“Wiken depan mau bawa si tole main ke taimzon.”
Lah, masih mending, Buapakku kalau rumah kosong suka meluk cium2, jijik mana hayooo? - Tatik
Semuanya tertawa.
Motor butut berknalpot racing meraung dikejauhan.
Aku malah ndak tau bapak ibukku siapa. - Munaroh.
Tatik: Mungkin kamu lahir dari pelepah pisang.
Semuanya tertawa. Lagi.
Semuanya menatap Rusmi.
Ak aku, ah udah ah, gak penting.
Rusmi menyalakan sebatang 234 hasil minta sama Kang Obet tukang parkir Alfamart.
Kamu gak apa2 dik? - Warga mulai berdatangan, Rusmi berdiri diam dengan kaos berlumur darah. Jemarinya menunjuk ke depan,
Ibuk, ibuuuuk.
Mobil itu muncul begitu saja, hanya beberapa detik lalu membawa pergi seluruh hidupnya.
Payudaranya sebelah kiri.
Sakit.
“ANJINGGGGG KALIAAAN!” Sumirah meraung.
Dua remaja tanggung itu tertawa berderai-derai dari atas motor. “WOOO, LONTE MUNAFIK.” Lalu menghilang di ujung pengkolan.
“Iyo le, ibuk juga kangen bapak.”
Lalu tangisannya pecah.
Rusmi tak menyahut, dirinya hanyut terbawa lamunan.
“Maaf maaf, kita ngomongin apa tadi?”
Rusmi berusaha menbentuk lingkaran dari asap 234 yang sebentar lagi habis terbakar.
tik tik tik.
Purwanto menutup mata, dadanya bergerak maju mundur, kakinya masih gemetar.
“Aku ndak bisa, mbak.” Purwanto menatap Nunung yang duduk di seberangnya. Meja makan kecil berbangku dua, dipaksakan menyelip di antara dapur dan kamar mandi. Sempit.
TIK TIK TIK!
Suara jarum jam menusuk masuk hingga ke gendang telinga. Purwanto membuka mata.
“Duh Gusti, ampunilah semua dosa-dosaku.”
“Sampeyan kerja di mana?” Sumarno bertanya sambil menuangkan segelas air untuk Heru.
Sumarno lalu mengambil kursi plastik kemudian duduk di sebelah Heru. “Kapan ya kita bisa jadi orang kaya?
“Anakku yang paling kecil sering nanya, itu tempat apa.” Sumarno menyalakan sebatang rokok.
“Aku bilang saja, itu tempatnya setan, yang tidak setan pun kalau masuk bisa jadi setan, karena tergoda barang-barang setan.”
Mereka berdua tertawa.
“Tino, kamu mabuk yo?” Bu RT berteriak, tapi percuma, Tino sudah menghilang di balik pintu.
Dari dalam dompet dia mengeluarkan sebuah foto. Foto lama. Sudah mulai menguning.
Entah kapan tepatnya semua dimulai, namun perlahan dia bisa merasakan kalau ada yang berbeda dari cara bapak menatapnya.
Tatik memejamkan mata, namun terlambat, setetes air sudah terlanjur bergulir membasahi pipinya.