Tanpopo Profile picture
Aug 23, 2021 123 tweets 18 min read
"Kalagenda : Ritual"
Author : @Redear_Redear
Link : kask.us/iGZ3V

NB: Cerita ini sudah disetujui penulisnya utk direwrite :)
#ceritahoror #ceritahorror #ceritaserem #ilmusunda @bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana." Image
Chapter: Sajen

Kang Adul Ojol

Resto Fiktif

Cerita ini saya dapat dari Mas Yus (bukan nama samaran yang diaslikan), saat itu kebetulan saya sedang onbid hingga lewat tengah malam. Pasalnya anak saya besok harus bayar SPP sekolah TK-nya.

Ok cukup curhatnya.
Kami sedang nongkrong bareng sambil menunggu orderan. Lalu handphone mas Yus berbunyi pertanda orderan yang kami tunggu hinggap padanya.

"Wuidih, akunnya bagus tuh. Kita aja yang udah sejam belum dapet. Mas Yus baru setengah jam udah dapet aja." Godaku saat melihatnya.
"Mas, emang resto ini ada ya sekitar sini?"
Tanya mas Yus heran sambil menyodorkan handphone-nya padaku.

"Alamatnya sih jelas, resto verified juga. Cek aja dulu mas."
Usulku.

"Iya tuh, daripada dibatalin tanpa ada alasan jelas. Bahaya ke akunnya."
Kang Rahmat menimpali.
"Okelah, saya berangkat dulu ya."
Pamitnya sambil berlalu menjauh.

Dari sini POV berubah ke Mas Yus.

"Seumur-umur nongkrong disini baru tau ada yang jual nasgor lewat online. Apa bener ya? Kok jalannya malah makin gelap?"
Aku bergumam sendiri sambil terus mengikuti arahan di aplikasi peta daring.

Hingga jalan buntu menuju areal pesawahan. Aku menyesal.

"Sialan! Titik tujuan sih bener disini. Kenapa malah ada rumah setengah jadi terus sawah? Mana tempat jualan nasgornya?"
Kesalku sambil meraih HP & mencoba menghubungi yang empunya nasgor.

"nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi. Silahkan coba beberapa saat lagi."

Begitulah suara wanita manis yang berasal dari HPku.
"Uasw tenan iki. Niat jualan apa ngga sih?"
Dumelku yang lalu mencoba mencari kontaknya via aplikasi pesan instan.

Dapat!
Kontaknya terdaftar, aktif juga. Segera aku mencoba menghubunginya via chat ataupun telepon.

Namun lagi-lagi hasilnya nihil. Dia tak mengangkat panggilanku.
"Sudah tidur atau gimana sebenernya? Kalo fiktif gak mungkin verified nih status restonya."
Lagi-lagi keluh ku utarakan pada udara kosong malam itu.

Saat aku mencoba menghubunginya lagi, samar tercium wangi pandan menyeruak dari areal persawahan.
Udara dingin berhembus, bulu kuduk berdiri tegak. Sial pikirku. Namun aku masih tak menyerah. Kucoba berulang kali menghubungi nomor itu.

Daun-daun bergoyang pelan tertiup angin malam.

Begitu pula orang-orangan sawah yang terpasang di tengah areal persawahan di hadapanku itu.
Sebentar,
Orang-orangan sawah?
Jujur aku tak merasa memperhatikan saat tiba disini ada semacam orang-orangan sawah yang terpasang disana.

Dengan keberanian sebesar anak itik. Aku berteriak sambil bertanya pada orang-orangan sawah itu.
"Oe! Kon orang-orangan sawah opo orang beneran?!!"
Suaraku lantang namun langsung hilang.

Dia diam.

"Oe! Jawab ora? Atau aku tebas sekalian!!"
Ancamku pada orang-orangan sawah itu.

Dia masih diam.
Memang harapanku dia harusnya diam.

HARUSNYA DIAM KAN?
Ini kenapa orang-orangan sawah itu malah bergerak ke kanan & kiri?
Aku tak terlalu jelas melihat wujudnya namun gerakannya terlihat jelas.

Padahal angin malam sedang tidak berhembus.

"Kon demit ya?"
Tuduhku tanpa ragu.
Dibalas dengan gerakan loncat 3x mendekati tempatku berdiri lalu hilang seperti asap yang tersapu angin.

"KENAPA GAK NGOMONG KALO SITU DEMIT HAH?!!"
Hardikku sambil memutar motor & memacu kencang menjauh.
POV kembali ke Kang Adul

Tak lama Mas Yus pergi, akhirnya aku mendapat orderan. Penumpang perempuan yang minta diantar ke dalam komplek perumahan yang tak jauh dari tempatnya ku jemput.
Aku pamit ke kang Rahmat, lalu menyelesaikan orderanku dengan cepat & kembali ke tempat semula.

