, 79 tweets, 10 min read
Banyak dari kita pernah merasakan seperti terjebak dalam satu situasi yang mengerikan, menciutkan nyali sampai titik terendah, entah itu di rumah atau tempat kerja.

Keadaanlah yang akhirnya memaksa untuk menghadapi semuanya, pasrah dalam ketakutan.

@InfoMemeTwit
Seperti yang dirasakan oleh Mas Yono dkk ini, ketika bekerja di salah satu gedung pencakar langit di jantung ibu kota, Jakarta.

Seperti biasa, Mas Yono langsung yang akan bercerita, di sini, di Briistory.

***
Ruas jalan Sudirman masih padat ketika aku melintasinya, ya memang masih termasuk jamnya pulang kerja. Tapi itu orang lain, sementara aku jam delapan malam malah harus berangkat menuju tempat kerja. Beginilah nasib pekerja yang terikat dengan shift, pagi siang dan malam.
“Yon, kamu jaga pos dulu ya. Biar Hamdan yang patroli duluan.” Ucap Amri ketika aku baru saja sampai di basement satu, tempat di mana pos sekuriti berada.

“Oke Mas.” Jawabku pendek.

Setelahnya aku berganti pakaian, mengenakan seragam.
Gak terasa, sudah hampir satu tahun bekerja di gedung ini. Sudah cukup banyak pengalaman yang aku dapat, selain itu juga aku dapat banyak teman baru, entah sesama sekuriti atau pun para karyawan yang bekerja di gedung ini. Secara keseluruhan, aku menikmati bekerja di gedung ini.
Tapi, ada ganjalan yang jadi beban di dalam hati, terkadang aku merasa kurang nyaman dengan situasi gedung ini pada malam hari. Maka dari itu aku sedikit “gemetar” apa bila sedang mendapatkan giliran kerja malam, walaupun terkadang banyak kejadian aneh juga di siang hari.
Tapi mau gimana lagi, resiko pekerjaan yang harus dijalani.
Gedung ini seperti hidup, banyak “kegiatan” yang sering kali gak masuk logika. Aku sering kali membahasnya dengan rekan sesama sekuriti, terkadang dengan teman karyawan lain. Beberapa kejadian yang cukup aneh dan menyeramkan akan aku ceritakan pada malam ini.
Selepas jam kerja, di salah satu gedung di bilangan Sudirman Thamrin, Jakarta.

***
Setelah sudah siap dan berpakaian dinas, aku duduk di kursi depan layar monitor cctv. Memperhatikan dan mengawasi keadaan situasi gedung melalui layar besar yang berbaris di hadapan.
Segelas kopi dan sebatang rokok menemani, membantu agar tetap terjaga. Sementara Iwan duduk di ruang sebelah menonton televisi, menunggu gilirannya berpatroli.
Malam ini kami bertugas dengan lima personil, Amri dan Roni menjaga pos depan dan belakang, Hamdan sedang patroli gedung, aku dan Iwan masih menjaga pos.

Penempatan ini akan berlangsung selama dua jam ke depan, setelah itu kami berganti tugas.
Sudah hampir jam sebelas malam ketika suara Hamdan terdengar melalui melalui radio komunikasi.

“Pos satu, di sini Hamdan.”

“Di sini Yono, ada apa Dan?” Tanyaku.

“Yon, Gw di lantai lima belas nih, bisa bantu tolong lihat di ruangan staf PT. Sentosa gak?” Begitu katanya.
Aku langsung memeriksa ruangan yang dimaksud oleh Hamdan di lantai lima belas, melihatnya melalui layar monitor.

“Gak ada apa-apa Dan, ruangan udah kosong. Emang ada apa?” Tanyaku ketika sudah mengecek melalui cctv.
“Coba lo liat ruangan kaca yang di pojok, masih ada orang gak?” Tanya Hamdan lagi.
Lantai lima belas adalah lantai yang digunakan oleh perusahaan marketing, bergerak di bidang property.

