Profile picture
, 71 tweets, 9 min read Read on Twitter
Masih Om Wahyu yang akan bercerita malam ini, sambungan dari minggu yang lalu.

Yuk simak..

Oh iya, jangan baca sendirian..

#memetwit
@InfoMemeTwit
Di atas motor, kami cukup lama terdiam, tidak berbicara satu sama lain. Amri memacu kendaraan dengan kencang, sama sepertiku dia ingin cepat sampai di kota.

Sementara aku, hanya diam sambil sesekali melirik ke arah belakang.
Keadaan perkebunan karet yang sangat gelap, membuat penglihatan kami cuma bergantung kepada cahaya lampu motor, lampu motor yang hanya bisa menerangi sebagian kecil sudut pandang, selebihnya hanya hitam pekat yang terlihat.
Masih terbayang kejadian yang baru saja kami alami di rumah, aku masih gemetar ketakutan.

Perasaan masih tidak enak,

Menjadi semakin tidak enak lagi ketika sayup-sayup terdengar suara yang sama persis dengan suara yang kami dengar di rumah tadi.

“Creek…creeekk…creek..”
Suara itu terdengar dari belakang..

Awalnya berpikir kalau itu mungkin hanya perasaanku saja, mungkin hanya halusinasiku saja.
Ketika kecepatan motor semakin melambat karena sedang melalui jalan yang kondisinya cukup jelek dan menanjak, aku memberanikan diri untuk menoleh ke arah belakang.

Aku terhenyak kaget, jantung serasa berhenti berdegup..
Aku melihat ada pocong yang melayang rendah mengikuti kami dari belakang..!

Pocong yang bentuknya sama persis dengan yang kami lihat di rumah tadi.

Cp: @dimsoii
Sebegitu ketakutannya, sampai-sampai tidak sadar kalau tanganku sudah mencengkram pinggang Amri dengan kuat.

“Wahyu ada apa? Sakit pinggangku kau cengkram.” Begitu Amri bilang.

“Pocong tadi mengikuti dari belakang, kita harus lebih cepat.”
Aku menjawab pertanyaan Amri dengan suara yang pelan dan gemetar.

Amri kaget, kemudian langsung berusaha mempercepat laju motor.

Namun sayang, usahanya tidak menuai hasil, motor tuanya tetap melaju pelan, tidak sanggup melewati jalan bergelombang dan menanjak itu dengan cepat.
“Creek..creeek..creek..”

Sayup-sayup kudengar suara itu lagi, kali ini sumber suara terdengar lebih dekat.

Aku tidak berani menoleh lagi ke belakang, hanya sanggup menundukkan kepala dan mencengkram tubuh Amri dengan kuat.

Aku sangat ketakutan..
“Amri, pocong itu ada di belakang kita..”

Hampir menangis aku berkata seperti itu.

“Creek..creeek..creek..”

Aku berdoa semoga motor dapat terus melaju walau perlahan, kami harus cepat-cepat meninggalkan perkebunan karet ini.
Beberapa saat kemudian, masih dalam posisi kepala menunduk, aku merasa kalau jalan sudah tidak lagi menanjak, motor sudah terasa melaju lebih cepat.

Aku masih menundukkan kepala dan memejamkan mata,tidak mau melihat keadaan sekitar.

Motor melaju semakin cepat,
Sampai akhirnya, ketika sudah merasa sedikit tenang, aku memberanikan diri untuk membuka mata, mencoba melihat sekitar.
Ternyata kami sudah keluar dari perkebunan karet, dan sedang melewati hutan yang berada di pinggir perkebunan.

Agak sedikit tenang, karena kalau sudah sampai di hutan itu berarti sebentar lagi kami akan masuk ke perkampungan, dan tiba di kota setelahnya.
Aku melirik ke belakang, pocong itu sudah tidak terlihat lagi, suaranya juga sudah tidak terdengar lagi..

"Aman Am, jangan terlalu ngebut, hati-hati.." Ucapku kepada Amri.

Laju motor mulai melambat, tetapi di sisa perjalanan kami masih tetap saling diam tanpa perbincangan.

***
"Sudahlah Yu, kamu tinggal di sini saja sampai atasanmu itu datang. Aku tidak tega membiarkanmu sendirian di perkebunan angker itu.."

Amri berbicara seperti itu ketika kami sudah sampai di rumah kontrakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tapi kami masih tetap segar tanpa mengantuk sedikitpun.

