Malam ini saya kembali ingin berbagi sebuah cerita yg saya dapatkan beberapa tahun lalu.
Cerita ini diceritakan oleh Ibu dari teman saya.
Seperti biasa, untuk nama orang, jalan, dan instansi-instansi terkait akan saya samarkan.
Di sebuah sudut perumahan di bagian Timur Bekasi, terdapat sebuah rumah besar yg dihuni oleh sebuah keluarga beranggotakan 3 anggota inti dan 2 anggota pelengkap. Ayah, Ibu, putri mereka yg masih berusia 5 tahun dan 2 asisten rumah tangga.
Beberapa klien besar berhasil dirangkulnya. Mulai dari klien yg bergerak di industri makanan, sampai yg berkecimpung dalam bidang manufaktur.
Tak hanya itu, kejadian demi kejadian yg tragis pun menimpa keluarga itu.
Tanpa panjang lebar lg, mari kita mulai ceritanya.
Ia tak lg memiliki hasrat untuk mengarungi derasnya ombak Ibukota, dan berniat kembali ke kampung halamannya memulai hidup baru bersama putri tercintanya.
Sebut saja namanya, Pak Darso.
Pak Darso merupakan salah seorang karyawan di perusahaan percetakan milik Pak Surya.
Tanpa ia sadari hal apa yg akan dihadapinya...
Kadang bahkan, dengan uang upah yg cukup lumayan, Pak Darso menyisihkan sebagian...
Pak Darso memiliki seorang putri berusia 16 tahun. Dahlia namanya. Ia sering kali ikut membantu Pak Darso membersihkan rumah tersebut di akhir pekan.
Terkadang bahkan, di asaat Pak Darso tidak sempat datang ke rumah itu...
Sayangnya, minggu sebelumnya, mereka sama sekali tidak sempat untuk mengunjungi rumah tiipan Pak Surya karena mereka harus berpulang ke kampung halaman, mengunjungi orang tua Pak Darso.
Namun aneh...
Siang itu, Pak Darso dan Dahlia menemukan hal yg tidak biasa.
Banyak jejak kaki anak kecil di ubin teras depan rumah.
Memang, tanah kosong di samping rumah Pak Surya,
Dilihatnya satu per satu jendela samping rumah, namun tidak ada bekas pecahan, retakan, atau bahkan jejak bola yg menempel di tembok.
Ucap Pak Darso lega.
Ia pun kembali ke arah pintu depan rumah. Sesampainya di pintu depan, Pak Darso tidak menemukan putrinya, Dahlia.
Ditengoknya sekeliling, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Dahlia.
Pak Darso berseru memanggil-manggil nama putrinya tersebut.
"Dimana kamu Nak?!!",
kekhawatiran mulai menyelimuti pikiran Pak Darso.
Ia berjalan mengitari rumah itu dari dalam pagar, namun tak kunjung terlihat jg batang hidung sang anak.
"Bu... Ibu liat Dahlia gak?",
tanya nya kepada sang pemilik warung.
"Eeh, Pak Darso... Lho, bukannya tadi bareng sama Bapak ya ke rumah Pak Surya?",
jawab si Ibu warung.
"Laah... Gak ada Pak, Gak lewat sini dari tadi Dahlia..."
Mendengar jawaban itu Pak Darso semakin panik.
Dan menurut si Ibu warung. Ia sudah duduk di situ selama..
Bingung dan panik. Itulah yg dirasakan Pak Darso saat ini.
Ia berlari secepat mungkin, sampai di depan pagar rumah Pak Surya, Pak Darso tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Betapa terkejutnya Pak Darso melihat putrinya...
"Bapak dari mana sih...?!",
tanya Dahlia dengan nada sedikit meninggi, seolah kesal karena merasa ditinggal.
"Kamu...", Pak Darso terbata
"Kamu... Dari mana... Nak...?",
tanya Pak Darso bingung.
Pak Darso bingung bukan main mendengar jawaban Dahlia. Namun apa yg dikatakan putrinya berikutnya, semakin membuat Pak Darso tak bisa berkata apa-apa.
"Aku tuh dari tadi nungguin Bapak gak balik-balik. Akhirnya aku susul ke samping rumah, tapi...
"Bapak kemana tadi, Pak...?!",
tanya Dahlia yg tedengar masih sedikit kesal.
Pak Darso hanya terdiam.