Memang, sering kali ada karyawannya yang bekerja sampai larut malam, kadang sampai hampir jam dua belas malam.
Termasuk GM-nya yang memiliki ruangan sendiri, yaitu ruangan kaca yang letaknya di pojok, ruangan yang Hamdan tanyakan.

Tapi, di jam sebelas ini aku melihat kalau seluruh ruangan di lantai lima belas sudah kosong, termasuk ruagan GM.
“Gak ada orang, udah kosong, sepi. Ada apa Dan?” Tanyaku kemudian.

“Komputer di ruangan kaca nyala gak?” Tanya Hamdan lagi.

“Gak Dan, mati. Ada apa sih?” Sekali lagi aku tanya Hamdan.
“Nanti aja ceritanya. Lo stand by terus ya, jangan ke mana-mana.” Tutup Hamdan seraya melanjutkan patrolinya.

Dari nada bicaranya terlihat sekali kalau dia melihat atau sedang merasakan sesuatu, aku yakin.
Sekitar jam dua belas, akhirnya Hamdan sudah kembali ke pos. Gak berbasa-basi aku langsung bertanya tentang percakapan kami tadi sebelumnya.

“Emang tadi di lantai lima belas ada apa Dan?” Tanyaku.

Lalu Hamdan bercerita.
Jadi, seperti biasa, dia berpatroli berkeliling di dalam gedung, lantai demi lantai, memastikan kalau situasi dan keadannya sudah aman.

Kami selalu mulai berkeliling dari lantai paling atas, lalu satu persatu lantai di bawahnya kami periksa sampai ke basement.
Menurut Hamdan, dari lantai paling atas sampai ke lantai enam belas keadaannya normal dan situasinya aman.

Memang ada beberapa karyawan yang masih bekerja, tapi mereka sudah bersiap untuk pulang, sementara ruangan dan lantai lainnya lebih banyak yang sudah kosong.
Nah, kejadian aneh terjadi ketika Hamdan sampai di lantai lima belas.

Keluar dari lift lampu di lobby sudah mati, tapi walaupun begitu Hamdan tetap harus melakukan patroli, memeriksa situasinya.
Yang pertama dia datangi adalah pintu yang menuju ruang staf, ruangan ini sangat besar, karena dapat menampung belasan hingga puluhan karyawan, di ujung ruang staf ada ruangan kaca yang ditempati oleh General Manager.
Ruang kaca ini letaknya paling ujung, paling jauh jaraknya dari pintu utama. Di sebelah kirinya, beberapa belas meternya kira-kira jaraknya, ada pintu menuju mushala dan ruangan yang biasanya digunakan untuk meeting.
Awalnya, Hamdan hanya mengintip melaui kaca yang ada di pintu utama, sebelah meja resepsionis.

Biasanya memang hanya itu yang kami lakukan, melihat dari pintu, karena dari situ pun sudah terlihat hampir semua sudut ruangan, kalau gak terpaksa kami gak akan masuk ke dalam.
Dari pintu Hamdan melihat kalau ruangan sudah kosong, lampunya sudah mati, sama sekali sudah gak kelihatan ada orang.

Tapi ketika melihat ke ujung, ke ruang kaca, Hamdan melihat kalau di dalamnya masih ada cahaya, tapi bukan lampu.
Di ruang kaca Hamdan melihat kalau komputer di atas meja masih menyala, dari situlah cahaya terang berasal.

Hanya monitor komputer yang menyala, gak terlihat ada orang di dalam ruangan, kosong. Maka dari itulah Hamdan berniat untuk ke sana dan memeriksanya.
Perlahan Hamdan membuka pintu..

Benar, ruangan staff sudah benar-benar kosong, gak ada orang sama sekali, lampunya pun sudah mati semua.
Cahaya hanya bersumber dari lampu di resepsionis depan dan sedikit cahaya dari luar gedung, tapi itu sudah cukup buat Hamdan untuk melihat keadaan, ditangannya pun dia memegang lampu senter yang bisa digunakan bila perlu.

