*menggebrak meja*
"Aku iki wes usaha! Tapi gak mbok regani blas, prasamu aku gak ngempet sembarang kalir ta?! "( aku ini udah usaha! Tapi tidak kau hargai sama sekali, pikirmu aku gak mendam semuanya ta?!)
Satrio membelakkan matanya di depan istrinya sembari berkacak pinggang
Ifah sang istri menangis tersedu sedu sambil menggendong anaknya yg masih berumur 2th
"lha prasamu aku yo gak usaha ta? Sambil nggendong aku mumeti kampung dolek permak an klambi" (lha pikirmu aku ya tidak usaha apa? Sambil nggendong aku keliling kampung cari permak an baju)
"duwek sing teko awakmu cuman cukup gawe mangan tok mas! Mbayar sekolahe dini sopo nek gak aku?" (uang dari kamu cuma cukup buat makan saja mas! Bayar sekolahnya dini siapa kalo gak aku?)
Sambil terisak ifah mengeluarkan seluruh beban di hatinya, anaknya dika juga ikut menangis
Mendengar samar² orang bertengkar, udin kakak ifah yg tinggal disebelah rumahnya segera keluar rumah mencari sumber suara,ketika didapati suara itu dari rumah adiknya udin segera masuk"onok opo iki?" (ada apa ini?)
Ifah hanya menunduk, satrio langsung menjawab"gk usah melok² cak"
(gak usah ikut² mas)
"loh ifah iki adikku,nek onok opo² jelas urusane karo aku!" (loh ifah ini adikku, kalo ada apa²jelas urusannya sma saya!)
Udin segera menggambil dika dri gendongan ifah yg sedang menangis
"duwek maneh?" (uang lagi?) kata udin "aku lak wes bolak balik ngejak
Awakmu kerjo nang listrik, enak bayarane lumayan timbang dadi tukang parkir,sedino oleh 20-30 ewu cukup opo?!" (aku kan uda bolak balik ngajak kamu kerja di listrik, enak bayarannya lumayan daripada jadi tukang parkir sehari dapat 20-30rb cukup apa?!)
Satrio membuang muka
Dari pandangan kakak iparnya itu "aku lak wes ngomong gak sanggup seh cak,aku mediding nang ndukur ngunu iku" (aku kan uda bilang gak sanggup kn mas, aku takut diatas gitu)
Ifah pun langsung menyahut"nyambut gawe opo ae yo mesti soroh mas,timbang koyok ngene utang pating telecek
Isin aku mas.. Isiiin.." (kerja apa aja ya pasti susah mas, daripada kyak gini utang dimana² malu aku mas..maluu..)
Satrio kemudian duduk sambil menahan amarahnya "sampek kapan koyok ngene gk isin ta liyane tukaran ae dirungokno tonggo ikuloh" (sampai kapan kyak gini gk malu ta
Bertengkar terus didengarkan tetangga ituloh) kata udin smbil mengayun²kan ponakannya agar tk menangis.
Di dlm kamar, dini anak pertama ifah dan satrio yg berusia 13 th mendengarkan seluruh percakapan keluarganya itu, ia marah,kesal dan sakit hati dg sikap ayahnya yg tak pernah
Menghargai ibunya, ayahnya hanyalah seorang jukir yg pendapatannya sedikit dan tak tentu, dini ingat sudah beberapa kali diingatkan oleh guru nya tentang pembayaran buku² sekolahnya, sebenarnya dia murid yg pintar karna sejak kecil dini selalu rangking 1 dan mendapat beasiswa
Tapi beasiswa hanyalah utk SPP saja, sedangkan biaya lain tentu harus dibayar.
Setelah semuanya dingin udin keluar rumah smbil membawa dika kerumahnya, nmun belum sampai masuk rumah udin dikagetkan suara tamparan keras dan ifah menjerit, buru² udin masuk kembali dan mendapati
Ifah tersungkur dg darah segar mengalir dari bibirnya "kurang ajar koen yo, awakmu nek gak sanggup nang kene nyingkrio tekan kene, umah iki warisane bpakku! Awakmu ga due hak nang kene!!" (kurang ajar kamu ya, kamu klo ga sanggup disini pergi dari sini,rumah ini warisan bapakku!
Kamu ga punya hak disini!!)