Aku menghisap rokok dalam-dalam, mempertimbangkan saran dari Amri.
Tidak bisa dipungkiri, hari-hari pertama tinggal di rumah dan perkebunan itu membuatku sangat trauma, ketakutan. Aku yakin kalau nanti ke depannya, teror akan terus berlanjut, teror yang mungkin akan lebih menyeramkan.
Aku berpikir, nanti setelah atasanku datang, aku akan berbicara tentang hal ini, akan kuceritakan semuanya, nanti dia pasti bisa mencari solusinya.

"Iya Am, sambil menunggu atasanku datang aku akan tinggal bersama kamu di sini dulu, aku tidak berani sendiri di sana.."
"Bagus kalau begitu.." Amri menimpali dengan wajah yang terlihat lega.

"Oh iya, besok malam aku akan berangkat ke Palembang selama beberapa hari. Kamu peganglah kunci rumah ini." Lanjut Amri.

"Iya Am.."
Selanjutnya perbincangan selesai, Amri langsung tertidur pulas, sementara aku masih saja termenung melamunkan peristiwa yang baru saja terjadi.
Masih terbayang jelas wajah dan bentuk pocong itu, suaranya.., dan juga bau kentang yang mengiringi kedatangannya.

Masih menempel di kepala..

Sampai adzan subuh berkumandang, aku masih belum juga bisa tertidur.

Hasilnya, pada malam itu aku tidak tidursama sekali.

***
"Aku tunggu kamu di sini saja ya, aku mau istirahat seharian ini. Nanti sore kamu harus pulang ke sini lagi, jangan nekat.."

Begitu ucap Amri ketika aku pamit kembali ke perkebunan untuk melanjutkan pekerjaanku lagi.
Iya, Amri tidak ikut aku ke perkebunan walaupun sebenarnya hari itu dia masih libur bekerja.

***
Sekitar jam enam pagi, aku sudah berada di atas motor yang melaju dengan kecepatan sedang menuju perkebunan.

Dengan kondisi badan yang sedikit lemas karena tidak tidur semalaman, aku memaksa diri untuk tetap menunaikan kewajiban, melanjutkan pekerjaan yang masih belum selesai.
Sinar matahari pagi yang terlihat dari ufuk timur sedikit bisa menghangatkan tubuhku yang kedinginan diterpa angin selama dalam perjalanan.

Kabut dan embun pagi terlihat masih menyelimuti kawasan hutan ketika aku mulai memasukinya wilayahnya.
Suasananya sangat berbeda bila dibandingkan dengan ketika aku dan Amri melalui jalan yang sama pada malam sebelumnya, kali ini keadaan tidak sama sekali tidak menyeramkan, indah yang ada.
Sesekali aku mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kantuk, mata terasa mulai berat untuk melihat, tapi tetap paksakan diri untuk terus berjalan.

Setelah melewati wilayah hutan, akhirnya aku mulai memasuki kawasan perkebunan karet.
Sinar matahari mulai menembus sela-sela pepohonan, perlahan mulai mengusir kabut yang sebelumnya mendominasi pemandangan.

***
Pak Rusli dan beberapa pekerja sudah berkumpul di depan rumah ketika akhirnya aku sampai.

“Kamu menginap di mana Yu?” Tanya Pak Rusli sesaat setelah aku turun dari motor.

“Menginap di rumah kawan di kota Pak.” Jawabku.

Selanjutnya aku masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap.
Aku masih trauma melihat isi rumah, kejadian semalam masih sangat membekas di kepala. Untungnya aku sudah membulatkan tekad untuk tidak akan bermalam sendirian di rumah ini lagi, aku tidak berani.

***
Hari itu kami melanjutkan membersihkan perkebunan.

Menurut perkiraanku, dalam beberapa hari ini proses membersihkan perkebunan karet akan selesai, kami akan masuk ke tahapan selanjutnya sebelum pada akhirnya akan memulai proses penyadapan.
Para pekerja sangat bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya, mereka melakukannya sambil berbincang satu sama lain, terkadang diselingi dengan canda tawa senda gurau, aku sesekali tersenyum menyaksikannya, aku menjadi yakin kalau mereka semua bekerja dengan sepenuh hati.
Sedangkan aku, badanku terasa sangat lemas dan lesu, yang diakibatkan karena tidak tidur semalaman. Tapi walaupun begitu, aku tetap mengawasi para pekerja.

Berharap sore cepat tiba, dengan begitu aku dapat langsung menuju rumah Amri untuk beristirahat.