Saat aku kembali disitu sudah ada mas Yus tengah meneguk minum dengan kasar. Terlihat panik dari raut wajahnya.

"Kenapa mas?"
Tanyaku penasaran.
"Iku loh iku, orang sawah di sawah orang sawahnya orang."
Dia menjawab dengan gagap.

"Tenang mas, tenang. Ada apa?"
Aku mencoba menenangkan, sementara Kang Rahmat hanya menunjukkan wajah yang khawatir. Tidak membantu.

'glek glek'
Suara minumnya terdengar nyaring dari kerongkongan mas Yus.

Setelah itu barulah ia bercerita.
"Aku kira titiknya udah bener. Taunya gak ada resto ataupun penjual nasgor disitu. Yang ada cuman rumah setengah jadi sama areal persawahan."
Ceritanya dengan tergesa.
"Terus kenapa panik?"
Penasaranku masih belum terjawab.

"Di sawah itu ada orang-orangan sawah. Terus orangnya goyang, tak kiro iku orang beneran. Makanya aku tanya."
Jawabnya.

"Mas tanya ke orang-orangan sawah itu?"
Aku semakin keheranan.

"Iyo!"
Jawabnya pasti.

"Dia jawab?"
Tanyaku sambil menahan tawa.

"DIA LOMPAT DUL! LOMPAT LOH!"
Jawabannya kali ini sukses membuatku gagal menahan tawa.

"Hahaha!! Mas Yus, mas Yus. Setan kok ditanyain?"
Kang Rahmat tertawa paling lebar sambil mengejek.
"Tak sekalian tawarin ojek onlen mas?"
Susulku dengan tawa yang tak kalah hebat.

"Asw koe, wong lagi panik ketakutan gini malah diketawain."
Ucapnya kesal.

Bahkan sebelum tawa kami reda. Mas Yus bersiap pergi.

"Loh mau kemana mas?"
Tanyaku sambil mengusap air mata bahagia.
"Gak kecium toh?"
Sergahnya terburu.

"Apa?"
Kang Rahmat menimpali.

"Wangi pandan, persis sebelum aku lihat orang-orangan sawah loncat itu."
Jawabnya sambil kabur.

Dia benar, wangi pandan samar tercium diantara kami.

"Kop tah, aing mere si Rahmat."
"silahkan tuh, saya menumbalkan si Rahmat." ujarku sambil kabur.

"Goubloo...!!"
Kang Rahmat malah berteriak sambil kabur.

"Tunggu kang!"
Susulku.

Saat kami pergi, baunya tertinggal di tempat kami nongkrong itu. Syukur makhluk itu tidak mengikuti.
Mang Ian Warung

Singkong Bakar Image
Rokok abis,
Pulsa abis,
Kuota sekarat,
Nasi sisa setengah,
Duit sisa setengah lembar,
Gini amat merantau ☹️
Keadaanku saat itu jauh dari kata 'baik-baik saja', seolah mendapat Wahyu, aku mencoba menghubungi Mang Ian Warung, sudah tentu untuk melakukan hutang barangkali dapet pinjaman sejuta-dua juta mah.

Aku mengetik cepat karena lapar tak mau menunggu lebih lama.
"mang, di warung gak?"
Centang dua biru terlihat.

maunya sih di konser AKB48, tapi sayang ongkosnya mahal."
Begitulah balasan yang kudapat.

"mau minta nasi, indomie, telor, rokok, pulsa. Boleh?
Responku cepat.
"gak sekalian minta warungnya aja?"
Tampaknya Mang Ian ini sungguh baik hati.

"emang boleh?"
Aku membalasnya dengan semangat.

"boleh, setelah jual ginjal 1."
Selorohnya diiringi dengan emoticon tertawa.

Akhirnya kami bertemu di warung mang Ian seperti biasa.
Setelah makan & kenyang ternikmati dengan luar biasa. Seorang penjual singkong yang kami kenal mampir & memberikan beberapa singkong mentah.

"Bakar aja gimana?"
Usulku.

"Ayok! Tapi temenin sampe besok pagi."
Balasnya.
"Gak apa-apa sih, yang penting ada sarapan singkong besok. Emang kenapa mang?"
Tanyaku lanjut.

"Serem pokoknya, jadi ceritanya begini."
Jawabnya dengan wajah setengah menerawang ke arah seberang,
dimana terletak sebuah pabrik yang tak lagi digunakan setelah terjadi kebakaran hebat beberapa tahun silam.

***

Saat itu hujan rintik mewarnai malam di kota ini. Setelah diterpa panas di siang hari yang menyengat, sore hingga tengah malam hujan masih belum kunjung reda.
Katanya hujan itu rejeki, tapi pembeli di warungku malah berkurang. Tampaknya bumi lebih membutuhkan rejeki saat ini daripada aku. Aku merelakan sambil menghitung pendapatan hari ini.

