Keadaanlah yang akhirnya memaksa untuk menghadapi semuanya, pasrah dalam ketakutan.
@InfoMemeTwit
Seperti biasa, Mas Yono langsung yang akan bercerita, di sini, di Briistory.
***
“Oke Mas.” Jawabku pendek.
Setelahnya aku berganti pakaian, mengenakan seragam.
***
Penempatan ini akan berlangsung selama dua jam ke depan, setelah itu kami berganti tugas.
“Pos satu, di sini Hamdan.”
“Di sini Yono, ada apa Dan?” Tanyaku.
“Yon, Gw di lantai lima belas nih, bisa bantu tolong lihat di ruangan staf PT. Sentosa gak?” Begitu katanya.
“Gak ada apa-apa Dan, ruangan udah kosong. Emang ada apa?” Tanyaku ketika sudah mengecek melalui cctv.
Memang, sering kali ada karyawannya yang bekerja sampai larut malam, kadang sampai hampir jam dua belas malam.
Tapi, di jam sebelas ini aku melihat kalau seluruh ruangan di lantai lima belas sudah kosong, termasuk ruagan GM.
“Komputer di ruangan kaca nyala gak?” Tanya Hamdan lagi.
“Gak Dan, mati. Ada apa sih?” Sekali lagi aku tanya Hamdan.
Dari nada bicaranya terlihat sekali kalau dia melihat atau sedang merasakan sesuatu, aku yakin.
“Emang tadi di lantai lima belas ada apa Dan?” Tanyaku.
Lalu Hamdan bercerita.
Kami selalu mulai berkeliling dari lantai paling atas, lalu satu persatu lantai di bawahnya kami periksa sampai ke basement.
Memang ada beberapa karyawan yang masih bekerja, tapi mereka sudah bersiap untuk pulang, sementara ruangan dan lantai lainnya lebih banyak yang sudah kosong.
Keluar dari lift lampu di lobby sudah mati, tapi walaupun begitu Hamdan tetap harus melakukan patroli, memeriksa situasinya.
Tapi ketika melihat ke ujung, ke ruang kaca, Hamdan melihat kalau di dalamnya masih ada cahaya, tapi bukan lampu.
Hanya monitor komputer yang menyala, gak terlihat ada orang di dalam ruangan, kosong. Maka dari itulah Hamdan berniat untuk ke sana dan memeriksanya.
Benar, ruangan staff sudah benar-benar kosong, gak ada orang sama sekali, lampunya pun sudah mati semua.
Sepi, hening..
Duk, duk, duk..
Hanya suara langkah kakinya saja yang terdengar, selebihnya sepi.
Ketika duduk inilah Hamdan akhirnya dapat melihat wajahnya dengan jelas, cahaya monitor membantu menerangi penampakannya.
Pintu ruangan yang terbuka menjadikan tatapan mereka jadi gak berpenghalang.
Hamdan benar-benar mengurungkan niat untuk menyapa, malahan perlahan mundur menjauh, menuju pintu utama di belakangnya. Hamdan ketakutan..
Kemudian Hamdan lari ke luar ruangan.
Tapi belum selesai..
Gak berpikir panjang, Hamdan langsung lari menuju tangga darurat, maninggalkan lantai lima belas.
***
Peristiwanya terjadi di siang hari, hari libur tanggal merah, aku lupa hari besar apa waktu itu.
Patroli di bagian dalam gedung hanya dilakukan apa bila ada hal yang memaksa kami untuk memeriksa, kalau situasi normal kami jarang berpatroli. Hanya menjaga dan memeriksa situasi di luar saja.
Sekitar jam satu siang, ketika sedang berada di sekitaran lobby, tiba-tiba suara Iwan yang sedang berada di pos, memanggilku lewat radio.
Begitu kata Iwan, aku langsung menyanggupinya, lalu bergegas menuju lantai lima belas menggunakan lift.
Makanya Iwan tahu kalau ada karyawan lantai lima belas yang datang di hari libur itu, selain itu juga mereka pasti datang ke sekuriti terlebih dahulu untuk bisa masuk gedung.
***
Lift berhenti di lantai lima belas.
Ketika pintu terbuka, yang kulihat pertama kali adalah meja resepsionis yang dalam keadaan kosong. Selebihnya juga kosong, dengan udara yang sedikit gerah karena AC gedung memang dalam keadaan mati.
Sesampainya di depan pintu, aku gak serta merta membukanya, tapi mengintip terlebih dahulu, melihat keadaan di dalam.
"Wan, lima belas udah kosong, gak ada orang lagi."
Aku menghubungi Iwan ketika masih berdiri di depan pintu.
Begitu Iwan bilang, aku turuti kemauannya.
Ternyata benar, pintu ruangan gak terkunci ketika aku membukanya.
Kosong, ruangan ini kosong, begitu juga ruangan kaca ketika aku sudah berada di depannya.
Setelah melewati pintu, yang aku temui pertama kali adalah toilet, lalu aku membuka pintunya untuk memeriksa ke dalam.
Aku lalu melanjutkan langkah lagi untuk memeriksa ruangan berikutnya.
Benar, ternyata ada satu keran air yang menyala, keran untuk berwudhu. Aku langsung berjalan ke keran yang terbuka itu untuk menutupnya.
Jadi aku melihat mereka yang sedang sholat dari belakang.
Lalu aku melanjutkan langkah menuju ruang meeting yang ada di depan, sebelah kanan lorong.
"Gimana Yon? Aman?"
"Aman wan, karyawannya, dua perempuan, lagi pada sholat di mushala." Jawabku tanpa beban.
Nah loh..
Begitu kata Hendra.
"Wan, tolong liat cctv mushala sekarang dong,"
Dengan suara pelan, masih berdiri di depan ruang meeting, aku meminta Iwan melihat keadaan di dalam mushala melalui cctv.
Kosong? Jelas-jelas aku melihat dua perempuan yang sedang sholat beberapa puluh detik lalu.
Cukup lama berdiri di depan ruang meeting, bingung harus berbuat apa.
Melangkahkan kaki perlahan, mendekati pintu mushala yang masih dalam keadaan terbuka.
Ketika sudah benar-benar berada di depannya, penasaranku mengalahkan kekhawatiran, aku menoleh ke dalam.
Keduanya menatap dengan tatapan kosong, pucat, tapi tersenyum.
Sesampainya di luar, langsung mengunci pintu lalu lari ke tangga darurat, meninggalkan lantai lima belas.
***
Sekian cerita malam ini.
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam
~Brii~