***
Akhirnya, sudah jam lima sore, selesailah pekerjaan kami pada hari itu.

Seperti sebelum-sebelumnya, kami berkumpul terlebih dahulu di depan rumah sebelum membubarkan diri.

Aku dan Pak Rusli memberikan sedikit pengarahan dan berbincang ringan.
Matahari sudah bersandar di ufuk barat, membuat keadaan sudah semakin beranjak gelap.

Aku yang belum tidur selama 24 jam terakhir berusaha mati-matian menahan kantuk, berusaha untuk tidak tertidur di tempat duduk.
"Kamu kelihatan lelah sekali Wahyu, setelah ini kamu langsung beristirahat saja, tidurlah.."

Begitu kata Pak Rusli yang melihat tampangku yang tampak lesu dan lemah.

"Iya Pak, setelah ini saya akan istirahat.." Jawabku.

***
Rumah menjadi kosong dan sepi setelah akhirnya semua pekerja telah pulang, termasuk Pak Rusli.
Sementara Aku, masih tetap duduk di teras depan rumah sambil menikmati suasana sore, ditemani secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat rileks tubuhku yang sudah sangat kelelahan.
Aku merencanakan berangkat ke rumah Amri selepas maghrib nanti, tanggung pikirku..
Sepuluh menit menuju jam enam, aku masuk ke dalam rumah.

Menyalakan lampu petromak dan lampu templok yang ada di dalam kamar. Setelah itu aku ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan mangambil air wudhu.
Syukurlah, kamar mandi dalam keadaan bersih, normal, tidak seperti beberapa waktu sebelumnya yang terlihat kotor.

Jam enam lebih sedikit, waktu maghrib tiba, Aku pun segera bersiap untuk melaksanakan sholat..

***
Masih di atas sajadah, aku merasakan kantuk yang teramat sangat ketika sedang terdiam melamun sehabis sholat.
Setelah membereskan semua perlengkapan sholat, aku berbaring di atas tempat tidur. Berusaha keras untuk tidak sampai ketiduran, bisa-bisa kebablasan sampai malam, bahaya..

Namun pada akhirnya aku kalah..

Aku tidak dapat menahan rasa kantuk yang hebat ini..

Aku tertidur..

***
Posisiku tidurku berada di sebelah paling kiri tempat tidur, bukan pada sisi yang menempel tembok. Tubuhku menyamping menghadap ke lemari pakaian, sementara pintu kamar berada di sebelah kiri lemari.

Begitulah posisi tubuhku ketika tersadar dari tidur..
Setelah sudah benar-bebar tersadar, lalu aku mengucek-ngucek mata sambil berusaha melihat ke arah jam dinding yang menempel di tembok kamar.

Aku terkejut, ternyata sudah jam dua belas lebih sedikit, aku tertidur selama nyaris enam jam.

"Gawat.." begitu pikirku dalam hati.
Suasana sangat sepi, tidak terdengar suara apa pun, tidak ada suara angin maupun suara binatang malam yang terdengar dari luar.

Sekitar beberapa menit aku tidak merubah posisi tubuh, masih tetap miring menghadap lemari, membelakangi tembok.
Sayup-sayup terdengar lolongan panjang anjing hutan, lolongan yang membuat suasana menjadi menyeramkan, perasaanku mulai tidak enak..
Pintu yang sejak maghrib tadi memang kubiarkan terbuka, ternyata masih tetap dalam keadaan terbuka, karena itulah aku masih dapat melihat keadaan ruang tengah ketika aku melirik ke arahnya.
Lampu petromak masih dalam keadaan menyala, walaupun cahayanya meredup dan sedikit berkedap kedip karena sudah terlalu lama menyala tanpa ku pompa.

Hanya lampu templok yang masih menyala dengan konsisten, karena tabung minyak tanahnya masih terisi penuh.
Belum juga beranjak berganti posisi, aku melirik sekali lagi ke jam dinding, ternyata sudah nyaris setengah jam aku melamun.

Apa aku harus pergi saat itu juga menuju ke rumah Amri? Atau aku lanjutkan tidurku? Itu pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepala..
Tapi ketika sedang memikirkan apa yang harus kulakukan, tetnyata sesuatu mulai terjadi..

Ada sesuatu di dalam kamar,

Iya..., di dalam kamar..

Ternyata aku tidak sendirian..

***
Indera penciumanku menangkap aroma yang aku kenal, aroma yang masih melekat di dalam kepala.

Aku mencium aroma kentang rebus..