Sepi, hening..
Gak ada pikiran apa-apa, Hamdan melangkah menuju ruangan kaca.

Duk, duk, duk..

Hanya suara langkah kakinya saja yang terdengar, selebihnya sepi.
Tapi, entah di langkah keberapa Hamdan berhenti, ketika melihat ada seseorang yang tiba-tiba muncul dari pintu menuju ruang meeting dan Mushala.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar, menggunakan kemeja putih lengan panjang, berdasi, celana panjang berwarna gelap.
Lelaki ini keluar dari pintu sebelah kiri, berjalan menuju ruangan kaca yang sejak tadi pintunya dalam keadaan terbuka, dia berjalan tanpa sedikit pun melihat ke arah Hamdan, pandangannya terus lurus ke depan.
Awalnya, Hamdan hendak langsung menyapa sosok lelaki itu, tapi urung karena perasaannya mulai gak enak ketika menyadari sesuatu.
Ternyata, lelaki itu berjalan gak bersuara, sama sekali gak ada bunyi yang terdengar, sejak kemunculannya dari pintu gak ada suara, langkah kakinya senyap, hening aja.
Hamdan tetap berdiri pada posisinya ketika laki-laki itu benar-benar sudah masuk ruangan kaca, lalu duduk di depan komputer.

Ketika duduk inilah Hamdan akhirnya dapat melihat wajahnya dengan jelas, cahaya monitor membantu menerangi penampakannya.
Jarak dari tempat Hamdan berdiri ke ruangan kaca tempat laki-laki itu berada, hanya sekitar belasan meter, cukup dekat untuk dapat melihat dengan jelas wajah masing-masing ketika bertatapan.
Pada saat inilah Hamdan semakin merasa ada yang gak beres, ketika melihat laki-laki itu perlahan mulai memandang ke arahnya, yang masih saja diam berdiri.

Pintu ruangan yang terbuka menjadikan tatapan mereka jadi gak berpenghalang.
Dia menatap dengan tajam dengan sorot mata yang mulai mengerikan, memperhatikan Hamdan yang masih berdiri di dalam gelap

Hamdan benar-benar mengurungkan niat untuk menyapa, malahan perlahan mundur menjauh, menuju pintu utama di belakangnya. Hamdan ketakutan..
Sementara Laki-laki itu terus menatap dengan garis lengkung senyum mulai menghiasi wajah seramnya.

Kemudian Hamdan lari ke luar ruangan.
Setelah sudah di luar, di sebelah meja resepsionis, saat itulah Hamdan menghubungiku yang sedang berada di pos sekuriti, menanyakan tentang keadaan lantai lima belas dan ruangan kaca melalui monitor cctv.
Jawabanya sudah diketahui di awal tadi, aku gak melihat apa-apa, lantai lima belas sudah kosong, termasuk ruangan kacanya.

Tapi belum selesai..
Setelah perbincangan denganku selesai, Hamdan masih penasaran, sekali lagi dia mengintip melalui kaca kecil yang ada di pintu utama, untuk melihat ke ruangan kaca, dia ingin memastikan sekali lagi.
Ternyata, sosok lelaki itu masih ada, masih duduk di depan monitor komputer. Wajahnya masih menatap ke arah Hamdan yang sedang mengintip dari balik pintu.
Beberapa detik kemudian, sosok menyeramkan itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekat ke pintu utama, tempat di mana Hamdan sedang mengintip.

Gak berpikir panjang, Hamdan langsung lari menuju tangga darurat, maninggalkan lantai lima belas.

***
Di lantai lima belas, aku juga pernah mengalami peristiwa yang menyeramkan. Terjadi beberapa bulan sebelum kejadian Hamdan tadi.