Satrio kebingungan dan langsung bersujud di kaki kakak iparnya itu "sepurane cak, aku khilaf puanas ati ku, gak bakalan aku koyok ngene mane" (maaf mas, aku khilaf puanas hatiku, gk bakal aku kayak gini lagi)
"ping piro koen ngomong koyok ngene!!"
(berapa kali kmu ngomong kayak gini!!)
"iki wes terakhir aku nyepuro awakmu, nek ngene maneh ifah lan anak²mu tak ingonane dewe" (ini uda terakhir aku maafin kamu, kalo gini lagi ifah dan anak²mu bakal tak pelihara sendiri)
Satrio hanya menunduk sambil bersimpuh dibawah udin
Tanpa berani berkata apa² lagi.
Pagi harinya dini berangkat sekolah dg malas, sbelum berangkat dia menghampiri ibunya di dapur "buk, aku nek ditakoni guruku ngomong opo maneh? Aku wes sumpek bendino diomongi terus" (buk, aku klo ditanya guruku bilang apa lagi? Aku udah wegah
Tiap hari dibilangi terus)
"sabar nak, engkok ibuk oleh bayaran teko bu warni wingi wonge njaitno mrene, pasti tak bayar tenang ae" (sabar nak, nanti ibuk dapat bayaran dri bu warni kemarin orange njahitin kesini, pasti tak bayar tenang aja)
Dg langkah gontai dini pun melangkah
Ke sekolah dg memakai seragam biru putih kebanggaannya itu.
Di tengah perjalanan dini melihat bapaknya bersama seorang wanita cantik memakai seragam cokelat PNS sedang asyik bercanda, dini mencoba memperjelas penglihatannya, dia menemukan bahwa wanita itu adalah bude nya sendiri
Iya dia adalah kakak pertama dri ibunya, bude Nur.
Dini merasa tak suka dg candaan mereka berdua, dan segera menghampirinya "pak njaluk sangu" (pak minta uang saku) smbil menyodorkan tangannya "gak wes dike'i ibukmu ta?" ( gak udah diberi ibukmu ta?) dini menggeleng, bude nur
Segera membuka dompetnya dan mengeluarkan lembaran warna ijo "20 ewu cukup?" (20rb cukup?) kata bude nur, dini segera menyahutnya sambil berkata "kurang sakjane" (kurang seharusnya)
"heh wes dike'i gak matur suwun malah ngunu" (heh uda diberi gak terima kasih malah gitu)
Kata bapaknya, dini langsung melengos dri keduanya dan berjalan tanpa berterima kasih, di dlam hatinya dini merasa ad yg tak beres dg mereka berdua, dini merasa sakit hati sekali, karna ibunya dirumah sedang sibuk dg segala kegiatannya tapi bapaknya malah enak²an bercanda
Dg wanita lain.
Sore hari, dirumah yg masih beralaskan tanah itu satrio duduk diatas kursi depan rumahnya "buk, mene isuk aku mole emak sakit, iki maeng dikandani mbak nur wonge pas tugas mrene" (buk, besok pagi aku pulang emak sakit, ini tadi dikasih tau mbk nur orangnya pas
Tugas kesini) "walah kog ndadak seh mas, jahitanku durung mari sisan, yoopo mbayare dini iki mene nek sampean g kerjo" (walah kog ndadak seh mas, jahitanku belum selesai, gmna bayarnya dini ini kalo kamu g kerja)
"yo disemayani ae lah, kyok biasae"(ya ditunda aja lah,kyk biasnya
Udin berangkat pagi² dg mobil box berisi seluruh peralatan kerjanya bersama beberapa orang temannya menuju ke desa seberang, sampai disana udin segera menaiki tiang listrik yg perlu diperbaiki, tepat diatas tiang udin melihat kebawah jlan tepatnya di seberang jalan, ada dua orang
Yg mereka kenal tengah berjalan sambil bercanda dan akan memasuki hotel, dia memicingkan matanya sekali lagi utk memperjelasnya "Asu! Lanangan taek" (asu! Lelaki tai)
Udin bergegas turun dari tiang,dua teman dibawahnya keheranan "leh lapo awakmu mudun?" (loh knpa kamu turun?)
