Pengalaman yang cukup membuat gw menghargai perbedaan dari setiap "sisi" dimensi.
Salah satunya akan gw ceritakan malam ini, di #briistories.
@InfoMemeTwit
Begitu kata Bang Kopral.
***
Sekali lagi gw akan ulas lagi sedikit ya..
Sangat senang ngobrol dan bercerita, Kalo udah nongkrong di #rumahteteh bisa sehari semalam gak habis topik bahasan, kecuali kalau Teteh udah bete, langsung bubar.
~Ketemu gak Brii?
Ketemu, seru seram mencekam, campur jadi satu. Nanti kalo udah waktunya gw pasti cerita.
***
"Ayolah Brii, besok itu malam jumat kliwon loh, pas banget, seru pastinya. Ayolaahh, pulangnya gw traktir makan di Ceu'Mar deh.. Hehehe."
Tapi entah gimana, Bang Kopral selalu nemu cara yang akhirnya bisa membuat gw setuju untuk ikut.
Jadi iya, ujungnya kami berniat untuk jalan keesokan harinya, ke satu wilayah yang katanya angker di sekitaran Cimahi Leuwi Gajah.
***
Tolong jangan diikuti ya, pokoknya jangan.
Berpenampilan sederhana, mengenakan sarung dan peci, menyambut kami di teras rumah.
"Waalaikumsalam." Jawabnya dengan senyum sumringah.
"Kirain gak jadi.. Hehe." Ucap beliau dengan logat sunda yang kental.
"Iya Pak, maaf kemaleman." Jawab bang Kopral.
Setelah itu kami dipersilakan duduk di teras rumah, lalu berbincang di situ.
Jalan potong? Daerah apa itu?
Sangat menyeramkan kalau mendengar cerita Pak Rt.
Benar, itu adalah pak Hansip yang biasa jaga malam di wilayah tersebut, sebut saja Pak Romli.
"Nanti paling saya cuma bisa anter sampai depan rumah kosong itu aja." Lanjutnya.
"Nanti setelah selesai, kami langsung pulang ya Pak, takut ganggu kalau harus balik lagi." Begitu kata bang kopral mengakhiri pertemuan.
Gak jauh, hanya sekitar lima belas menit kami sudah sampai.
Rumah besar bertingkat, kosong, dan gelap, kami parkir persis di depannya, gak masuk ke halaman.
Begitu kata Pak Romli menjelaskan keadaan rumah, setelah itu dia pergi meninggalkan kami sendirian.
***
Begitulah cara bang kopral menggambarkan suasana mencekam dan menyeramkan, sama sekali gak menunjukkan raut ketakutan, kelihatan seperti menikmati adrenalin yang melonjak spartan.
"Pulang aja yuk bang, ini serem sih. Sepinya parah, ngeri." Setengah berbisik gw mengajak pulang.
Tipikal bang kopral, selalu dapat mengeluarkan ide "brilian". Ide yang sungguh sangat gw tentang.
"Yaudah, kalo lo gak mau biar gw sendiri aja, lo tunggu sini. Gw sebentar aja kok.."
"Ah sialan lo bang, gw gak mau ditinggal sendiri, gw ikut deh. Tapi jangan lama-lama ya.."
***
"Kayak suara pintu Brii." Bisik bang kopral, dengan wajah yang mulai serius.
Gw mengiyakan sambil mengangguk pelan.
Sekali lagi gw melempar ide, ide yang kemungkinan besar gak akan disetujui oleh bang kopral.
"Sebentar aja Brii, gak lama-lama." Begitu katanya.
Di ujung kanan ada pintu dalam keadaan terbuka, sepertinya merupakan akses ruang tamu menuju ruang keluarga atau ruang tengah.
Langkah sepatu menginjak lantai penuh debu menimbulkan bunyi khas, hanya itu saja suara yang terdengar.
Cahaya lampu senter menyisir setiap sudut ruangan, menyentuh seluruh bagian yang berselimut gelap, debu-debu kecil terlihat beterbangan, menambah cekam suasana.
Dari ketebalan debu yang gw lihat di setiap anak tangga, sepertinya sudah sangat lama gak ada orang yang melangkah menginjaknya untuk ke atas.
Kemudian kami lanjut ke belakang.
Sungguh benar ini merupakan rumah yang meyeramkan, hawanya sangat gak enak, di beberapa bagian kami merasakan udara yang hangat cenderung panas.
Kaget, tiba-tiba terdengar ada suara pintu dibanting, di lantai atas. Jantung gw sejenak berhenti berdetak, terkejut, ketakutan.
Gak bisa apa-apa, gw hanya pasrah untuk terus ikut ke mana Bang kopral melangkah.
Gw melakukan hal yang sama, membersihkan sebagian debu di permukaan kaca yang ada di hadapan.
Sama seperti halaman depan, belakang rumah juga ditumbuhi rumput tinggi dan semak belukar, ada beberapa pohon besar yang berdiri menghalangi mata untuk lebih jauh lagi memandang.
Bang kopral berbisik pelan, memberi petunjuk agar gw mengarahkan pandangan ke titik yang dia mau.
Bang kopral tampak setuju, dia melangkah mundur ketika pocong di halaman belakang itu seperti mulai bergerak mendekat.
Lalu kami balik badan, berjalan menuju pintu depan, berniat segera keluar dari rumah.
Tapi langkah terhenti ketika hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai pintu yang menuju ruang tamu.
Ada suara seperti orang batuk di sebelah kanan, tempat di mana letak tangga menuju ke atas. Secara reflek kami kompak menoleh ke sumber suara..
Dari sudut mata, pocong itu masih kelihatan berdiri di atas tangga.
***
Ucap bang kopral sambil suaranya menahan supaya gak teriak, setelah kami sudah berada di dalam mobil.
Satu situasi yang menyeramkan dan mencekam, dalam hati gw berkata kalau gak akan melakukan kegiatan ini lagi, kapok.
"Yuk Brii."
Lalu gw coba untuk menyalakan mesin mobil, dan berhasil.
Kembali gw terdiam, lagi-lagi nafas tertahan..
Ada pocong di belakang, tapi bukan di dalam mobil.
"Bang, di belakang ada pocong."
Sontak bang kopral menoleh ke belakang.
"Cepetan jalan brii.."
Belum selesai..
Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai di jalan besar, daerah yang sudah gak seram lagi.
Berakhir juga malam yang mencekam itu.
***
Begitu katanya.
Pantesan..
***
Sekian cerita pengalaman gw malam ini, sampai jumpa minggu depan, tetap sehat supaya bisa terus merinding bareng.
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam
~Brii~