Helaan nafas terbuang,
Tabunganku tak dapat bertambah dengan siginifikan.
Semoga harga kuota data tak lagi naik, supaya kegiatanku menonton saluran yutup tak terganggu.

Saat itu telah lewat tengah malam, bumi yang masih basah menawarkan rasa dingin yang lain. Kueratkan jaketku semakin rapat, lalu melangkah keluar untuk menutup rolling door warung.
"Naik lantai dua, terus tidur. Udahlah malam ini segini aja."
Gumamku pelan seolah tak rela apabila pendapatanku berkurang.

Baru saja tertutup sisi kiri, aku melangkah masuk & akan melanjutkan menutup sisi kanan dari dalam, menguncinya lalu tidur di lantai dua ruko ini.
Namun seolah takdir berkata 'belum', aroma singkong bakar tercium dari kejauhan.

"Beuh, mantep bener. Dingin gini bakar singkong. Siapa tapi ya?"
Ujarku sambil mencari asal dari wangi menggoda ini.

Tak ada asap jika tak ada api,
Tapi kali ini ada asap tapi tak terlihat ada api.
***
"Nih mang, ada singkong mateng sebiji. Bagi dua nih."
Ucapku sambil menyodorkan singkong yang masih mengepul dengan aroma yang khas.

"Lu dengerin cerita gua gak sih?"
Tanyanya sambil menyambar singkong dari tanganku.

"Dengehin ho, hinih han hamhil hemil hingkong."
Jawabku dengan mulut berasap.

"Ngomong naon sia?"
Responnya sambil mengipasi singkong miliknya dengan santai.
***
Kuedarkan pandanganku sekeliling, mencari darimana asap itu bersumber. Jika yang melakukannya teman yang kukenal, sudah pasti minta adalah tujuan.

Pandangku terpaku di seberang jalan.
Sebuah pabrik yang kini hanya beralih fungsi menjadi gudang akibat kebakaran itu berdiri dengan enggan.
Meskipun temboknya kokoh, tapi beberapa bekas kebakaran masih terlihat di beberapa sudut.
& aku hiraukan itu.
"Apa mungkin satpam depan lagi bakar-bakaran gak ngajak ya?"
Curigaku.

Segera kuraih HPku berniat untuk menghubungi satpam yang kumaksud.

Setelah telepon berdering sebentar, terdengar suara diujung sana.

"Aya naon ian?"
["Ada apa ian?"]
Katanya tanpa basa-basi.
"Beuleum sampeu teu ngajak pisan. Hayang atuh."
["Bakar singkong gak ngajak banget, pengen lah."]
Jawabku.

"Saha nu beuleum sampeu? Aing ieu keur di pos hareup Jeung si Cecep."
["siapa yang lagi bakar singkong? Ini gua lagi di pos depan sama si Cecep."]
"Ari ieu tidieu kaambeu beuleum sampeu timana atuh?"
["lah terus ini disini kecium singkong bakar darimana dong?"]

'tuut...tuut...tuuut

"Malah di tutup, ontohod teh."
Ucapku kesal.

Lalu kalo bukan satpam yang bakar singkong ini darimana dong?
Sedih sih, karena misi minta singkong gagal bahkan sebelum mulai.

Soalnya gak enak juga minta sama orang yang gak dikenal.

Pasrahku menyelimuti tubuh. Dengan lemas kulanjutkan menutup ruko.
Namun sebuah kepala muncul disana.
Di tembok yang mengelilingi pabrik tepat di seberang jalan tempatku berdiri.

"Hah? Siapa tuh? Pak Satpam?"
Aku menyelidik saat melihat kepala plontos itu dari jauh.

Karena gelap, kepalanya juga terlihat hitam. Mungkin lampu yang dipasang kurang terang sebelah situ.
Lalu orang itu terlihat memanjat dinding yang hanya 1 meter itu.

"Eh ngapain dia? Abis tembok itu kan saluran air."

Aku segera berteriak padanya memperingatkan.

"HEH! SOLOKAN ETA DIDINYA"
["HEH! SALURAN AIR ITU DISITU."]
Tapi dia tak menggubris, menjatuhkan diri ke saluran air.

'byur'

Terdengar jatuhnya dia dengan jelas.

Aku berlari menghampirinya. Orang gila kayaknya dia ini.

Tapi saat aku tiba, hanya air mengalir dengan tenang. Tak ada apa-apa disana.

"Loh?"
Heranku.
***
"Gitu doang?"
Tanyaku serius.

"Iya gitu doang."
Jawabnya memastikan.

"Ah gak seru."
Komentarku pada ceritanya.

"Yeh, kejadian abisnya tuh yang bikin gua ketakutan."
Mang Ian membela.

"Emang apa?"
Tanyaku penasaran.
***
Esok paginya, pak satpam seperti biasa mampir ke warung. Membeli beberapa sachet kopi & dua bungkus rokok.