"sepurane sirahku nguwelu, timbang semaput nang ndukur aku mudun ae" (maaf kepalaku pusing, daripada aku pingsan diatas mending aku turun saja)
Keduanya temannya mengangguk "ywes tak ngopi sek yo" (yaudah tak ngopi dulu ya) smbil melambaikan tangan udin segera menyebrang jalan
Tanpa diketahui temannya udin telah menyembunyikan sebuah pisau di belakang bajunya, udin menoleh ke sebuah warung soto kemudian meminta jeruk nipis "pak aku oleh njaluk jeruk'e titik ta, sirahku ngelu tak cokote cek melek mripatku" (pak aku boleh minta jeruknya ta, kepalaku
Pusing tak gigite biar melek mataku) penjual itupun segera memberi udin sepotong jeruk nipis dan udin segera memasuki hotel tadi, melihat tubuh kekar satrio dari belakang udin segera bersembunyi di balik dinding,membiarkannya masuk ke kamarnya dulu,sesaat udin diam dan memejamkan
Mata, berusaha mengatur nafasnya karna amarah yg dipendamnya, tk disangka kakaknya sendiri mbak nur telah berbuat seperti ini dg adik iparnya, mungkin karna telah menjanda 5th mbak nur yg masih terlihat cantik itu merasa kesepian, karna pekerjaannya sbg PNS mbak nur slalu menjaga
Penampilannya, tiap bulan mbak nur ke salon utk mempercantik dirinya, jdi meski umurnya sudah tak muda dia tidak terlihat tua sama sekali,dan satrio yg tiap hari bertemu dg ifah yg acak²an mungkin muak dg istrinya itu,sebenarnya ifah juga tak kalah cantik hanya tidak terawat saja
Setelah merasa agak tenang udin segera mendobrak kamar mereka, disana udin mendapati mereka sudah telanjang bulat dan kaget "iki ta emakmu sing loro iku? Jancok koen! Mbak nur koen kog ga isin ngelakoni iki awakmu gendeng ta! Asu koen karo!!" (ini ta emakmu yg sakit itu? Jancok
Kamu! Mbak nur kamu kog ga malu nglakuin ini kamu gila ta! Asu kalian berdua!!)
Tanpa babibu udin langsung menghunuskan pisau nya, mbk nur berteriak "din ojok gendeengg!!" (din jangan gilaaa!!)
Dari belakang udin tanpa disangka dini menyahut pisau dari tangan pak de nya dan
Langsung menggorok leher mbk nur, satrio menganga melihat anaknya setega itu,udin pun tak kalah kagetnya langsung mengambil pisau dari tangan dini "nduk ngawur koen!iku bude mu" (nak ngawur kamu! Itu bude mu)
Kata satrio,dini malah tersenyum puas melihat bude nur mati ditanganya
Udin yg melihat mbak nur tergeletak bermandikan darah langsung menghampirinya dan meneteskan jeruk nipis di darahnya.
Satrio duduk berjongkok sambil memeluk dirinya sendiri, bingung dn takut atas apa yg telah terjadi,beberapa pengunjung hotel lain masuk ke kamar itu dan berteriak
Sadar bahwa dirinya yg memegang pisau, udin segera berlari dan menarik tangan dini, tak berselang lama polisi datang dan segera melakukan pencarian, hanya butuh satu jam saja udin sudah tertangkap di rumahnya sendiri, ifah yg tak tau apa² berusaha menarik² kakaknya dari tangan
Polisi "kakak saya salah apa pak? Jangan pak!"
"pak udin sudah terbukti membunuh kakaknya sendiri mbak nur, banyak saksi nya disana buk"
Deg... Jantung ifah serasa berhenti berdetak, dan saat itu juga ifah melepaskan tangan udin "dini dimana buk? Dia juga saksi harus ikut kami
Ke kantor sekarang" dari belakang rumah dini keluar dan menghampiri ibuknya "ibuk tenang ae yo"
"din awakmu kog isok ero iki yoopo ceritane?" (din kamu kog bisa tau ini gimana ceritanya?)
Dini tak menjawab apa² dan segera ikut polisi bersama dg pakde nya, udin.