Ia mencoba menemukan alasan yg logis dari kejadian itu.
"Pak... Pak... ?!",
Dahlia yg melihat ayahnya terdiam mematung seolah mengerti...
"Bapak... Kita pulang aja yok.",
ajak Dahlia mencoba mengalihkan pikiran Pak Darso.
"Hah...?? Iya... Iya Nak, iya...",
Pak Darso yg tersentak mencoba menjernihkan pikirannya pun mengikuti ajakan putrinya.
Setibanya di warung yg berada di ujung perempatan tadi, terdengar suara Ibu warung berseru kepada Pak Darso,
"Paak... Dahlia nya udah ketemu?!"
"Iya bu, ini...",
Pak Darso tiba-tiba terdiam tak bisa berkata apa-apa. Ketika ia menoleh ke belakang mencoba menunjukan anaknya kepada si Ibu warung, tak dilihatnya siapa pun di belakangnya.
"Dahlia... Kemana...??",
Ia kembali mematung, bingung, tak mengerti.
Melihat hal itu si ibu warung menghampiri Pak Darso dan menepuk bahunya.
"Pak! Bapak kenapa?!", tanya ibu warung
"Dahlia nya udah belum ketemu?"
"Hilang LAGI ya Dahlianya?",
pertanyaan itu membuat Pak Darso semakin bingung. Pasalnya, kata "lagi" yg diucapkan ibu warung seolah menegaskan bahwa iatahu sesuatu.
"Pak... Bapak kan sudah lama toh ikut Pak Surya. Masa sih blm paham jg setelah kejadian-kejadian aneh yg terjadi di keluarga beliau...?",
Kalimat itu seakan membuka pintu kenangan di otak Pak Darso.
Seperti adegan slide show,
Sampai pada sebuah titik. Ingatannya terhenti pada sebuah adegan. Adegan yg akhirnya menyadarkannya dan membuatnya berlari sekencang-kencang, kembali ke rumah itu.
Tragedi-tragedi tersebut masih hangat diingatannya.
Ia teringat akan pesan Pak Surya sebelum pergi.
"Pak, kamar kerja saya jangan sampe lupa dibersihkan ya...",
Sebuah pesan singkat biasa.
"Jangan lupa untuk menaburkan garam setiap 3 hari sekali disekeliling lantai kamarnya ya Pak...!"
Dan kini ia sadar. Sudah 5 hari ia tidak menjalankan pesan itu karena pulang kampung!
Tidak ada yg aneh dari ruangan tersebut.
Bahkan, asisten rumah tangganya pun tidak boleh membersihkan ruangan tersebut.
Ada apa sebenarnya dengan ruang kerja Pak Surya?
Ia menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya panjang, mencoba menenangkan degupan jantungnya yg cepat.
Ia pun mulai kembali melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah menuju pintu depan.
"Kriiieett...."
Suara pintu kayu yg sering ia dengar, kali ini terasa asing di telinganya.
Perasaannya aneh.
Tekanan udara di rumah itu seakan menurun drastis,
Diperhatikannya sekeliling, tidak ada yg aneh.
Namun suasana ruang tamu di rumah itu agak berbeda hari ini.
Sedikit lebih... Mencekam.
Langkah demi langkah ditapakannya. Pak Darso kini mulai memasuki ruang tengah dari rumah tersebut.
Melewati are tersebut, sebuah meja makan besar dengan 6 bangku yg tertata rapih melintang di tengah dapur yg dilengkapi dengan kitchen set jaman itu. Di antara dapur dan ruang tv, berjajar...
Pak Darso pun menoleh ke kanan, menghadap pada sebuah anak tangga menuju ke lantai 2.
Di sini lah keanehan terjadi.
Ia pun mengikuti arah jejak tersebut ke lantai 2.
Tanpa disadari, ia pun kini telah berdiri tepat di depan ruangan tersebut.
Pak Darso mengangkat tangannya perlahan, mencoba meraih knop pintunya.
Belum sempat ia menyentuh knop pintu, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari dalam ruang tersebut.
Pak Darso yg terkejut segera berbalik, mencoba berlari.
Namun, setelah baru 2 langkah, ia berhenti.
Pak Darso kembali membalikan badannya.
"Tok... Tok... Tok...!!"
Suara ketukan itu kembali terdengar. Dan kali ini sedikit lebih keras.