"Emang bener akang gak bakaran semalem?"
Selidikku.

"Ah untung diingetin."
Jawabnya tiba-tiba.

"Emang kenapa?"
Aku malah semakin penasaran.
"Kalo kecium bau singkong bakar dari bekas pabrik itu jangan digubris."
Nasihatnya sambil menyulut sebatang rokok.

"Kenapa?"
Aku mulai berfikir yang macam-macam.

"Soalnya elu suka minta."
Selorohnya sambil berlalu pergi.

"Euh."
Responku.
***
"Euuh, yang bener sih mang."
Aku tak kalah heboh.

"Hahaha kalem, kalem."
Ujarnya.

"Biasanya kalo ada bau singkong bakar, tandanya ada Mr.Gen lewat."
Tandasku.

"Gen apa? Gen gluduk?"
Mang Ian malah mengajak bercanda.

"Genderuwo!!"
Jawabku.
"Tapi kalo ada bau bakaran di tempat yang pernah kebakaran?"
Mang Ian malah mengompori.

"Hantu korban mungkin?"
Aku betul-betul tak ada pikiran apapun lagi selain kemungkinan ini.

"Bisa jadi. Tapi kan saat ini gak ada bau singkong bakar dari situ."
Mang Ian santai.
"Emang gak ada kan?"
Aku memastikan.

"Tapi tadi ada yang ngintip tuh dari situ."
Tunjuknya ke arah seberang.

"Mang, gua pamit ya. Makasih buat singkong sama indomienya."
Aku kabur.

"Yaudah gua juga mau tutup."
Ujarnya sambil berlalu masuk.
Setelah itu bakaran dihentikan. Api dipadamkan.
Tapi,
Bau singkong bakar masih tercium berkeliaran.
***
Bang Herul Akik

Lembur

Suatu pagi yang bukan sore, saya sedang berada di bengkel seorang teman. Sebut saja teman saya ini Udin (nama palsu yang diaslikan), jadi nama lengkapnya itu Udin Bengkel.
Kendalanya sederhana, seorang teman saya yang lain kecelakaan hingga menyebabkan kakinya patah, rusuknya retak, otaknya baik-baik saja (padahal sebelumnya otaknya dia ini agak sedikit geser 25° ke arah tenggara).
Alhasil saya yang mengajukan diri untuk memperbaiki motornya yang rusak, tentu saja dengan imbalan.

JAMAN SEKARANG TIDAK ADA YANG GRATIS, BUNG!
Setelah konsultasi sana-sini, oprek sana, oprek sini, banting kanan, banting kiri, disepakatilah harga diantara saya, udin, & teman saya yang kecelakaan itu.
Karena dia disini karakternya gak penting jadi gak saya sebut.
Tengah asiknya kami, tanpa diundang,Bang Herul datang masih dengan pakaian dinasnya. Ia membawa motor supra keluaran akhir tahun 90an itu dengan dituntun.
Rupanya mogok.

"Kenapa om?"
Tanyaku sesaat dia sampai didepan bengkel.
"Tau nih si jago, abis dipake sama temen pas lemburan semalem jadi gini."
Keluhnya dengan nada kesal.

"Dipake kemana?"
Tanyaku penasaran.

"Tau kan komplek kuburan cina yang di daerah 'CY'? Dibawa kesitu semalem nganter miras."
Ada sedikit nada pasrah pada kata-katanya.
"Kuburan cina emang enak buat nongkrong sih, tapi masa mabok disitu?"
Aku setengah tak percaya.

"Makanya kan, pada bandel tu anak-anak. Jadinya sial ni motor."
Ia malah tambah kesal lalu mengambil kursi plastik & duduk di dekatku.
"Hubungannya apa mabok di kuburan sama motor mogok?"

"Jadi gini bro....."
Malem itu jam menunjukkan pukul setengah 1 dini hari. Sudah lewat tengah malam, pengunjung hotel juga sudah mulai berkurang. Hanya tersisa para tamu check-in yang tinggal, kadang keluar bersama teman sekamarnya sekadar mencari angin.
Tiba-tiba si Budi (samaran) bilang mau minjem motor bakal nganter minum ke daerah 'CY'. Karena dirasa deket, kerjaan juga udah gak sebanyak sore tadi, akhirnya kukasih pinjam itu motor.

Eh ternyata dia lanjut bolos lembur malam itu & ikut nimbrung minum sama yang lain disitu.
"Yaelah, terus dia bawa motor sambil mabok baliknya?"
Potongku saat itu.

"Ngga juga, dia balik sadar biasa aja."
Jelasnya.

"Mogoknya kenapa tuh?"
Aku mulai tak sabar.