Sesampainya di kantor polisi, dini melihat bapaknya sudah ada disana, mereka digabungkan jadi satu dlm sebuah ruangan dan kemudian menanti utk dipanggil secara bergiliran "Wes ga usah ngomong aneh², waraen nek aku sing mateni mbak Nur,aku bukane mbelani awakmu trio, malah nek iso
tak pateni sisan raimu iku!! Iki demi Dini anakmu" (wes ga usah bilang aneh², bilang saja kalo aku yg bunuh mbak Nur, aku bukannya belain kamu trio, malah klo bisa kubunuh juga kamu itu!!) sahut udin seketika "Sepurane sing uwakeh cak, kog alibine nang aku jelas tk serahno awakku
dewe iki" (maaf bnget cak, kalo alibine di saya jelas tak serahkan diriku ini)
Dini hnya diam, takut, sedih dan tak menyangka atas apa yg telah dilakukannya, di satu sisi Dini menyesal tapi di sisi lain Dini lega telah membunuh wanita perebut ayahnya itu, sebenarnya Dini sudah
sering mendapati bapaknya bersama bude Nur, terkadang bude nya itu minta diantar pulang ke rumahnya di desa seberang, dan bpk dg senang hati mengantarnya sembari beralasan ingin menjenguk emaknya yg rumahnya tak jauh dari rumah bude Nur, tapi Dini tau bahwa itu hanyalah alasan sj
Pernah juga di warung bakso, saat Dini bersama teman² sekolahnya salah satu temannya, Rania menunjuk ke satu meja dibelakangnya, saat Dini menoleh dia melihat bpknya sedang suap²an dg bude nya itu, seketika panas hati Dini langsung meninggalkan warung, benar² memalukan pikirnya
Sering terbesit di kepala Dini utk menghabisi nyawa bude Nur, dia berpikir bude nya hnyalah seorang janda dan tinggal sendiri, sedangkan anak satu satunya, mas Aldi sedang kuliah sambil kerja di kota Ma**** tak mungkin ada yg memperhatikannya.
Kini semua jadi nyata, Dini sudah
Benar² melakukannya, tanpa pikir panjang lagi.
Isakkan tangis terdengar di seluruh penjuru rumah mbak Nur, mayatnya sudah selesai dikafani dan segera dimakamkan, hanya menunggu kedatangan putranya Aldi saja.
"Fah, iki yoopo seh ceritane kog smpik koyok ngene?" (fah, ini gimana
sih ceritanya kog sampe kayak gini?) tanya mbk ida istri cak udin sambil sesenggukan
"Aku yo g ngerti mbak perkorone opo kog isok cacak iku mateni mbk Nur" (aku ya g ngerti mbk masalahnya apa kog bisa mas itu bunuh mbk Nur)
"Ngene iki raiku tak deleh endi fah? Ya Allah.."
(gini ini muka ku tak taruh dimana fah? Ya Allah..)
Tiba² Aldi datang sambil marah² memanggil manggil nama pamannya, Udin
"Man, rinio nek wani gelut karo aku ojok wanie karo wong wedok!! " (Man, kesini kalo berani gelut sama saya jgn cuma berani sama wanita!!)
Warga segera menenangkan Aldi, memeganginya dan menjauhkan Aldi dari keramaian, pak mudin berusaha mendinginkan amarah Aldi "Wes ta di, ayo dimarekno sek kewajibane kene gae ibuk mu, sakno mayite wes ngenteni awakmu ket maeng" (udahlah di, ayo diselesaikan dulu kewajiban kita
Buat ibumu, kasihan mayitnya uda nunggu kamu dari tadi)
Aldi pun mengangguk berusaha menahan amarahnya, setelah semua selesai polisi mendatangi rumah mbk Nur, menjelaskan semua kronologi nya, semua terlihat tak percaya atas apa yg terjadi.
Aldi merasa malu atas kelakuan ibunya
Ifah pun semakin tersedu sedu mendengarkan penuturan polisi, sakit hati ifah dg semua kelakuan suami dan kakaknya,
"Dengan demikian pak Udin sudah kami tetapkan sbg tersangka dan masuk ke sel tahanan, mohon pengertiannya, terima kasih"
Mbak Ida merasa cukup bangga karna baginya
apa yg dilakukan suaminya memang benar meski dg jalan yg salah, Aldi mengiyakan dan meminta maaf kepada seluruh keluarganya.
