👨 : "Bro, kenapa ya akhir-akhir ini aku merasa istriku tak lagi secantik dulu, tak sexy, tak menggairahkan."
👦 : "Jangan-jangan kamu ada main sama wanita lain, ya?"
👨 : "Nggak lah, cuman aku merasa lebih bergairah jika melihat wanita lain, tuh istri tetangga baru kita beniiing banget, beruntung banget lah itu suaminya."
👦 : "Itu karena kamu tiap hari melihat istrimu, secantik dan setampan apa pun pasangan, bila disuguhkan pandangan yang sama setiap hari pasti akan terasa pudar."
👨 : "Ah, masak sih? Padahal istriku udah kupenuhi dengan segala make up dan skin care yang bagus loh.
Tapi kog perasaan biasa aja ya, nggak ada perubahan!"
👦 : "Asal lu tau aja bro, bagiku istrimu nampak lebih cantik dan bohay dari pada istriku sendiri." ( nahan tawa 🙊 )
👨 : "Eh, lu jangan kurang ajar ya!"
👦 : "Ya, emang seperti itu bro, terkadang istri orang terlihat lebih seger dibanding istri sendiri, sapa tau tetangga baru kita itu juga naksir sama istrimu. Hati2 loh! Hehe ...."
👨 : *garuk2 kepala sambil manggut2* "Bisa jadi sih ...."
👦 : "Jaga baik-baik pasangan kita, sebelum di cucuk karo wong liyo! Pancen wes jamane, nek bojone uwong luwih bening ketimbang bojone dewe!"
👨 : 😬😆😆😆
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Hari ini, saat senja menampakkan keindahan warnanya, gabungan indah antara oranye dan kelabunya awan menjadi saksi pernyataan kisah cintaku dengan Mas Dharma. Diiringi dingin angin semilir pegunungan Kani, menambah kesan dramatis peristiwa ini.
Kami dalam perjalanan pulang dari Pesarean gunung Kani. Di dalam mobil sport putih aku duduk di kursi depan sebelah kemudi, menopang daguku memandang keindahan kota Madang, hijab unguku berkibar mengalun-alun seiring hembusan angin, menerpa wajahku yang hitam manis.
Kutertawa sendiri memandangi layar ponsel di genggaman tangan. Membaca komen dari kawan-kawan di grup aplikasi hijau, saling berbalas dengan candaan yang semakin seru. Mood-ku tetiba hilang saat Fitri, anak semata wayangku
yang berusia tiga tahun merengek di sebelahku. Ia meminta makan, padahal baru sejam yang lalu aku baru menyuapinya. Dengan wajah kesal kuambil roti sobek cokelat di atas nakas sebelah ranjang.
Lantas, melanjutkan aktivitasku mengintip obrolan. Sebab, aku tak mau ketinggalan jauh, sembari kembali merebahkan diri di kasur.
Tiga bulan sejak di PHK dari pabrik kemasan, aku mulai berusaha mencari pekerjaan baru. Namun, hingga sampai saat ini aku masih juga menjadi pengangguran. Uang pesangon yang hanya 15 juta nyatanya sudah hampir habis.
Namaku Fendy, lelaki 30 tahun. Istriku adalah seorang guru sekolah swasta yang gajinya nggak sampai sejuta. Aku tak mempermasalahkannya, karena bagiku menjadi seorang guru adalah sebuah tugas mulia, apalagi istriku sangat menyukai anak-anak.
Seorang gadis yang rela menikah dengan sahabat sang ayah, demi baktinya untuk membayar hutang ayahnya, hingga ia harus rela kehilangan janin yang belum sempat dilahirkannya untuk dijadikan tumbal.
Malam ini dengan jengkel tapi pasrah aku menuruti keinginan ayah untuk menikah dengan lelaki tua itu, dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak lelaki yang sebaya denganku.
Yah ... Aku akan menjadi madu untuk istri pertamanya.
Aku Ani, bulan agustus ini umurku memasuki usia 19 tahun, kulitku kuning langsat, rambut sedikit ikal dan badanku lumayan berisi dengan tinggi yang lumayan semampai, hidungku tak begitu mancung dan ada tahi lalat di sisi kanan nya, kata Ibuku tahi lalat di hidung adalah
*menggebrak meja*
"Aku iki wes usaha! Tapi gak mbok regani blas, prasamu aku gak ngempet sembarang kalir ta?! "( aku ini udah usaha! Tapi tidak kau hargai sama sekali, pikirmu aku gak mendam semuanya ta?!)
Satrio membelakkan matanya di depan istrinya sembari berkacak pinggang
Ifah sang istri menangis tersedu sedu sambil menggendong anaknya yg masih berumur 2th
"lha prasamu aku yo gak usaha ta? Sambil nggendong aku mumeti kampung dolek permak an klambi" (lha pikirmu aku ya tidak usaha apa? Sambil nggendong aku keliling kampung cari permak an baju)