2003

Hari itu, aku memiliki kesempatan untuk berkunjung ke rumah salah satu kawan lama. Rumahnya berada tak jauh dari tepi pantai. Kawanku ini Jupri namanya. Kebetulan selepas SD, dia memilih mengikuti jejak bapaknya yang bekerja sebagai nelayan tradisional.
Kebetulan sekali, saat aku berkunjung ke rumahnya Jupri sedang merancang jadwal melaut yang rencananya akan dimulai sore hari. Aku yang belum pernah sekalipun ikut aktifitas melaut merasa perlu menjajal tantangan.Setelah menyesap segelas kopi dan menandaskan sepiring tahu goreng,
Jupri dan Bapaknya, kemudian mengajaku segera ke pesisir.Jupri membungkus tiga porsi nasi dengan lauk telur ikan, sambal kecap yang sudah dibungkus dan dadar jagung. Tak lupa dua botol besar air putih bermerk yang isinya sudah diganti dengan air matang ikut dibawa.
Kita bertiga kemudian berlari menuju pesisir.
"Tenang wes siap ta melu golek iwak (beneran sudah siap ikut cari ikan?)" tanya jupri sambil menenteng kresek .
"Wes lah Jup, tenang ae. Gak bakal ngrepoti aku (sudah lah Jup, tenang saja. Tidak mungkin ngrepoti aku)"sahutku sambil menepuk pundak Jupri.
Sebenarnya Jupri sudah menawariku untuk tidur saja di rumahnya. Karena mereka melaut tidak lama. Paling lambat, Subuh mereka sudah merapat lagi ke Pantai. Tapi aku yang tidak mau kehilangan pengalaman memilih untuk tetap bisa ikut.
Di Pantai, dua orang lainya sudah terlihat menunggu. Namanya Pak Saleh dan Sarawi. Keduanya ini memang grup yang biasa diajak Jupri dan bapaknya saat melaut. Tak butuh waktu lama, keempat orang itu tanpa aku langsung mendorong satu perahu dari pinggiran.
Tak sampai lima menit, aku mengikuti jejak keempat orang itu berlompatan ke atas perahu.

Sore itu langit tampak cerah. Dengan dorongan mesin, sesaat perahu sudah melesat mendekati tengah lautan. Tampak ada satu dua kapal serupa yang juga ikut melaut sore itu.
Sesampainya di tengah, Jupri langsung membuka layar. Untuk mengirit BBM, kapal dengan dua kitiran yang kita naiki ini didorong dengan tenaga angin.