"TOK... TOK... TOK...!!!"
"Bapaaaak...!!! Bapaaaak...!!!"
"Bapak buka Paaaak...!!!"
Betapa terkejutnya ia mendengar suara putrinya dari dalam ruang kerja Pak Surya.
Dilihatnya Dahlia tersungkur di sisi sebaliknya. Matanya sembab, berlinang penuh air mata.
"Kamu dari mana aja Naak...?", tanyanya sambil menghampiri memeluk putri kesayangannya.
"Kamu gak apa apa Nak?"
"Lia... Lia...", sambil terbata-bata Dahlia mencoba berbicara
"Udah Nak, gak apa apa..."
"Lia takuut Pak...", suara tangisnya semakin menderu pilu terdengar.
"Iya Nak, iyaa... Bapak di sini..."
Yg ia tahu hanya, Putrinya telah ia temukan.
Dahlia terlihat masih sedikit terguncang, dan Pak Darso pun seakan menghindar untuk menanyakan, sampai diujung perempatan, di warung itu lagi...
suara si ibu warung kembali terdengar di telinga Pak Darso. Kali ini ia mencoba tidak menggubris suara tersebut, khawatir muncul pertanyaan-pertanyaan yg bisa membuat putrinya kembali terguncang.
"Pak... Eyalah si Bapak...",
suara itu pun menghampiri mereka.
"Ini Pak, minum dulu. Kasian Dahlianya...", ucap si ibu warung sambil menyodorkan sebotol minuman dingin kepada mereka.
Merasa tidak sopan bila ditolak, Pak Darso pun menerimanya.
"Mari Pak, duduk dulu aja di warung saya. Kasian toh kalo Dahlia masih harus jalan ke rumah dengan kondisi begitu."
Mengingat kondisi putrinya yg masih terpukul...
Mereka pun duduk pada sebuah bangku kayu panjang yg memang disediakan untuk para pembeli di warung tersebut. Dahlia terlihat masih terdiam tidak bicara.
"Saya Darminah, Pak...",
Pak Darso menoleh kepada si ibu.
Pak Darso masih diam memperhatikan.
"Pak Darso pasti gak inget saya yaa?",
tanya Bu Min pada Pak Darso.
"Kita... Pernah ketemu sebelumnya Bu?", tanya Pak Darso.
"Laah ya kan Bapak sering lewat sini...", ujar Bu Min sambil tertawa kecil.
Bu Min hanya tersenyum. Ia berdiri, berpindah tempat duduk ke sebelah Dahlia. sambil mengusap bahu kiri Dahlia, ia berkata,
"Namanya Dahlia Bunga Sudarsono..."
mendengar hal itu Pak Darso tersentak. Bagaimana mungkin seseorang yg tidak pernah ia kenal baik sebelumnya mengetahui sesuatu yg sama sekali tidak pernah ia ceritakan pada orang banyak?
"Tenang. Saya tidak akan bilang ini kepada siapa-siapa.", ucap Bu Min.
"Tapi, sudah waktunya Dahlia mengetahui kebenarannya.", lanjutnya.
Dahlia yg mendengar itu pun menoleh ke arah Bu Min,
"Mengetahui apa Bu?
"Pak... Mengetahui apa Pak?"
Pak Darso hanya bisa terdiam, tak berkata sepatah pun.
"Sudah waktunya Darso. Kamu harus jujur pada anak ini!", tiba-tiba suara Bu Min menegas.
Pak Darso yg masih kebingungan, terduduk lesu.
"Ibu adalah orang yg membantu persalinan Ibu mu Nak... Dan Ibu yg menyematkan nama Bunga ditengah namamu.", ucap Bu Min sambil tersenyum kepada Dahlia.
"Bu Min...?", ucap Pak Darso terbata-bata..
"Iya, ini saya."
"Bukannya... Harusnya... Koq...??",
Kali ini Pak Darso benar-benar tidak percaya dengan...
"Saya masih hidup Darso.", lanjut Bu Min
"Tapi... Saya... Saya lihat sendiri..."
"Kamu dan Pak Surya... Kalian hanya melihat apa yg ingin kalian lihat."
"Bapak mau mencoba membunuh Bu Min??!!", tiba-tiba suara Dahlia memecah kebingungan Pak Darso.
"Tidak Nak. Bapak mu ini orang baik.", ucap Bu Min menegaskan.