"Gini re..."
Saat si Budi mulai mabok, main kartu sudah tidak lagi kondusif. Judi tidak lagi seru seperti sebelumnya. Mulailah mereka bubar dari tempat itu.
Si Budi ngakunya tinggal berdua sama si Kacung (samaran lagi), posisi saat itu yang bisa bawa motor hanya Kacung, Budi sudah kurang sanggup.

"Bud, perlu diberesin gak nih bekasnya?"
Kacung nanya sama si Budi.

"Gak usah, pagi nanti juga bakal ada yang beresin."
Budi ngomong gitu soalnya males kayaknya.

Lagian yang minum kan banyakan, masa iya dia sama si kacung doang yang beresin.

Baru aja ngomong gitu, motor awalnya nyala. Mereka berdua udah siap buat jalan.
"Cung, ada cewe lagi jalan kesini."
Kata si Budi yang duduk di jok belakang.

"Orang apa bukan?"
Si Kacung rada panik, soalnya udah jam 3an kan.

Logikanya sih, cewe mana yang keluar jam segitu sambil lewat kuburan?

"Keliatannya sih kaki dia napak cung."
Disini nih, si Budi nyari gara-gara.

Begonya si Kacung, omongan orang teler malah dipercaya. Ditengoklah ke belakang buat liat cewe itu kayak gimana.
"Motor kenapa bos?"
Tanya si Udin saat melihat kondisi motor Bang Herul.

"Mogok, Din. Dari hotel gua dorong sampe sini."
Jawab Bang Herul.

"Iya mogok kenapa?"
Tanya Udin.

"Kalo gua tau, ngapain gua bawa sini, Din?!"
Kesal Bang Herul.
"Santai sih, yaudah ngopi aja dulu sono sama si Re di dalem noh. Lu pada duduk depan bengkel malah halangin jalan."
Kata Udin.
"Lagian bengkel kok kecil gini?"
Aku protes.

"Yang penting cuannya gede."
Jawab Udin sambil mendorong motor Bang Herul.

Lalu kami pindah, seduh kopi, siapin rokok. Terus lanjut Bang Herul Cerita.
Kacung yang waktu itu lebih sadar dari si Budi. Liat jelas kalo cewe yang Budi maksud itu ternyata bukan jalan. Tapi melayang.

"BGST LU BUD!"
Umpat si Kacung sambil panik berusaha tarik gas motor.

"Napa sih?"
Budi kebingungan.

"Itu bukan orang ya anjing!"
Kesal Kacung sambil jalanin motor kencang-kencang.

"Itu orang cung, bukan anjing. Bentuknya aja gitu, ayo puter arah. Kali bisa dapet."
Si Budi tetep ngotot.

"Au ah bodo, kalo mau lu aja sono sendiri."
Ujar Kacung yang semakin kesal.
Saat tengah berpacu seperti itu, motor tiba-tiba mati sendiri.

"Lu gak beli bensin tadi, Bud pas kesini?"
Tanya Kacung.

"Beli lah, jaga-jaga."
Jawab si Budi memberi alasan.

"Lah ini buktinya mati?"
Balas Kacung tak mau kalah.

"Terus gimana?"
Budi tanya balik.
"Dorong lah bego!"
Bentak Kacung.

"Iye yaudah turun dulu makanya."
Dengan sempoyongan Budi turun lalu mendorong motor bareng Kacung.
"Terus cewe tadi gimana?"
Tanyaku.

"Ya ini kan mau gua lanjutin, ah elah dipotong mulu."
Jawab Bang Herul.
Taunya si cewe tadi ngikutin dari belakang. Ketauannya sama si Kacung dulu.

"Lari Bud, cepetan!"
Kata si Kacung.

"Ngapa sih?"
Budi malah nanya.

"Liat ke belakang!"
Jawab si Kacung.

Pas si Budi nengok, wanita itu sedang terbang.
Lengkap dengan aksesoris baju daster berwarna merah menyala.

"Burung ya?"
Budi mencoba memperhatikan.

Lalu sosok itu menjawab tuduhan Budi dengan tawa yang khas.

"hii...hiii..hiii..."

"GOUBLOOO...!!"
teriak Budi sambil berlari meninggalkan Kacung yang sedang mendorong motor.
"ANJEENG!! TUNGGUIN GUA!!"
kacung langsung melemparkan motor begitu saja menyusul Budi yang telah berlari kencang di depannya.
"Hahaha terus itu motor ditinggal bang?"
Ejekku padanya.

"Iye re, sampe gua ditelepon terus diceritain, akhirnya gua yang ambil bareng si Maman jam 4 subuh."
Jelasnya.

"Untung motor masih ada."
Hiburku.

"Tapi mogok sampe sekarang nih gua bawa kesini."
Jelasnya dengan nada kecewa sambil menyesap kopi yang masih berasap.

"Tapi bang, emang kuburan cina ada Kunti merah?"
Aku penasaran.

"Mana gua tau? Cek sono sendiri."
Jawabnya kesal.