Dini sudah diperbolehkan pulang bersama bapaknya, dlm perjalanan Dini hanya membuang muka pada bapaknya, bapaknya pun kebingungan entah apa yg akan
Dijelaskan nanti pada istrinya, Ifah.
Pukul 12 mlm Dini baru bisa terlelap, dlm mimpinya Dini bertemu dg bude Nur smbil terus mengatakan "Perih.. Perih.." Dini pun terbangun dg keadaan pucat dan bermandikan keringat, dia melihat keadaan sekitar, hnya kesunyian yg ia rasakan
Dini mencoba tidur kembali, dan mimpinya terus berulang ulang sampai pagi menjelang.
Pagi nya Dini yg mau berangkat sekolah mendapati bapak dan ibuknya bertengkar hebat, adiknya dika menangis menjerit melihat mereka berdua, Dini segera menggendongnya keluar rumah dan menitipkanya
Pada bude Ida, "Wes nduk budalo sekolah, ga usah ngurus wong tuo mu, ibukmu bakal tak belani, bapakmu iku ancen asu! Gak usah mikir" (udah nak berangkat sekolah saja, g usah ngurus orng tua mu, ibumu bakal tak belain, bpkmu itu memang anjing! Gak ush mikir) kata bude Ida
Di penjara Udin selalu melamun, teman se selnya irwan selalu mengajaknya berbicara agar tak semakin bengong, "Kamu baru beberapa hari disini udah kayak orang stres saja, aku nih uda 2th enjoy² aja, udah garis kita disini bang, jalanin aja" kata irwan dg logat medan nya
Udin hanya tersenyum, bagaimana tidak, setiap malam Udin tidur dia selalu melihat mbak Nur datang dan mengucap kata "Perih.. Perih.." dan berulang ulang, sampai Udin takut utk memejamkan mata.
Tak disangka hal yg dilakukannya benar² terjadi,konon kata orang bila darah orang mati
Diberi perasan jeruk nipis maka roh nya akan terus bergentayangan, awalnya Udin berniat utk membunuh satrio agar mati nya tak tenang, pisau nya pun sudah dibaluri dg jeruk nipis, tapi rencana nya berubah oleh kedatangan Dini yg malah membunuh kakaknya sendiri, Udin faham karna
Semua orang sudah membicarakan perselingkuhan satrio dan mbak Nur, jelas Dini juga mendengarnya, dan tak mungkin bagi Dini membunuh ayahnya sendiri.
Hampir tiap malam Udin dan Dini tak pernah tidur dg tenang, kegelisahan terus menyerang, Dini semakin kurus dan tidak terawat
hingga suatu malam Dini mendengar suara tangisan adiknya di dlm rumah, Dini keluar kamar dan melihat Dika sendiri duduk smbil menunjuk² sesuatu, saat Dini melihat apa yg ditunjuk Dika betapa terkejutnya Dini melihat arwah bude Nur dg kepala miring dan hampir jatuh berkata
"Perih nduk..perih.."
Seketika Dini pingsan, besoknya teman² Dini menjenguknya karna khawatir akan keadaan Dini belakangan ini, Rania bertanya "Din awakmu iki sakjane mikirno opo seh? Pelakor e ibukmu yo wes mati, kog awakmu malah ga tenang ngene seh" (din kamu ini sebenarnya
mikirin apa sih? Pelakornya ibumu jg udah mati, kog kamu malah ga tenang gini sih)
Dini pun menangis sejadi jadinya, kemudian menceritakan semuanya kepada teman² nya,
"La ngunu awakmu kog ga cerito nang ibukmu, ngomongo ben oleh dalan keluare" (la gini kamu kog g cerita ke ibumu
bilango biar dapat jalan keluarnya)
Sepulang teman² nya Dini memberanikan diri utk bercerita ke ibunya, Ifah tak percaya atas apa yg Dini ceritakan "Ya Allah nduk, ngene iki lak sakno pakde mu Udin, ga salah opo² malah kenek imbase" (ya Allah nak, kalo gini kan kasihan pakde mu
Udin, ga salah apa² malah kena imbasnya)
"Terus aku kudu yoopo buk, ben arwahe bude Nur ga nganggu aku terus?" (terus aku harus gimana buk, biar arwahe bude Nur ga ganggu aku terus?)