Aroma yang aku cium pada malam sebelumnya bersama Amri..

Aroma yang katanya menandakan akan kehadiran mahluk yang paling aku takuti, POCONG..

***
Bau kentang semakin kuat tercium, bersamaan dengan itu suara lolongan panjang anjing hutan semakin sering terdengar, bersahut-sahutan.

Aku memandang ke sekitar dengan perlahan, aku perhatikan setiap sudut kamar dengan penuh ketakutan, aku belum melihat apa pun. Kosong..
Kemudian aku alihkan pandangan ke ruang tengah yang keadaannya semakin redup karena lampu petromak yang nyaris mati.

Sama, dari sudut pandangku yang cukup sempit, aku tidak melihat apa pun di ruang tengah. Kosong..
Posisi badanku masih belum berubah juga, masih menyamping dan membelakangi tembok. Aku belum mau mengubah posisi..

Sementara itu, bau kentang semakin kuat tercium.

***
Pada akhirnya, aku berniat untuk berganti posisi juga..

Aku menggulingkan badan ke arah kanan, mengubah posisi menjadi menghadap ke atas, berbaring menghadap langit-langit kamar.

Perlahan aku menggerakan tubuh,

Sukses, aku sudah dalam posisi merebahkan badan.

Tapi.
Kemudian aku mendengar suara, aku mendengar desah nafas..

Desah nafas yang terdengar jelas dekat dari telinga kanan.
Jantungku berdegup kencang, badanku terasa lemas seketika, ketika tersadar kalau di sebelah kananku ada sosok yang tengah berbaring juga.
Aku tidak berani melihat langsung ke sebelah kanan. Tetapi walau hanya dari sudut mata, aku dapat melihat kalau sosok yang berbaring dekat tembok adalah sosok yang sangat aku takutkan.

Ada pocong terbaring di sebalah kananku..

***
Badanku lemas, tidak dapat ku gerakkan sama sekali.

Aku tidak bisa bergerak, apalagi untuk berdiri dan lari dari tempat itu..
Suara desah nafas dari sosok yang tengah terbaring di sebelahku semakin jelas terasa, semakin membuatku ketakutan, namun aku tetap tidak bisa bergerak, hanya bisa diam mematung..
"Ya Allah, tolonglah hambamu ini..."

Aku memohon kepadaNya agar diberi kekuatan dan keselamatan, aku terus membaca doa yang aku bisa di dalam hati.

Suasana sangat sepi, lolongan anjing tidak terdengar lagi..

***
Aku semakin ketakutan, ketika terlihat dari sudut mata kalau sosok pocong di sebelahku mulai bergerak-gerak.

Aku menahan napas, sangat ketakutan, dengan tubuh yang masih juga belum bisa digerakkan..
Aku melihat, secara perlahan pocong itu mulai bangkit dari posisi tidurmya. Badannya mulai terangkat, berangsur berubah posisi menjadi duduk di atas tempat tidur.

Pocong itu menjadi duduk di sebelahku, aku dapat melihat punggungnya, kepalanya menghadap tembok kamar.
Aku semakin keras berdoa di dalam hati..

Dalam posisi duduk memunggungi, pocong itu terlihat mulai menolehkan kepalanya ke arahku. Perlahan aku mulai dapat melihat wajahnya yang hitam legam.

Aku sudah di ambang pingsan, tubuhku gemetar dan sudah mulai menangis..
Kemudian, tiba-tiba keajaiban datang, aku dapat menggerakan tubuh, doaku terkabul..

Pelan-pelan aku bangkit dari posisi tidur..

Aku melihat pocong itu masih saja terdiam duduk memandang ke arahku..
Aku langsung keluar kamar, mengambil kunci motor, dan keluar rumah, tanpa berani melihat ke belakang.
Sekali lagi, pada tengah malam aku tinggalkan rumah itu dalam ketakutan. Aku memacu motor dengan kecepatan tinggi, karena ingin cepat sampai di keramaian.
Itu adalah malam terakhirku tinggal di rumah sendirian,

setelah itu aku tidak betani lagi bermalam di situ, selanjutnya aku tinggal di rumah Amri sampai Pak Heri datang.

***
Hai..
Balik ke gw lagi ya, Brii..☺️

Sekian cerita om Wahyu malam ini, kapan-kapan dilanjut lagi.

Kangen sama Teteh gak? Minggu depan kita jalan-jalan ke Bandung ya, mampir ke #rumahteteh.

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam,
~Brii~
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Brii..
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls (>4 tweets) are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!