|
|
|
A THREAD
|
|
(Tulisan: Hersubeno Arief)
Alasannya cukup banyak. Mulai dari idiologis, politis dan tentu saja yang paling penting dari aspek bisnis.
Anies gagal menjadi Presiden Indonesia adalah harga mati. Tak ada tawar menawar.
Mereka akan terus mem-bully. Hajar habissss……..
“Tugas utama” semacam itu lah yang menjelaskan mengapa tiada hari tanpa bully atas Anies.
Pasukan pem-bully ini tutup mata bahwa berdasarkan data BMKG curah hujan tahun ini paling ekstrem dalam 150 tahun terakhir.
Anggota Fraksi PSI dan PDIP di DPRD DKI beramai-ramai menyanyikan koor “Anies tidak becus memimpin Jakarta.”
Buat survei yang menyebutkan elektabilitas Anies tiba-tiba melorot karena gagal menangani banjir!
Mengapa mereka begitu khawatir Anies akan menjadi presiden? Padahal perhelatan Pilpres 2024 masih cukup lama.
Anies adalah ancaman yang membahayakan estabilisme penguasa dan para pendukungnya. Apalagi sebagai Gubernur DKI Anies sangat berprestasi.
Sebagai Gubernur pada tahun 2019 Anies terpilih sebagai gubernur terbaik versi Majalah Warta Ekonomi dan Rakyat Merdeka.
Setidaknya ada tiga alasan besar mengapa mrk bekerja keras memastikan Anies jgn sampai jadi presiden.
Alasan ini merupakan residu dari Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Anies diposisikan sebagai figur yang dekat dengan kalangan Islam.
Anies saat ini diposisikan berada dalam kubu berseberangan dengan pemerintah. Posisinya pada Pilpres 2019 lalu mempertegas hal itu.
Anies adalah musuh berbahaya bagi kelompok oligarki yang dikendalikan oleh kelompok bisnis, khususnya taipan. Dia adalah musuh bebuyutan —meminjam istilah Ketua MPR Bambang Soesatyo—para cukong politik.
Sampai disini paham khan?