Bukannya wajar ya kalau mau bikin orang senang?
Dr Milan dan Kay Yerkovich menjelaskan salah satu cara manusia mencintai, yaitu “people pleaser”. Sebenarnya ada 5 love style versi mereka, kita bahas yang satu ini dulu yuk: THE PLEASER!
Ingin membuat orang lain senang adalah perasaan wajar, dan kadang diperlukan. Namanya juga makhluk sosial
Ada kenal orang begitu? Atau jangan2 kamu? Inilah perilaku “unhealthy people pleasing” yang perlu dihentikan
Jadiii, ternyata terkait masa kecil.
Banyak ‘people pleaser’ yang terlahir di keluarga yang overprotektif atau pemarah/reaktif.
Maka, anak jadi terbiasa menampilkan ‘anak baik’ dan ‘menyenangkan’.
Jadi, pada anak2 ini, bukannya orangtua yang menenangkan anak, malah anak yang berusaha menenangkan ortunya. Perilaku ini menjadi pola ke relasi lain juga.
Bahkan mereka bisa merasa bersalah kalau gagal menyenangkan orang
Akibatnya, people pleaser bisa breakdown karena tidak mampu mengutarakan perasaannya sendiri
Sadari boundaries, batasan ketika mau bantu orang. Tetap fokus pada kebutuhan dirimu sendiri, jangan seluruhnya pada kebutuhan orang.
Bisa mulai dengan belajar mengutarakan perasaanmu sendiri, bukan perasaan orang terus
Mungkin kamu melakukannya karena:
1) menghindari konflik
Boleh saja sih, damai kan enak ya. Tapi jangan lupa, kamu berhak berkorban, tapi juga berhak bahagia dan bersuara.
2) hidden agenda, ingin balasan.
Nah, bukan bermaksud bahwa people pleaser itu tidak tulus ya... kadang ini dilakukan tanpa disadari.
Ini bisa sesederhana “saya baik agar semua orang baik”.
Masalahnya: kita tak bisa mengendalikan respons orang.
3) altruistik, senang membantu.
Mereka bahagia ketika bisa membantu orang. Nah, bagi yang model begini, mohon jadi catatan:
Usahamu wajar bila kamu ingat untuk mempertimbangkan dirimu sendiri. Kamu setara dengan yang lain. Be kind to yourself, too.
Pada akhirnya, yang perlu memvalidasi kamu ya dirimu sendiri kok, bukan pihak luar.
Bantu orang boleh, tapi jangan korbankan kesehatan fisik/mentalmu ya.