"Bahkan terlalu baik sampai ia mau diperalat tanpa sadar oleh si Surya bangsat itu!"
"Gimana maksudnya Bu...?"
"Nanti kamu akan tahu semuanya. Tapi buat saat ini, kita...
"Memang Dahlia kenapa Bu Min...?", tanya Pak Darso khawatir.
"Saat ini ditubuhnya ada bekas aroma alam ghoib. Khawatir mereka menganggap Dahlia adalah bagian dari mereka."
"Kamu pikir Dahlia kemana saja dari tadi Darso... Tidak mungkin kan dia akan menghilang begitu saja dan tiba-tiba muncul!", seru Bu Min kepada Pak Darso.
Dahlia terdiam. Tubuh nya kaku dan tatapan matanya kosong.
Melihat kondisi putrinya Pak Darso menjadi panik.
"Sudah, ayok kita bawa Dahlia pulang ke rumahmu!"
Mereka pun bangkit, beranjak dari warung itu dan membawa Dahlia pulang.
"Assalamu 'alaikum...!!"
"Wa 'alaikum salam warahmatullaah wa barakaatuh...",
terdengar suara lembut seorang perempuan dari dalam rumah.
"Lhoo... Dahlia kenapa Pak?!", tanya sang perempuan kepada Pak Darso.
Bu Ani tiba-tiba terkejut melihat seseorang lg yg masuk ke rumahnya.
"Bu... Min...?", tanyanya
Bu Min hanya tersenyum melihat Bu Ani.
"Sehat mba Ani?", sahut Bu Min sembari menanyakan kabar bu Ani.
Pak Darso dan Bu Min mendudukan Dahlia di sofa ruang tamu. Pak Darso bergegas ke dapur mempersiapkan baskom yg diisikan air. Bu Ani pergi ke kamar mengambil baju ganti untuk Dahlia.
Sore pun berganti malam. Mereka baru saja menunaikan sholat Isya berjama'ah, dan berkumpul kembali di ruang tamu.
"Bismillaahi rahmaan nirrahiim..."
"Kita mulai ya sekarang...", ucap Bu Min.
Ucapan Bu Min membuat Pak Darso dan Bu Ani terkejut bukan main. Pasalnya mereka sama sekali tidak diberitahu apa sebenarnya yg menimpa putrinya.
"InsyaAllah Nak. Atas izin Allah Subhana wa ta'ala, dan selama kita berpegang teguh pada keimanan kita. Mereka jg makhluk Allah kan.", ucap Bu Min meyakinkan Dahlia.
"Iya Bu...", sahut Dahlia.
Namun apa yg mereka temukan di teras depan rumah merupakan hal yg tidak biasa. Banyak jejak kaki anak kecil di sana.
Sesuai arahan ayahnya, Dahlia pun menunggu di depan pintu depan rumah.
Ia pun menoleh ke arah jendela. Betapa kagetnya Dahlia melihat seorang anak kecil perempuan dengan wajah yg sangat cantik sedang berdiri di dalam rumah.
Dahlia yg terkejut segera membuka pintu depan rumah dan berlari ke dalam. Ia tak habis pikir bagaimana anak itu bisa masuk ke dalam rumah. Ia pun berlari mengejar anak itu.
"Dek... Dek... Kamu di manaa...", seru Dahlia sambil melihat sekeliling mencoba memastikan keberadaan anak itu.
Tiba-tiba terdengar suara tawa dari bawah tangga tepat di samping dapur. Dahlia...
Sesaat, suara tawa itu terdengar lg. Sekarang arah suara itu berasal dari atas tangga. Diliriknya ke atas melalui sela-sela pembatas tangga.
Sesampainya di penghujung anak tangga terakhir, Dahlia melihat anak itu berlari masuk ke dalam...
Ia membuka pintu ruangan itu dengan perlahan,
"Dek... Dek... Kamu di dalem..?",
tanya Dahlia kepada si anak kecil.
Ia mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan tersebut.
Penasaran, Dahlia pun mencoba melihat buku tersebut. Sebuah buku yg terlihat sudah lapuk dan berdebu.
Dibukanya sampul buku itu. Lembar demi lembar ia perhatikan, tanpa menemukan adanya keanehan.
Sampai pada sebuah halaman, tangannya terhenti membuka lembar berikutnya. Matanya terpaku pada sebuah gambar seperti lukisan yg terukir cantik dengan sketsa pensil.
