Thread by @negativisme

sudah beberapa kali PASAL KARET produk yg mulia wakil rakyat menjerat leher korbannya. cukuplah dia yang dipenjara dengan vonis menista atau yang memprotes toa #Prakhotbah

kalo profesor yang punya brand "dungu", itu tidak perlu, karena menyebut kitab suci fiksi bukanlah penistaan, itu hanya penafsiran dia dengan dasar keilmuannya, keprofesorannya yang ajaib.

sama halnya dengan ustad gaul yang bilang Rosullulah pernah sesat, dan Maulid itu peringatan kesesatan. cukuplah dengan minta maaf, lalu semuanya beres. kan enak adem.

masalah keagamaan tak perlu masuk pengadilan apalagi jadi ajang demo-demoan, gak produktif. cukup amalkan Pancasila, saling menghormati antar pemeluknya.

jadi, gak akan ada lagi aksi penolakan imlek atau pembangunan rumah ibadah, hehehe

musisi nirambut juga seharusnya tak perlu dibui, karena pasal-pasal begini malah bisa jadi cara membungkam kritik pada penguasa. lalu munculah sorak ketika yang kena berbeda gerbong, dan protes kalo satu gerbong. ye kan?

okelah karena sudah vonis. anggap aja itu konsekuensi dari perbuatannya agar jadi perenungan diri, semoga insaf jadi musisi berbakat lagi,

walaupun semua tau, kalo kritik itu beda dengan menghujat. kalo seperti the ekonomist yang mengkritisi dengan data ya ada dasar keimuannnaya. kalo cuma cocot doang mah ya semua juga bisa.

terbaru adalah RUU Permusikan, dengan segala perintilan pasal-pasalnya yang menggelikan, bahkan seakan memenjara ide kreasi para musisi serta pekerja seni.

Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, jika gaji besar hanya bikin pasal-pasal karet sahaja, wakil rakyat gak ada guna, mendingan buat ngasi fakir miskin sahaja. Sekian.