"Boleh tuh, kapan-kapan yok?"
Ajakku.

"Pake motor lu tapi ya."
Balasnya.

"Boleh."
Sanggupku.
Tapi ya namanya juga kerjaan sompral, gak pernah berakhir baik kan?

SELESAI
Teh Yuyun

Pesugihan Janin Image
Teh Yuyun ini sebetulnya mempunyai bisnis sebuah ruko yang menyajikan produk barang grosiran, suaminya bekerja sebagai penjual nasi goreng malam, sementara anak-anaknya yang sudah berumahtangga semuanya telah mempunyai rumah masing-masing & jarang mengunjungi Teh Yuyun.
Aku yang notabene adalah orang yang rajin (demi uang) seringkali nongkrong di sekitar rukonya, menunggu dia menyuruhku untuk mengantar beberapa barang.

Hingga saat itu, Teh Yuyun muncul & langsung menegurku.
"Jangan pusing soal anakmu nanti, rejeki udah ada yang ngatur. Asal cari pake cara halal, semuanya pasti ada jalan."
Ucapnya tiba-tiba.

"Kok tau sih istri saya lagi hamil?"
Tanyaku penasaran.
"Taulah, inget, jaga istrimu betul-betul. Apalagi saat hamil seperti ini. Jangan terlalu kecapean. Apalagi malam hari. Cuti lembur dulu aja kalo bisa."
Lanjutnya yang sukses membuatku tersipu malu.

"Iya, Teh."
Jawabku singkat.
"Pernah ada yang ke rumah gak buat nawarin jasa mengugurkan kandungan?"
Selidiknya.

"Ah ngga pernah kalo ke rumah, tapi kalo di DM mah ada. Tapi ke istri sih bukan ke saya. Dia kan aktif di nistagram."
Jelasku.
"Isinya apa?"
Tanyanya lanjut.

"Pokoknya iklan gugurin kandungan tanpa resiko sih, emang iya Teh ada yang begituan?"
Aku balik bertanya.

"Di dunia ini, hampir tak ada yang mustahil, Re. Hampir."
Ujarnya sambil menawarkanku sebatang rokok, lalu ia pun menyulut rokok miliknya, mengembuskan asap ke sembarang tempat, lalu mulai bercerita.

Janin yang dikandung seseorang bisa diambil & dijadikan budak oleh bangsa jin.
Jika janin itu bagus, biasanya akan diangkat menjadi pangeran atau mahapatih.

Ada pula yang secara sengaja digugurkan dengan cara gaib. Apapun alasannya, membunuh tetaplah membunuh.

Waktu itu Teteh masih sangat muda, usia belasan tahun jika tak salah ingat.
Teteh bekerja di rumah orang kaya sebagai pembantu yang mengurus keperluan sehari-hari. Masak, nyuci, beres-beres rumah. Kadang juga ikut keluarga majikan berlibur.
Anggota keluarga majikan Teteh itu ada, Pak Han, Bu Han, sama Non Yan (nama asli saya samarkan pake nama panggilan palsu yang bohong). Orangtua non Yan ini keduanya sama-sama punya perusahaan besar di bidang industri & pangan. Otomatis non Yan jadi kurang diperhatikan.
Kadang saya atau tukang kebun yang sering menasehatinya setiap hari.

Anak gadis yg baru matang banyak godaannya. Teteh jadi merasa prihatin karena non Yan jarang mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orangtuanya. Makanya Teteh memperlakukan dia layaknya adik Teteh sendiri.
Namun sayangnya, waktu itu ketika Non Yan mulai sering memberontak. Mungkin pubertas. Hampir semua peraturan rumah dia langgar.
Teteh juga sampai kewalahan menghadapi kelakuannya itu.

Beberapa bulan kemudian, sikap Non Yan sedikit membaik.
Tepatnya saat dia mencoba bisnis kecil-kecilan dengan berjualan produk kosmetik.

Kadang dia juga cerita kalo pembelinya datang dari mulut ke mulut. Garansi yang ia berikan memang cukup menggiurkan.
"TIDAK CANTIK, UANG KEMBALI"

Tulisan itu selalu ia sematkan pada setiap produk yang ia jual & Teteh lihat memang tak pernah ada keluhan apapun dari pelanggannya.
Malah setiap hari jumlah produk yang terjual selalu meningkat.
Alhasil kesibukannya selain bersekolah pun bertambah.
"Punten teh, ini titipan biasa."
Seorang pembeli muncul menyerahkan sepotong kertas coklat berisi pesanan barang yang harus dibeli.

"Sebentar ya."
Teh Yuyun melangkah pergi, menuju Kang Ujang yang sedang menata barang.

"Jang, ini siapin."
Perintahnya.

"Siap, Teh."
Balasnya sambil menerima kertas itu.