Sketsa lukisan seseorang.
Lukisan tersebut mirip sekali dengan paras si anak kecil yg tadi ia lihat di jendela depan rumah.
Ya... Anak kecil yg menuntunya memasuki ruang kerja Pak Surya.
Di bawah lukisan itu, tertulis sebuah nama...
"Dara - 07/07/'77"
Tanpa sengaja, Dahlia menyebutkan nama itu.
Tiba-tiba Dahlia merasakan seakan ada sesuatu yg datang mendekat kepadanya dari belakang. Namun perasaan tidak nyaman itu membuat Dahlia tidak berani menoleh ke belakang.
Perlahan, ia merasakan seperti ada sesuatu yg...
Sampai akhirnya, diliriknya sedikit ke arah perutnya. Ia melihat sepasang tangan kecil dengan kulit yg sangat pucat berusaha memeluknya.
Ia merasakan tangan-tangan itu perlahan merayap naik ke atas tubuhnya. Seakan sosok pemilik tangan itu sedang memanjatnya.
Ia merasakan sesuatu mendekat, menghembuskan nafas yg begitu dingin di telinga belakangnya. Lalu dengan nada lirih, berkata,
"Kakak..."
"Kakak... Manggil aku...?",
suara itu terdengar lg.
Mendengar itu, seperti mendapatkan kekuatannya kembali, Dahlia berbalik dan melepaskan tubuhnya dari tangan itu.
Namun sialnya, tiba-tiba pintu ruangan kerja tersebut terbanting dengan keras menutup rapat.
Dahlia mencoba membuka pintu itu dengan keras. Digedor ya pintu ruangan Pak Surya dari dalam berharap mendapatkan pertolongan.
"Tolong Paaak...!!!",
hanya Allah dan ayahnya yg Dahlia ingat saat itu. Mengharapkan keajaiban dari Allah.
Dan tiba-tiba pintu terbuka keras, menghempaskan tubuhnya ke lantai.
"Setidaknya kita tau siapa yg bawa kamu ke sana."
Pak Darso dan Bu Ani hanya terdiam mendengar cerita Dahlia.
"Kenapa Pak, Bu...?", tanya Dahlia bingung.
"Dara... Adalah putri pertama Pak Surya.", Bu Min melanjutkan.
"Iya... Tapi sekarang sudah tidak ada.", Pak Darso menjelaskan.
"Dara lahir pada tanggal 7 Juli tahun 1977. 10 tahun sebelum mereka pindah ke sini.", Lanjutnya.
"Lhoo... Kenapa Pak?", tanya Dahlia lg.
"Katanya sih untuk menenangkan hati Bu Cahya, istrinya.", timpal Bu Ani.
"Tapi sepertinya, bukan itu alasan sebenarnya...",
"Ibu udah curiga dari awal mereka pindah. Masa pindahan cuma bawa tas 2 gembol."
"Emang dasar Bapak mu aja yg gampang banget percaya sama orang!"
"Apalagi kalo mereka ngaku-ngaku lg kesusahan... Halah!", tegas Bu Ani dengan nada sedikit emosi.
"Iya... Tapi Bapak liat sendiri kan apa yg terjadi di keluarga mereka!", sahut Bu Ani masih dengan nada meninggi.
"Sudah.. Sudah..", Bu Min memotong, mencoba menetralkan.
Mereka semua terdiam. Masing-masing mencoba menenangkan diri.
"Jadi aku harus gmn Bu?", tanya Dahlia.
Bu Min hanya tersenyum sembari berkata,
"Tenang Nak. Kamu hanya bersentuhan, belum sampai terkontaminasi"
"Mandi wajib dan sholat taubat.", tegas Bu Min.
"Itu aja Bu?", sahut Dahlia penasaran.
"Ya gak sampai situ.", sahut Bu Min.
"Kamu tau bacaan dzikir pagi-petang?", lanjutnya.
Dahlia hanya menggeleng.
Bu Min pun meminta kertas dan bulpen,
Di kertas itu, Bu Min menuliskan,
"Al-Baqoroh 5 ayat pertama"
"Ayat kursi"
"Al-Baqoroh 5 ayat terakhir"
"Al-Ikhlas 3x"
"Al-Falaq"
"An-Naas"
Dahlia yg melihat itu pun bertanya,
"Sebanyak ini Bu...?"