Di atas kapal orang-orang mulai menyiapkan peralatan untuk menangkap ikan.
Jupri dan Bapaknya tampak dengan teliti memisahkan jaring yang bergulung digeladak kapal. Aku yang baru merasakan naik kapal sampai tengah memilih menyingkir agar tidak mengganggu orang-orang yang sedang bekerja.
Kunyalakan rokok yang kubawa dari tadi disakuku, sambil menikmati angin laut yang menampar halus. Kulihat ke belakang. Jupri sudah mulai menebar jala dibantu tiga orang lainya. Setelah habis sebatang rokok. Aku ikut membantu Jupri mengurusi jala ikan.
Tapi sayang, sore itu sepertinya kita kurang beruntung. Empat kali menebar jala, hanya dua ember ikan tenggiri yang bercampur dengan ikan teri yang didapat. "Kudu pindah iki Leh. Ngetan maneh (harus pindah ini Leh. Ke timur lagi)" kata Bapak Jupri ke Pak Saleh.
Akhirnya kapal perlahan bergeser lebih ke timur. Wilayah ini katanya lebih banyak ikanya. Jupri menghidupkan mesin untuk mendorong kapal lebih cepat. Perairan timur ini tampak lebih tenang. Tak terlalu jauh dari Pulau yang menjadi bagian dari taman nasional.
Pak Saleh dibantu Jupri kemudian kembali menebar jala. Tak sampai sejam, ternyata memang banyak ikan yang menyangkut di jaring. Empat kali lebih banyak dari yang kami dapat di tengah lautan tadi. Sebelum hari semakin gelap, Jupri membuka bekal kami tadi siang.
Bapak-bapak yang lain juga membawa bekal yang sama.Aku yang pertama menikmati pengalaman ini menjadi yang paling lahap makan.Karena nasi yang dibungkus kertas minyak sudah dilapisi daun pisang,semuanya terasa masih segar.Segera kukunyah nasi bercampur telur ikan dan sambal kecap.
Tak butuh waktu lama, sebungkus nasi yang sebenarnya cukup banyak itu langsung kandas. Semua makanan memang terasa enak saat dimakan di tengah lautan. Kopi yang disimpan di termos menutup menu makan sore itu.
Bapak Jupri mengatakan akan menjaring beberapa kali lagi sebelum pulang.Karena biasanya jam-jam setelah magrib terkadang banyak cumi-cumi di sekitar perairan itu. Semua sisa makanan kembali dibungkus, hanya punyaku yang tak bersisa.
Setelah makan, Jupri kembali menebar jala. Sekitar tiga kali sebaran, tiba2 jala terasa berat. Aku sampai ikut turun tangan menarik jala. Bapak Jupri memberi komando agar jala ditarik pelan2. Supaya tidak sampai sobek.
"Entuk opo iki, iwak pe paling ya abot soale (dapat apa ini, jangan-jangan ikan pari berat soalnya)" Sarawi berteriak
Perlahan, jaring pun naik semakin ke atas. Di remang-remang cahaya matahari yang nyaris tenggelam,kita berlima penasaran dengan ikan macam apa yang tertarik jala
Awalnya terlihat segerumbul cumi-cumi seukuran jempol kaki orang dewasa yang terjaring

"Temenan kan, akeh cumi jam semene (benar kan banyak cumi-cumi jam segini)" Bapak Jupri bergumam sambil mengambil cumi cumi dengan tangan.
Tapi, di bawah cumi itu ternyata ada sesuatu yang lain. Dari teksturnya mirip dengan karang, Jupri lalu mengambil sentolop besar untuk melihat benda apa yang mereka tarik. Saat cahaya mengenai benda itu, terlihat sebuah batu yang mirip dengan patung.
Bentuknya lonjong memanjang, tapi ada ukiran yang menyerupai wajah dan tangan. Seperti bentuk wanita yang sedang menyusun tangan dengan posisi membekap.
"Reco pak ternyata, yaopo iki (patung ternyata pak, bagaimana ini)" celetuk Sarawi sambil berusaha menggendong patung seukuran buah blewah itu.