Lalu Teh Yuyun kembali duduk bersamaku. Menyesap kopi & tembakau pelan.
Malam itu cuaca cerah, bulan terlihat anggun di langit yang menggelap sejak magrib. Berbanding terbalik dengan kondisi non Yan yang tengah mengerang kesakitan sambil menekan perutnya kuat-kuat.

Semua orang di rumah itu panik, Pak Han & Bu Han segera membawanya ke rumah sakit.
Lalu setengah jam kemudian telepon rumah berdering.

"Yun, tolong siapkan baju buat Yan nginep di rumah sakit. Nanti bapak jemput sekalian kamu ikut buat nungguin Yan disini ya?"
Suara Bu Han terdengar dengan beberapa perintah untukku saat itu.

"Baik, Bu. Saya siapkan sekarang."
Jawabku yang kemudian percakapan itu ditutup.

Singkat cerita, Teteh sudah tiba di rumah sakit, di bangsal dimana Non Yan tergeletak diatas kasur tak berdaya.
Sementara Pak Han & bu Han pergi karena mereka besok harus tetap mengurus bisnisnya masing-masing.
Malam pertama hingga malam ketiga tidak ada yang terjadi. Kata dokter, non Yan menderita sakit maag akut. Jadi harus melakukan perawatan secara intens.
Entahlah saat itu Teteh tak yang hanya lulusan SD tak paham.

Namun saat malam keempat, non Yan kembali mengerang.
Kali ini erangannya sangat keras. Hingga suaranya dapat terdengar sampai bangsal sebelah.

"Sakit, Teh. Sakit."
Ucapnya sambil memegangi perutnya.

Suster yang datang bersama dokter langsung memberikan tindakan.
Teteh keluar takutnya menganggu.
Setelah 15 menit, dokter keluar.
Tak lagi terdengar erangan non Yan dari sana.

"Kenapa dok?"
Tanyaku.

"Sebetulnya saya juga kurang paham dek Yan ini sakit apa. Hasil Rontgen juga gak menunjukkan kerusakan apa-apa."
Jelasnya.

"Lalu harus gimana ini?"
Teteh kebingungan.
"Kayaknya rumah sakit ini udah gak sanggup. Saya khawatir kalo dek Yan menderita komplikasi atau penyakit yang lebih berat."
Jelas dokter itu yang lalu pergi meninggalkanku dalam kebingungan.

Aku segera masuk, duduk di samping ranjang non Yan yang sedang terlelap.
Air mukanya masih menujukkan rasa sakit yang ia derita.

Dalam suasana seperti itu, tiba-tiba suara tangis anak bayi terdengar entah darimana. Dilanjut dengan bangunnya non Yan dari tidurnya.

"Ampun..ampun."
Ucapnya sambil menutup wajahnya.

Teteh semakin kebingungan.
Lalu dokter yang tadi teteh panggil, hanya untuk mendengar jawaban yang sama.

Orangtua non Yan juga coba teteh hubungi.
Keduanya seolah saling melempar tanggung jawab terhadap kondisi Non Yan.
"Pokoknya gini aja Yun, kamu urus dia sampe sembuh. Butuh biaya buat apa aja nanti saya kirim."
Pak Han maupun bu Han, keduanya berkata dengan jawaban yang sama.
"Jaman dulu nelpon pake apa Teh?"
Tanyaku penasaran.

"Ribet pokoknya, Re. Teteh nelpon ke kantor, baru dari kantor terusin ke Pak Han atau bu Han. Itu juga balasannya lama. Gak langsung dijawab."
Jelasnya.
Dalam kondisi serba bingung itu, teteh coba doa di mushola rumah sakit. Teteh gak tau ini urusan nyawa anak orang bakal gimana nantinya.

Lalu seorang bapak-bapak yang keliatan umurnya mungkin kepala 5 negur teteh saat itu.
"Susah neng. Si non musti nguburin bayinya dengan cara yang bener. Baru bisa sembuh."
Ucapnya tiba-tiba.

"Maaf pak, saya gak paham."
Jawab teteh saat itu.

"Yasudah, sini ikut saya. Biar si non yang jelaskan."
Ajaknya pada teteh.
Sepanjang lorong menuju bangsal yang non Yan tempati, kami sama-sama diam. Teteh gak kenal dia siapa tapi dia bisa tau dimana Non Yan dirawat.

Sesampainya di samping ranjang non Yan, orang itu mengusap dahi non Yan.
Tepatnya seperti mengusap dahi, soalnya gerakannya hanya mengibas pelan tangannya diudara tepat diatas dahi non yan.

Selang beberapa saat, non yan kembali bangun, lalu menangis.