Peristiwanya terjadi di siang hari, hari libur tanggal merah, aku lupa hari besar apa waktu itu.
Kalau siang, apa lagi hari libur, penjagaan gak seketat malam di hari kerja.

Patroli di bagian dalam gedung hanya dilakukan apa bila ada hal yang memaksa kami untuk memeriksa, kalau situasi normal kami jarang berpatroli. Hanya menjaga dan memeriksa situasi di luar saja.
Waktu itu kami hanya berempat, aku, Amri, Hendra, dan Iwan.

Sekitar jam satu siang, ketika sedang berada di sekitaran lobby, tiba-tiba suara Iwan yang sedang berada di pos, memanggilku lewat radio.
"Yon, bantu periksa lantai lima belas ya. Tadi pagi ada dua orang karyawannya dateng, tapi gw lihat di monitor mereka udah gak kelihatan lagi. Tolong dicek Yon."

Begitu kata Iwan, aku langsung menyanggupinya, lalu bergegas menuju lantai lima belas menggunakan lift.
Memang, walaupun hari libur selalu ada beberapa karyawan yang tetap masuk, ada yang memang giliran piket, ada pula yang memang ada kepentingan mendadak.
Tapi untuk lantai lima belas, jarang kami melihat karyawan yang datang di hari libur.

Makanya Iwan tahu kalau ada karyawan lantai lima belas yang datang di hari libur itu, selain itu juga mereka pasti datang ke sekuriti terlebih dahulu untuk bisa masuk gedung.

***
Ting..

Lift berhenti di lantai lima belas.

Ketika pintu terbuka, yang kulihat pertama kali adalah meja resepsionis yang dalam keadaan kosong. Selebihnya juga kosong, dengan udara yang sedikit gerah karena AC gedung memang dalam keadaan mati.
Aku melangkah menuju pintu masuk ruangan kerja PT. Sentosa, pintu yang ada bagiannya yang berbahan kaca, letaknya di sebelah kiri meja resepsionis.

Sesampainya di depan pintu, aku gak serta merta membukanya, tapi mengintip terlebih dahulu, melihat keadaan di dalam.
Kosong, ruangan besar itu kosong, sama sekali gak ada orang. Ruang kaca yang berada di paling ujung pun kelihatan kosong.

"Wan, lima belas udah kosong, gak ada orang lagi."

Aku menghubungi Iwan ketika masih berdiri di depan pintu.
"Coba lo masuk ke dalam Yon, pastiin aja. Abis itu jangan lupa kunci lagi pintunya."

Begitu Iwan bilang, aku turuti kemauannya.

Ternyata benar, pintu ruangan gak terkunci ketika aku membukanya.
Pertama yang aku lakukan adalah melihat sekeliling ketika sudah berada di dalam. Memperhatikan setiap sudut ruangan sambil terus melangkah, menuju ruangan kaca paling ujung.

Kosong, ruangan ini kosong, begitu juga ruangan kaca ketika aku sudah berada di depannya.
Gak jauh di sebelah kiri ada pintu menuju mushala, toilet, dan ruang meeting. Aku harus menuju ke ruangan itu semua untuk memeriksa, siapa tahu dua karyawan itu sedang ada di sebelah.
"Sekalian.." Begitu pikirku dalam hati.
Aku semakin yakin kalau harus ke sana ketika mendengar ada gemericik air dari toliet, atau mungkin tempat wudhu mushala. Aku harus memeriksanya.

Setelah melewati pintu, yang aku temui pertama kali adalah toilet, lalu aku membuka pintunya untuk memeriksa ke dalam.
Kosong, toilet dalam keadaan kosong, airnya pun dalam keadaan mati.

Aku lalu melanjutkan langkah lagi untuk memeriksa ruangan berikutnya.