"Engkok melok aku nang cak kharis, wonge pasti ngerti masalah ngene iki" (nanti ikut aku ke cak
Kharis, orangnya pasti tau masalah gini ini)
Udin yg tengah tertidur tiba² terganggu suara Irwan yg ngoceh gak jelas dg bahasa jawa "Loh awakmu isok boso jowo ta wan?" (loh kamu bisa bahasa jawa ta wan?)
Irwan langsung menoleh ke Udin sambil memiring miringkan kepalanya lalu
Tersenyum "Din, perih..din.. Perih.. " Udin langsung terduduk dan mundur ke belakang tembok "Ampun mbak Nur, sepurane sing wakeh" (ampun mbk Nur, maaf sekali) pinta Udin smbil gemetaran dan terus merapat ke tembok, Irwan pun langsung menerkam Udin dan mencekik kepalanya,
Udin berusaha berteriak memanggil penjaga, beruntung ada polisi yg sedang tugas berkeliling, Udin pun selamat dan Irwan langsung pingsan.
Satrio sudah tak betah tinggal dirumahnya, tiada hari tanpa bertengkar dg istrinya, apalagi melihat wajah Dini, membuatnya bergidik ngeri
kala mengingat dia yg telah membunuh mbak Nur, hampir tak percaya kalau Dini adalah anknya sendiri, sore itu juga satrio memutuskan untuk pulang kerumah emaknya, saat hmpir sampai dia melewati rumah mbak Nur yg sepi karna tanpa penghuni, dia menoleh sesaat, dan tiba² melihat
Penampakan mbak Nur di depan rumahnya, satrio kaget motornya pun oleng dan terjatuh dg sendirinya, sebelum berusaha bangkit tiba² saja truk gandeng dibelakangnya langsung melindas kepalanya, hancur, berantakan dan tak berbentuk.
Sore itu juga Dini dan ibunya menemui cak Kharis
dan menceritakan kejadian yg Dini alami, cak Kharis hanya manggut² dan bertanya pada Dini "ladeng sing mbok gawe mateni saiki nandi?" (pisau yg kmu pakai mbunuh sekarang dimana?)
"Kulo pendem ten wingkinge umah, di kenken pakde Udin niku wingi" (aku pendam di belakang rumah,
disuruh pakde Udin itu kemarin)
"gowoen mrene, tukokno kembang pitu rupo ambek madu, ojok suwe² pumpung durung kasep" (bawa kesini, beliin bunga tujuh rupa dan madu, jgn lama² keburu telat)
Dini pun segera menggali tanah belakang rumahnya, dan mengambil pisau yg ia bungkus dg
plastik, nampak jelas masih tersisa noda darah yg sudah mengering di bagian tajamnya, tak lama² Dini dan ibunya segera memberikannya pada cak Kharis,
Beliau memandikan pisau tersebut dg bunga dan madu yg sudah dibeli ibu Dini, sambil membacakan sesuatu yg entah apa, Dini hanya
Diam dibelakangnya, sampai tiba² terlihat asap mengepul memenuhi ruangan dan mulai terlihat jelas arwah mbak Nur datang dg tersenyum, cak Kharis pun berkata "Wes yo mbak, sampean sing tenang nang kono, keluargae sampean wes pdo ikhlas lan ndungakno mugi khusnul khotimah, sampean
yo kudu ikhlas" (sudah ya mbak, kmu yg tenang disana, keluargamu uda ikhlas dan mendo'akan semoga khusnul khotimah, kmu juga harus ikhlas)
Berakhirnya kalimat cak Kharis mbak Nur pun pergi menghilang.
"Alhamdulillah din, saiki tugasmu kari siji mbebasno pakde mu teko penjara"
(alhamdulillah din, skrg tugasmu tinggal satu bebaskan pakde mu dari penjara)
Dini dan ibunya menangis sambil berpelukan kemudian berterima kasih pada cak Kharis dan berpamitan pulang.
Sesampainya dirumah mereka dikejutkan kabar kematian satrio yg tak terduga, "Iki wes dalane
Bapak buk, ikhlasno yo buk" (ini udah jalannya bapak buk, ikhlaskan ya buk) kata Dini kepada ibunya yg menangis sesenggukan.