Pak Saleh yang melihat wujud asli patung itu, tiba-tiba berteriak membentak. Dia menyuruh Sarawi untuk melemparkan benda itu ke laut.
Sarawi sempat menimbang-nimbang,sampai akhirnya Pak Saleh mendorong tangan Sarawi dan membuat patung itu kembali masuk ke air.Sesaat sebelum patung tercebur,aku sempat melihat patung itu seolah mengedipkan matanya ketika cahaya senter yg dipegang Jupri masih menyorot patung itu.
"Weh weh, pertondo elek iki. Ojo sekali-kali dijupuk ngono iku. Tunggune banyu iku (Pertanda jelek ini. Jangan sekali-kali diambil kalau seperti itu. Itu penunggu air)" pak Saleh menasehati Sarawi.
Anehnya, tak lama setelah patung itu masuk ke air, cuaca yang awalnya tenang, tiba-tiba berubah.Ombak tiba-tiba mendadak berayung kencang. Hujan juga mulai turun dengan cepat.
Memang kita masih ada di tengah perairan, tapi ada dua pulau kecil sisi utara dan timur yang seharusnya bisa mengurangi angin. Jupri mulai mengakali mesin untuk mendorong kita menjauh, tapi berulang kali kapal seperti kembali lagi ke titik kita semula mencari ikan.
Perutku mulai bergejolak. Kapal yang tadi stabil, mendadak mengguncang gunjang. Muntah pertamaku mengucur keluar. Rasa pusing mulai melanda. Apalagi kapal tak kunjung berhenti tergoncang. Jupri tampak kawatir melihatku, tapi dia juga harus mengatur mesin kapal agar tak ngadat.
Pak Saleh dan Sarawi mulai sibuk mengambil ember kecil untuk membuang air dari lambung kapal. Dua menit kemudian, muntah kedua ku keluar. Daripada yang lain, aku memilih untuk memegangi badan kapal agar diriku tidak terlempar dari kapal.
Cuaca semakin menggila, di sela angin dan hujan deras aku malah muntah berkali kali. Aku pun memilih memeluk tiang kapal agar tak terjatuh. Sambil mengedip kedipkan mata yang dialiri air hujan, samar2 aku melihat ada seorang pria yang tiba-tiba berada di atas kapal kami.
Sepertinya hanya aku dan Jupri yang mengamati orang itu. karena di saat yang sama,semua orang masih sibuk mengakali agar kapal tak tenggelam. Orang itu diam saja. Pakaianya seperti nelayan umumnya. Dengan kaus polos kusam berwarna putih dan celana pendek berwarna coklat muda.
Tak jelas bagaimana bentuk wajahnya, karena penerangan saat itu hanya mengandalkan sentolop yang diapit ketiak Jupri dan kilat yang sesekali menyambar. Sisanya, buram dan nyaris gelap gulita.
Orang asing itu lalu tiba-tiba berdiri, seperti tak terpengaruh dengan kapal yang bergoncang kencang. Aku melirik Jupri dengan isyarat menanyakan siapa orang tua. Dengan tubuh menggigil sambil memegangi bodi mesin Jupri menggelengkan kepalanya.
Mendadak, orang asing itu melompat dari atas kapal. Lalu berlari sambil tertawa. Orang itu berlari di atas laut seperti orang yang berjalan di atas tanah. "Jup sopo kui juuuup (jup siapa itu jup)" spontan aku berteriak kencang setelah melihat orang itu berlari.
Baru setelah aku berteriak, Bapak Jupri dan dua orang lainya menoleh kepadaku. Pak Saleh lalu beranjak dari tempatnya. Di tengah suara ombak dan derasnya hujan, Pak Saleh menanyaiku. Aku menjawab dengan suara menjerit jerit, antara melampiaskan takut dan berbicara
Pak Saleh kemudian diam sejenak sambil memegangi tiang kapal yang kupeluk. Setelah memejamkan mata, Pak Saleh lalu beranjak dari tempatnya. Dia mendekati ember ikan yang ada di dekat Jupri. Hujan lebat dan ombak masih terus menggoyang kapal kami.
Tangan Pak Saleh mengaduk aduk empat ember besar. Sebagian cumi-cumi dan ikan tenggiri berjatuhan. Di ember keempat, Pak Saleh tampak mengangkat sesuatu. Dengan cepat benda itu dilemparkanya ke lautan. Tak jelas benda apa itu
Aku masih sempat muntah lagi setelah Pak Saleh membuang benda dari ember itu. Tubuhku terasa semakin lemas, Sarawi yang tampak kasihan melihatku lalu mengambil botol air minum dan memberikanya kepadaku. Lidahku sudah terasa pahit sekali karena berulang kali muntah.
Beberapa menit kemudian, cuaca mendadak berubah drastis. Hujan deras perlahan menghilang. Begitu juga ombak kencang yang berangsur memelan. Sinar rembulan tipis yang tadi tak tampak mulai sedikit memberi penerangan.
"Recone enek sing katut mau siji, makane tunggune ngamuk (patungnya ada yang terbawa satu tadi, makanya penunggunya marah)" kata Pak Saleh sambil duduk di sampingku. Aku yang benar-benar sudah mabuk laut berat, hanya bisa bisa diam.
Di satu sisi muncul ketakutan, tapi di sisi lain badanku benar-benar tidak enak. Aku masih memikirkan apa yang barusan terjadi. Jupri yang kawatir dengan wajahku yang katanya pucat kemudian memijat-mijat tengkukku.
"Mariki balek Yud, wes gak bakal enek opo opo maneh (habis ini pulang Yud, sudah tidak akan ada apa-apa lagi)" Jupri berbicara di sampingku.