Benar, ternyata ada satu keran air yang menyala, keran untuk berwudhu. Aku langsung berjalan ke keran yang terbuka itu untuk menutupnya.
Di sebelah kanan barisan keran, ada pintu mushala yang selalu dalam keadaan terbuka, jadi keadaan di dalam mushala yang cukup besar itu akan selalu terlihat dari lorong di depannya.
Nah, pada saat itulah aku melihat ada yang sedang melaksanakan sholat, menghadap kiblat yang arahnya berlawanan dengan keberadaanku yang sedang berdiri di lorong.

Jadi aku melihat mereka yang sedang sholat dari belakang.
Dua orang bermukena, yang satu sholat di pojok kanan, satu lagi beberapa langkah di belakangnya, keduanya sedang dalam posisi berdiri.
"Oh ternyata sedang pada sholat." Begitu pikirku dalam hati.

Lalu aku melanjutkan langkah menuju ruang meeting yang ada di depan, sebelah kanan lorong.
Ruang meeting dalam keadaan gelap dan kosong, saat itulah aku memutuskan untuk kembali menuju pintu keluar, karena berkesimpulan kalau lantai ini aman. Karyawan yang dimaksud oleh Iwan ternyata sedang sholat di mushala.
Tapi tiba-tiba Iwan memanggilku melalui radio..

"Gimana Yon? Aman?"

"Aman wan, karyawannya, dua perempuan, lagi pada sholat di mushala." Jawabku tanpa beban.
"Perempuan? Karyawan yang datang tadi pagi laki-laki semua Yon. Coba cek lagi deh." Timpal Iwan.

Nah loh..
Kejutan berikutnya, ketika tiba-tiba Hendra ikut nimbrung bicara di frekuensi radio yang sama.
"Dua karyawan laki-laki yang tadi pagi di lantai lima belas bukan? Mereka udah pulang jam sebelas tadi. Pamitnya ke gw. Lantai lima belas udah kosong dari tadi."

Begitu kata Hendra.
Perasaanku mulai gak enak.

"Wan, tolong liat cctv mushala sekarang dong,"

Dengan suara pelan, masih berdiri di depan ruang meeting, aku meminta Iwan melihat keadaan di dalam mushala melalui cctv.
"Udah, gw lagi liat monitor mushala nih sekarang. Mushala kosong, gak ada siapa-siapa. Coba cek lagi." Kata Iwan.

Kosong? Jelas-jelas aku melihat dua perempuan yang sedang sholat beberapa puluh detik lalu.
Perasaan semakin gak enak, melihat lorong belakang ini semakin mencekam rasanya. Kalau mau ke luar ruangan pun, aku harus lewat depan mushala lagi.

Cukup lama berdiri di depan ruang meeting, bingung harus berbuat apa.
Akhirnya, karena gak ada jalan lain, aku harus berjalan keluar, lewat depan mushala.

Melangkahkan kaki perlahan, mendekati pintu mushala yang masih dalam keadaan terbuka.

Ketika sudah benar-benar berada di depannya, penasaranku mengalahkan kekhawatiran, aku menoleh ke dalam.
Benar, mereka masih ada, dua perempuan bermukena berada di dalam mushala, tapi kali ini posisinya sudah berubah.
Yang satu masih berdiri di tempat yang sama, yang satu lagi duduk di sampingnya. Tapi keduanya menghadap ke arahku yang sedang berdiri di depan pintu, mereka gak lagi membelakangi.

Keduanya menatap dengan tatapan kosong, pucat, tapi tersenyum.
Beberapa detik aku terdiam, seperti terhipnotis.
Detik berikutnya aku mulai melangkahkan kaki dengan cepat menuju pintu keluar, ketakutan.

Sesampainya di luar, langsung mengunci pintu lalu lari ke tangga darurat, meninggalkan lantai lima belas.

***
Begitulah, kisah seram yang dialami oleh Mas Yono dan kawan-kawannya. Masih banyak kisah menarik yang bisa mereka ceritakan, tapi nanti aja, kapan-kapan dilanjut lagi.

Sekian cerita malam ini.

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam
~Brii~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Brii

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!