Ia pun segera memalingkan tatapannya pada Pak Darso dan Bu Ani. Tersenyum hangat sam il berkata,
"Tidak ada dendam yg saya pendam. Kalian tidak bersalah..."
Pak Darso dan Bu Ani hanya bisa tertunduk, membisu mendengar perkataan Bu Min.
"Kalian ini orang baik Pak Darso, mba Ani...", lanjutnya.
"Kalian harus bisa saling menjaga satu sama lain."
Pak Darso terdiam mendengar itu. Sedangkan Bu Ani seolah terkejut, tak menyangka akan mendengar hal itu dari mulut putrinya.
"Kamu sudah tau Nak..?", tanya Bu Ani
"Sudah waktunya Dahlia tau semua mba."
"Iyaa.. Tapi...", Bu Ani terlihat gelisah.
"Tolong Bu.. Kalo emang aku harus tau, biarin aku tau. Supaya aku bisa paham situasinya...", tegas Dahlia kepada Ibunya.
Dahlia pun menoleh, mencoba menyimak penjelasannya.
"7 Mei 1984... Tanggal kematian Dara."
Semua terdiam mendengar hal itu. Namun Dahlia seolah teperanjat kaget.
"7 Mei?!!!", seru Dahlia.
Dahlia segera berlari ke kamarnya. Tak lama, ia kembali dengan sebuah buku note kecil.
Dahlia meletakan buku itu di tengah-tengah mereka duduk.
"Aku nemuin buku ini di laci kamar..."
"Padahal...
Pak Darso dan Bu Ani seolah terkejut melihat buku tersebut.
"Nak...", ucap Pak Darso.
"Tapi bukan itu yg aneh...", sela Dahlia.
Ia membuka sebuah halaman pada buku tersebut, dan menunjukan sebuah tulisan.
Tak bisa berkata apa-apa, Bu Ani tiba-tiba menangis.
Dahlia tidak mengerti apa yg sebenarnya terjadi.
"Gadis... Adalah kakak perempuan mu Nak.", jelas Pak Darso kepada Dahlia.
"Kakak... perempuan ku?"
"Tanggal kematian Gadis, sama persis dengan tanggal kematian Dara.", sela Bu Min
"Ketika itu Gadis berusia 17 tahun.", lanjutnya.
"Tapi kan...", sela Dahlia bingung.
"Kakak mu waktu itu berusaha menarik kamu yg terpeleset dari lantai 2 rumah Pak Surya. Kalian berdua akhirnya terjatuh ke pekarangan samping. Waktu itu di sana belum ditanami rumput seperti sekarang."
"Kakak mu jatuh membentur batu besar tepat di kepala belakangnya. Kamu selamat. Hanya saja...", perkataan Bu Min terputus. Ia menatap ke arah Pak Darso dan Bu Ani, berharap salah satu dari mereka...
"...Kamu kehilangan ingatan Nak.", lanjut Pak Darso menyambung penjelasan Bu Min.
"Kenapa gak pernah ada yg..."
"Karena kami sendiri tidak ingin mengingat kejadian itu...!!", seru Bu Ani yg memotong pertanyaan Dahlia.
"Sakit Nak... Sakit rasanya...
"Bukannya mba Gadis jatuh karena berusaha menyelamatkan aku Bu?"
"Bukan...", sela Bu Min.
"Bukan apa yg menyebabkan Gadis meninggal..."
"...Tapi peyebab kamu terpeleset di lantai 2 itu. Atau lebih tepatnya... Apa yg mendorong kamu waktu itu."
Mendengar hal itu Dahlia semakin terkejut. Penjelasan yg seolah menuding sesuatu...
"Bu Cahya...", lanjut Bu Min.
Nama yg tidak asing lg bagi Dahlia. Ya, nama dari istri Pak Darso.
"Bu Cahya yg mendorong kamu Nak.", tegas Bu Min.
Betapa terkejutnya Dahlia mendengar hal itu. Bu Cahya, istri dari..
"Dan saya menyaksikan kejadian itu. Itulah kenapa Pak Surya berusaha membungkam saya dengan menyingkirkan saya.", lanjut Bu Min.
"Beberapa malam setelah kejadian itu, Pak Surya manggil Bapak ke rumahnya...", sambung Pak Darso.
"Dukun santet.", tegas Bu Min.