Mesin kapal lalu dinyalakaan lagi. Perlahan, kapal mulai berjalan menuju arah kita datang tadi.
Pak Saleh ku lihat sempat melemparkan sesuatu. Sekilas seperti sebuah bungkusan yang berisi bunga dan tanah. Baru sekitar dua menit berjalan, aku yang meringkuk di dekat mesin menangkap sebuah cahaya hijau di tengah laut. Jaraknya sekitar 50 meter dari kapal
Alur kapal memang tak searah dengan cahaya itu, tapi aku bisa melihat cahaya itu seolah semakin mendekat. Ketika jaraknya tersisa sekitar 15 meter, aku kembali harus melihat pemandangan yang selama ini tak pernah aku bayangkan.
Ada seorang wanita yang duduk di atas cahaya itu, seolah2 dia duduk di atas sebuah lantai. Wajahnya manis, khas wajah perempuan Jawa. Dari cahaya hijau, aku melihat rambut panjangnya yang terurai, hidung mancung dan senyum yang membuatku seperti terhipnotis.
Wanita cantik itu menyisir rambutnya dengan jemarinya. Matanya yang lebar indah terus menatapku. Aku terpana. Mataku sama sekali tak bergeser dari wanita itu,sampai kemudian Pak Saleh menempeleng pipiku.
Seketika aku seperti tersadar, sambil melotot melihat ke arah mata Pak Saleh.
"Ojo diwasi. Wes meneng ae, opo pengen ra mulih (jangan dilihat, sudah diam saja. Apa mau tidak pulang)"bentak Pak Saleh.
Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku, sambil mengusap wajah aku coba kembali melirik ke tempat wanita tadi berada. Cahaya hijaunya perlahan meredup,aku hanya bisa melihat ada sebuah ekor panjang mirip ekor ular tapi dengan sisik ikan masuk ke dalam air.
Seakan percaya aku mengucek mataku lagi, dan semuanya ternyata sudah hilang. Setelah itu, tak ada pembicaraan lagi di atas kapal. Sampai akhirnya, sekitar pukul 2 malam kapal kami mulai sampai ke Pantai tempat tinggal Jupri.
Sebelum turun, Pak Saleh menyuruhku meminum air laut yang sudah diwadahinya ke dalam gelas kopi. Meskipun tak tahu apa gunanya, aku menurut saja. Kata Pak Saleh, itu untuk mengurangi efek mabuk.
"Jogo-jogo ben awakmu gak ditutno dek, sepurane yo mau tak kaplok. Soale awakmu wes kate njebur neng segoro (jaga-jaga supaya kamu tidak diikuti dek, maaf tadi aku tampar. Soalnya kamu sudah mau masuk ke laut)" kata Pak Slamet sambil memanggul ember ikan.
Setelah hari itu aku tak berani lagi ikut melaut bersama Jupri. Meskipun dia mengatakan, tidak selalu ada gangguang seperti malam itu, tapi tetap saja menurutnya kejadian seperti itu atau bahkan lebih bisa terjadi kapanpun.

Selesai.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Fredyaspiree

Fredyaspiree Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @fredyraskin

11 Dec
Itu Kursiku

- Kalau ada kursi di rumah kosong, biarkan saja. Jangan dipindah!

@ceritaht
@BacahorrorCom
@IDN_Horor
@cerita_setann
@FaktaSejarah
@threadreaderapp

#bacahorror #ceritahoror #bacahoror #kisahhoror
Sementara belum ada cerita panjang, narasumbernya masih belum lengkap. Jadi diceritain cerita singkat dari pengalaman salah satu teman dulu ya. Semoga menghibur penggemar kisah horor.

Bismillah
2014.

