama Nyi Blorong Bodoh!!!) bentak kasar moden yang tahan akan keluguan Udin
“Hosshhh…hoossshhh...hosshhh…kiai sampean tulungi kulo…huu...huuu...huuu”
Kejiwaan Udin diruang tengah lama kelamaan mereda dengan perlahan, tapi Udin hanya tertunduk lesu disamping kiai Sofyan dengan hening.
“Tok..tok..tok..Asssalamu’alaikum…” Salam Moden
“Walaikum salam,,,”Jawab Kiai Sofyan disertai langkahnya sedikit tertatih keluar dari ruang tengahnya menuju ruang tamu.
“Yo engko di resik’i kabeh sak keluargane.” (Ya nanti di bersihkan semuanya seluruh keluarganya). Jawab kiai Sofyan
Kali ini Nyi Blorong bersama pengikutnya yaitu siluman ular dengan jumlah sangat banyak. Ular-ular dibelakang Nyi Blorong memang sangat aneh bentuknya, tidak seperti lazimnya ular didunia nyata.
“Wong tuek iki …heeeemmm. Awas koen… Awas koen… Awas koen”
Perlahan Nyi Blorong mundur bersama pasukannya pelan-pelan sampai akhirnya ia menghilang ditelan kegelapan malam.
“Kok saget ngonten kiai”(kok bisa begitu kiai). Tanya Moden dengan menatap sang kiai sepuh (tua)
“Nggih kyai” (iya kiai). Jawab moden yang pelan dan patuh, karena moden sendiri tak berani bertanya lebih jauh lagi.
Mereka berdua kembali keruang tengah, malam itu juga kiai Sofyan memberikan minum dan do’a kepada Udin.
Menjelang subuh sekitar jam tiga dini hari, Udin yang sudah tidur dengan lelap diruang tengah tiba-tiba berteriak histeris dengan mata masih terpejam,
Semua yang berada dirumah itu bangun dan mendatangi Udin, mereka melihat Udin berteriak dan menangis histeris dalam tidur,”Tangi pak…tangi pak!!!enek opo???”
Udin yang terbangun seketika dan langsung duduk, moden yang sudah dari siaga disamping udin dengan segera memberikan segelas air putih kepadanya…
“Ya allah,,,aku delok Sarji karo Retno podo cancang dirante sikile, tangane, terus gulune.
“Mek sitik sing iso slamet soko Blorong Din, akeh – ekehe gak slamet seng melu pesugihane Blorong”
“Wes awakmu gawien sholat bengi sak iki, awakmu wes aman. Iku mau mung tondo nyatane kancamu iku wes melbu nang alame Blorong.”
Pagi hari Udin kembali pulang kerumah, memang benar kata kiai Sofyan saat itu Udin sekeluarga sudah aman.
Disore hari saat Sri memasak didapur iapun sempat melihat bayangan Retno yang sudah menjadi pocong berada dibawah pohon keres, awalnya Sri tidak percaya hal demikian.
Sejak Udin pindah, ia tak lagi berurusan lagi dengan kerabat Sarji maupun Ronald.
---TAMAT---