- SEMUA INI TENTANG PEREMPUAN -
"Jadi perempuan itu gak gampang." kata emakku.
Tapi kenapa masalah keuangan, emak selalu ngebawa masa lalu itu?
Stoooppp, aku udh gak mau denger lagi. Tapi, waktu berlalu cerita itu diungkap lagi ketika umurku 20 tahun.
Ternyata tidak. Aku menyadarinya ketika kali pertama turun ke lapangan, di Jakarta.
Ada hal yang sangat pelik, menjijikan, begitu biadabnya kehidupan untuk perempuan. Aku mendengar dengan seksama.
Lebih tepatnya menghindar dari sekelumit pertanyaanku tentang menjadi buruh perempuan di pabrik.
"Masih." aku jawab.
"Seorang ibu pasti tau mas. Alasan bertahan jadi buruh ya untuk ngidupin anak. Bantu suami."
"Saya udah gak urus lagi. Setahun dua tahun saya bantu suami buat nyukupin kebutuhan rumah. Tapi tetep aja merasa kurang. Sekarang malah udh dua tahun gak pulang."
"Gak ngurus mas. Mau nikah lagi juga udah gak ngurus saya. Udah capek. Saya cuma mau perjuangin anak saya yg paling kecil."
"Itu gaji pertama. Karena 1 jutanya harus dibayar ke pihak pt. Ke orang yg masukin saya. Hhh gak nyukup buat biaya ini itu. Saya nanggung beban sendiri."
"Enggak mas, gaji saya sekarang sudah UMR. Saya turun aksi untuk melindungi kehormatan saya sebagai perempuan."
Maksudnya?
Aku cuma mengangguk, mendengarkan.
"Saya pernah, minta izin cuti mendadak saat bekerja, karena saya lagi datang bulan. Hari pertama. Sakitnya gak maen2. Saya izin ke supervisi. Saya malah disuruh ke dokter buat bukti. Saya turuti."
Lah kan sudah ada surat dokter? Bukti apa lagi
"Gak ada orang. Cuma mereka bertiga. Laki2 sialan itu langsung membalikkan badanku menghadap mesin. Jemariku diancam untuk masuk ke dalam mesin, jika tidak dituruti. Aku gak berkutik, gak bisa ngelawan lagi, rasa sakit sudah diujung tanduk. Tapi kontol mereka... "
"Menjadi perempuan tidaklah mudah."
Jakarta, 2018.
Sudah saatnya, kita saling jaga merawat solidaritas kaum pekerja.
#OmnibusLaw
#RUUcilakaBikinCelaka