“yo yo yam yam thanum bhaktah
sradhaya rchitum ichchhati
tasya tasya chalam sraddham
tam eva vidadhamy aham”
(BG 7.21)
“ye yatha mam prapadyante
tams tathai ‘va bhajamy aham
mama vartma ‘nuvartante
manushyah partha sarvasah”
(BG 4.11)
Bagi umat Hindu, Esa-nya Tuhan tidaklah berarti ia terpisah, asing dan sebatang kara di langit sana, dgn hadiah2 di satu tangan bagi yang memujanya
Rg Veda I.1.9 yang menyatakan:
Sa nah piteva sunave
‘gne supayano bhava,
Sucasvanah svastaye
Sementara Atharva Veda XII.1.12 menyatakan :
“Mata Bhumih putro’ham prtivyah” : Bumi adalah ibuku dan aku adalah anaknya.
Annaad bhavanti bhuutaani.
Prajnyaad annasambhavad.
Yadnyad bhavati parjanyo
Yadnyah karma samudbhavad. (BG.III.14)
“Makhluk hidup berasal dr makanan. Makanan dari tumbuhan. Tumbuhan dari hujan. Hujan dari yadnya. Yadnya itu adl karma (action)”
Dasyante yajna bhavitah
Tair dattan appradaya bhyo
Yo bhunkte stena eva sah”
(BG 3.12)
“Dengan pemujaanmu kepada dewata, maka Dewata akan memberkahimu dgn kebahagiaan. Dia yang menikmati berkah tanpa melakukan yadnya, adalah ibaratnya seperti pencuri”
Kembali lagi, tergantung kesadaran kita. Tergantung pilihan jalan dan pilihan hati kita. Terlalu besar DIA untuk dipahami, dimiliki dan diklaim seorang diri. Ekspresi pemujaan terlalu agung untuk disederhanakan seperti seragam anak2 pramuka.
Lagipula, kalau ia memang begitu benci dengan cara pemujaan yang berbeda, mengapa ia biarkan jutaan manusia ini hidup turun temurun selama jutaan tahun ?
Yang pemarah, Tuhan atau kita, sih ?