Besoknya Dini sudah bertekad utk membongkar semua rahasianya ke kantor polisi, karna Dini masih dibawah umur,akhirnya Dini hanya mendapatkan rehabilitasi
Pakde nya pun sudah bebas tanpa syarat.
"Suwun yo din, saiki bapakmu yowes oleh ganjarane, mugi uripmu lan ibukmu tambah tenang" (terima kasih ya din, skrg bapakmu sudah dapat ganjarannya, moga hidupmu dan ibumu tambah tenang) kata pakde Udin
Dalam seminggu Dini 3 kali ke pusat rehabilitasi, disana ada anak yg tak suka dengannya, dan saat tak ada seorangpun dalam ruangan dini menancapkan bulpen yg ia genggam ke leher temannya itu.
Bibirnya tersenyum sinis kemudian keluar ruangan dan membuang bulpennya ke tempat
Pembakaran sampah lalu pergi menghilang.
TAMAT
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Hari ini, saat senja menampakkan keindahan warnanya, gabungan indah antara oranye dan kelabunya awan menjadi saksi pernyataan kisah cintaku dengan Mas Dharma. Diiringi dingin angin semilir pegunungan Kani, menambah kesan dramatis peristiwa ini.
Kami dalam perjalanan pulang dari Pesarean gunung Kani. Di dalam mobil sport putih aku duduk di kursi depan sebelah kemudi, menopang daguku memandang keindahan kota Madang, hijab unguku berkibar mengalun-alun seiring hembusan angin, menerpa wajahku yang hitam manis.
👨 : "Bro, kenapa ya akhir-akhir ini aku merasa istriku tak lagi secantik dulu, tak sexy, tak menggairahkan."
👦 : "Jangan-jangan kamu ada main sama wanita lain, ya?"
👨 : "Nggak lah, cuman aku merasa lebih bergairah jika melihat wanita lain, tuh istri tetangga baru kita beniiing banget, beruntung banget lah itu suaminya."
👦 : "Itu karena kamu tiap hari melihat istrimu, secantik dan setampan apa pun pasangan, bila disuguhkan pandangan yang sama setiap hari pasti akan terasa pudar."
👨 : "Ah, masak sih? Padahal istriku udah kupenuhi dengan segala make up dan skin care yang bagus loh.
Kutertawa sendiri memandangi layar ponsel di genggaman tangan. Membaca komen dari kawan-kawan di grup aplikasi hijau, saling berbalas dengan candaan yang semakin seru. Mood-ku tetiba hilang saat Fitri, anak semata wayangku
yang berusia tiga tahun merengek di sebelahku. Ia meminta makan, padahal baru sejam yang lalu aku baru menyuapinya. Dengan wajah kesal kuambil roti sobek cokelat di atas nakas sebelah ranjang.
Lantas, melanjutkan aktivitasku mengintip obrolan. Sebab, aku tak mau ketinggalan jauh, sembari kembali merebahkan diri di kasur.
Tiga bulan sejak di PHK dari pabrik kemasan, aku mulai berusaha mencari pekerjaan baru. Namun, hingga sampai saat ini aku masih juga menjadi pengangguran. Uang pesangon yang hanya 15 juta nyatanya sudah hampir habis.
Namaku Fendy, lelaki 30 tahun. Istriku adalah seorang guru sekolah swasta yang gajinya nggak sampai sejuta. Aku tak mempermasalahkannya, karena bagiku menjadi seorang guru adalah sebuah tugas mulia, apalagi istriku sangat menyukai anak-anak.
Seorang gadis yang rela menikah dengan sahabat sang ayah, demi baktinya untuk membayar hutang ayahnya, hingga ia harus rela kehilangan janin yang belum sempat dilahirkannya untuk dijadikan tumbal.
Malam ini dengan jengkel tapi pasrah aku menuruti keinginan ayah untuk menikah dengan lelaki tua itu, dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak lelaki yang sebaya denganku.
Yah ... Aku akan menjadi madu untuk istri pertamanya.
Aku Ani, bulan agustus ini umurku memasuki usia 19 tahun, kulitku kuning langsat, rambut sedikit ikal dan badanku lumayan berisi dengan tinggi yang lumayan semampai, hidungku tak begitu mancung dan ada tahi lalat di sisi kanan nya, kata Ibuku tahi lalat di hidung adalah