"Maaf pak, maaf bu, maafin Yan. Maaf."
Ucapnya berkali-kali.
"Coba kamu jelasin yang jujur. Biar kita bisa tolong."
Ujar orang itu.
"Saya hamil, lalu saya gugurin kandungan saya di seorang dukun daerah 'S', katanya janin di perut saya bakal hilang tanpa sakit. Bahkan saya disuruh untuk berjualan sesuatu, katanya janin itu bakal jadi pembantu saya supaya saya bisa kaya."
Jelasnya dengan iringan tangis.
"Istighfar non, terus janinnya non kemanain?"
Tanya teteh.

"Yan gak tau, bi. Yan gak tau. Saat itu perut Yan cuma dijampi-jampi terus tau-tau ilang janinnya."
Jawab non Yan masih dengan sesegukan.

Setelah mendengar hal itu, non Yan diusap rambutnya oleh orang itu, lalu pingsan.
"Gimana pak?"
Aku sungguh tak tau harus apa.

"Pesugihan janin, cuma itu yang bisa saya bilang. Saat ini masa waktunya sudah habis."
Jelas bapak itu.

Setelah keheningan yang berlangsung lama. Akhirnya beliau keluar ruangan.
Paginya,
Non Yan kembali mengerang hebat selama beberapa jam. Lalu meninggal kemudian.
"Sampe meninggal teh?"
Tanyaku mengkonfirmasi.

"Iya. Jadi janinnya sebagai perantara, sementara tumbal sebenernya adalah non Yan sendiri."
Jawab Teh Yuyun yang kemudian berdiri.

"Terus gimana tanggapan orangtuanya?"
Tanyaku lebih lanjut.
"Gitu aja, sedih sehari. Besoknya kerja lagi."
Jawabnya singkat.

"Teh, terus itu bapak-bapak yang itu siapa?"
Aku mengejarnya karena penasaran.

"Ki Lawuh."
Jawabnya singkat.
Mungkin perasaanku, namun nama itu ditekan dengan nada sedih sekaligus penghormatan.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Tanpopo

Tanpopo Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @ki_ayu

Jul 16, 2021
"Wulan"

Rewrite berdasarkan ijin dari sang penulis :)
Author : @gunawanindra4
Thread : kask.us/iH3sn

Selamat menikmati.
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #threadhorror #dendam #ceritahorror
"Ada apa gerangan sampai Eyang mendatangiku? Bukankah malam purnama masih beberapa hari lagi?"

"Aku datang bukan untuk menagih janji, tapi untuk mengajukan sebuah penawaran!"

"Penawaran?"

"Kau ingin harta lebih banyak lagi?"

"Eh, tentu saja, Eyang."
"Bagus! Aku menginginkan anak istimewa itu untuk tumbalku di malam purnama kali ini!"

"Anak istimewa?"

"Kau pasti tau yang kumaksud!"

"Eh, tapi Eyang ...."

"AKU MAU ANAK ITU!!!"

"Bb .... Ba .... Baik Eyang."
Read 1161 tweets
Jun 15, 2021
"Desa Misterius di Pedalaman Kalimantan"
(Based on a True Story)
Penulis : benbela

#rewrite a thread from Kaskus SFTH
@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
#bacahorror #bacahoror #Horrorthread #horrorthread Image
Cerita ini merupakan rewrite dari salah satu kisah yg ada di SFTH Kaskus.
Sudah mendapat persetujuan dari Penulisnya sendiri 🙂
Bagi yg tidak sabaran, bisa langsung baca di link di bawah ini :
kask.us/iIrlK
Selamat Menikmati 😉
"Ada yang janggal di kampung ini. Penduduknya hanya beberapa orang saja. Itupun rata-rata berusia sudah tua. Wajah mereka sangat muram dengan pakaian yang lusuh.
Tubuh mereka kurus dan pucat, seperti orang yang terkena penyakit.
Tatapan mereka kosong tanpa pengharapan.."
Read 482 tweets
Nov 22, 2019
Disini aku bercerita. "Pekerjaan" lain disamping kesibukanku sendiri.
Buat orang lain, horor itu menyeramkan. Tp buatku, horor itu punya kisah tersendiri yg bisa diambil hikmahnya :)
Selamat Menikmati.

#threadhoror #bacahorror #bacahoror @bacahorror Image
Case Pertama : Pelet Darah Haid.

Aku memandangi jalanan di depan yg masih ramai. Sebuah suara notif membuatku menyambar Smartphone yg sedari tadi menganggur. Belum ada customer.
Mas Rio : Pagi mbak
Aku : Pagi mas. Urusan semalam kelar?
Mas Rio : Oh iya, sudah. Yang terpenting..
".. semalam salah pahamnya sudah clear dengan Puh Gema"
Aku : Syukurlah mas. Semoga dia mau mengerti dan memahami :)
Mas Rio : Semoga mbak. Aku aja capek kok, mesakke ngurusi cah siji ae angel tenan (nyesek, mengurus anak satu saja susah sekali).
Aku : Wkwk Maklum mas, indigo dia
Read 39 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

:(