Di dekat rumahku ada sebuah rumah tua.Dulunya rumah itu adalah milik slah satu orang kaya. Ada dua rumah yang digandeng mnjadi menjadi satu bagian.yg di depan dijadikan toko sembako,dan yg sebelah dijadikan rumah. Tapi sejak sepuluh tahun lalu, rumah itu dibiarkan kosong.
Read 34 tweets
7 Dec
Arek Kobong

- Berdasarkan cerita nyata
"dia yang pertama menempati dan enggan pergi"

@ceritaht
@bacahorror
@IDN_Horor
@cerita_setann
@cerita_setann
@FaktaSejarah
@threadreaderapp

#bacahorror #ceritahoror #bacahoror #kisahhoror Image
Cerita ini terjadi sudah cukup lama, tapi sepertinya sampai saat ini 'dia' yg ada dalam cerita ini masih ada di sana. Dan tetap enggan pergi.

saya ambil sudut pandang pemilik cerita dalam kisah ini
1995

Ini adalah tahun pertama aku mengikuti suamiku berpindah setelah tinggal di kota tempat asalku. Pekerjaan suamiku yg mewajibkan pegawainya terus mengalami rotasi penempatan kerja membuatku harus ikut kali ini. Kota tujuanya, sebuah kabupaten yg ada di tengah Jawa Timur
Read 96 tweets
4 Dec
kisah ini saya ambil dari kejadian yg menimpa salah satu tetangga yg masih memiliki hubungan keluarga dg saya. Sampai hari ini saya berpikir, kenapa sebuah kesalahan kecil berujung kematian. Saya tulis singkat.

Bismillah
Kumandang suara adzan terdengar kencang Jumat siang itu. Memanggil semua laki2 baik yg sudah dewasa maupun yg belum baligh untuk segera datang ke masjid. Beberapa pria tampak tergopoh2 berlari ke arah masjid sambil menyampirkan sarungnya.
Read 28 tweets
1 Dec
2002.

Asap dupa yang mengepul di sudut2 angker menjadi hal yang umum kala itu. Meski belum legal, judi Togel seolah menjadi sendi kesibukan warga di Desa Pinang yang ada di kaki Gunung Raung.

Hampir setiap malam, entah sendiri entah bergerumbul warga akan mendatangi
tempat2 angker. Meletakan sesaji, lalu membakar dupa untuk mencari 'petunjuk' . kira2 angka berapa yg akan keluar esok harinya

Di tengah hiruk pikuk masyarakat yg tengah kecanduan Togel. Ada seorang pria yang tampak kesal dengan aktifitas mencari nomor di tempat angker
Read 56 tweets
29 Nov
Siapa Kamu?
- mereka kadang menyerupai kita..
sebuah cerita pendek dari sebuah pengalaman

@ceritaht
@bacahorror
@IDN_Horor
@cerita_setann
@cerita_setann
@FaktaSejarah
@threadreaderapp

#bacahorror #ceritahoror #bacahoror Image
Selamat Malam. semoga masih ada yg menunggu cerita saya. Kl tdk ada biarkan saya bercerita sendiri.

ini kisah pengalaman kakak ipar saya saat berkuliah di Jember. sebuah pengalaman pendeknya ketika pertama kali bersinggungan dengan mahluk ghaib.
2012

Hari2 terakhir di penghujung semester tiba. Semua mahasiswa sedang bersiap2 kembali ke kampung halamanya. Termasuk Juni. Mahasiswi semester tiga salah satu Kampus Perawat di Kota Jember itu juga sedang mempersiapkan diri untuk pulang kampung.
Read 22 tweets
27 Nov
14 Hari di Dimensi Gaib
- diceritakan oleh yang terlibat dalam kisah ini
@ceritaht
@bacahorror
@IDN_Horor
@cerita_setann
@cerita_setann
@FaktaSejarah
@threadreaderapp

#bacahorror #ceritahoror #bacahoror
kejadian ini sebagian sudah diberitakan oleh media lokal dan media online. Saya mendapatkan sisi lain dari kisah pencarian seorang kakek yg hilang selama 2 minggu di dalam hutan. seperti biasa hanya narasumber yg sudah mengizinkan yg saya tulis nama aslinya, sisanya nama rekaan
saya tidak berjanji cerita ini selesai satu hari. Tapi insyAllah tidak akan saya buat menggantung lama. Secepatnya saya selesaikan. Semoga mereka yg bisa membaca tapi tak terlihat tdk menghentikan saya.

Bismillah
Read 68 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!