"Pak Surya mau nyantet saya. Alhamdulillaah Allah masih baik sama Ibu, makanya Ibu bisa selamat dengan pura-pura meninggal...
"Saya gak nyangka, ternyata Bu Min...
"Tapi kenapa sekarang Bu Min balik dan menemui kami?", tanya Bu Ani pada Bu Min.
Bu Min tersenyum,
"Saya ingin memastikan kalo keluarga kalian baik-baik aja. Dahlia kan saya yg bantu persalianannya...
"Sebenarnya, istri Pak Surya itu orang yg sangat baik...", sambung Bu Min.
"Ketika dia mendorong kamu, bukan atas kehendaknya sendiri. Waktu itu, ada yg mempengaruhinya..."
Bu Min hanya mengangguk.
"Kamu inget Pak, setelah kejadian itu, Bu Cahya sama sekali gak pernah keluar kamar...", tanya Bu Min pada Pak Darso. Pak Darso pun hanya mengangguk, namun tetap menyimak seakan tidak paham arah penjelasannya.
Mandengar hal itu, semua yg ada di situ terdiam. Seolah tak percaya dengan apa yg dijelaskan oleh Bu Min. Begitu halnya dengan Dahlia. Namun, karena ia pun mengalaminya, rasanya sulit untuk..
"Sampai akhirnya meninggal...?", tanya Dahlia menyambung penjelasan itu.
"Iya.", jawab Bu Min.
"Tapi kenapa aku Bu? Kenapa Dara mau bunuh aku?"
"Kamu lahir kapan?", tanya Bu Min.
"7 Juli 1979", jawab Dahlia.
"_Dara, 7/7/'77"
Matanya terbelalak, seolah mengerti.
"Iya... Tanggal lahir kalian sama.", tegas Bu Min
"Seakan ingin membuat mu bernasib sama, Dara jg merasuki tubuh Bu Cahya untuk mendorong kamu dari lantai 2.."
"Mungkin kamu jg tidak ingat... Kalian terjatuh dari jendela di...
Dahlia terdiam, seolah mulai memahami arah cerita ini.
"Itu makanya, kenapa tadi siang Dara nuntun aku ke ruangan itu?", tanyanya.
Bu Min hanya mengangguk.
"Tapi kenapa aku Bu...?"
"Apa karena tanggal lahir kami sama...?"
"Gak juga...",
"Lhoo... Buat apa dia mengganggu Ibu nya sendiri?", tanya Bu Ani tidak paham.
"Putri mereka yg kedua, Raras, sebenarnya bukan putri kandung mereka. Raras itu adalah anak adopsi mereka."
"Dara meninggal karena kecelakaan. Ia jg terjatuh dari lantai 2 rumah mereka yg lama. Dan hal itu disebabkan karena temperamen Bu Cahya yg tanpa disengaja memukul Dara...
Bu Min memang mengetahui banyak hal dan rahasia mengenai keluarga Pak Surya. Pasalnya, Bu Min telah bekerja untuk keluarga Pak Surya selama 19 tahun, tepat sebelum lahirnya Dara.
Bu Min pun menjelaskan semua yg ia ketahui mengenai keluarga Pak Surya kepada Pak Darso dan keluarganya.
Mereka pun terdiam, tak mengira di balik...
"Lalu apa yg harus kami lakukan sekarang Bu Min...?",
tanya Pak Darso bingung.
"Gak apa-apa, Pak Darso tetap membersihkan rumah itu sesuai pesan Pak Surya. Saya akan menemani Bapak."
"InsyaAllah gak kenapa-kenapa...", jawab Bu Min.
"Tapi tetap amalkan apa yg sudah saya kasih tau sebelumnya yaa Nak."
Dahlia hanya bisa mengangguk mengikuti arahan Bu Min.
Dahlia, putri Pak Darso sudah menikah dan...
Bu Ani kini sudah tiada. Ia wafat pada tahun 2010 karena penyakit yg sudah lama dideritanya.
Bu Min, entah kemana...
Beberapa tahun setelah kejadian, ia menutup warungnya dan pergi tanpa kabar sampai saat saya mendengar cerita ini.
Karena seperti yg sudah saya sampaikan di awal, saya hanya ingin berbagi. Bukan untuk menguji nyali teman-teman semua.
Ambil lah yg bisa diambil...
Saya pamit,
Assalamu 'alaikum wr wb.
Salam hangat,
bonkioong