Selamat pagi, selama beberapa hari belakangan KontraS melakukan mini riset mengenai compang-campingnya penanganan negara atas kasus-kasus yang berkaitan dengan hak atas kesehatan. kami melihat penanganan kasus vaksin palsu (2016) dan COVID-19 yang hingga kini masih berlangsung. 
Pada medio 2016, berawal dari kabar ditemukannya seorang bayi yang meninggal dunia pasca divaksinasi, di Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur, kasus vaksin palsu mulai mencuat ke publik.
kemudian, pada kasus COVID-19 yang mewabah hingga hari ini mendapat respon yang lamban dari pemerintah. Bahkan, ketika awal mulai merebak, publik dihadirkan pada pernyataan, gimmick, dan langkah kontraproduktif yang dikeluarkan oleh pemerintah
Melihat kegagapan negara dalam merespons dan mempersiapkan diri untuk mencegah penyebaran COVID-19, kami kembali teringat penanganan vaksin palsu, baik dari segi pencegahan maupun pemulihannya.
Saat publik masih merasa trauma atas peredaran vaksin palsu (2016), juga kegagapan negara dalam memenuhi pemulihan anak2 dan keluarga yg menjadi korban vaksin palsu, negara kembali meneror publik atas kelalainya dalam mencegah dan menghentikan peredaran obat palsu dan kedaluwarsa
Tidak hanya itu, saat kasus vaksin palsu naik ke permukaan. kami merekam sejumlah pernyataan pejabat publik yang kontraproduktif, yakni imbauan tidak panik dan peredaran vaksin yang telah berlangsung sejak 2003
sayangnya, imbauan tersebut tidak diimbangi dengan pemulihan dan pencegahan peredaran obat/vaksin palsu yang maksimal. Di antaranya, negara menyederhanakan persoalan ini dengan vaksinasi ulang dan penegakan hukum yang berhenti pada pelaku lapangan saja.
Padahal, rantai kejahatan vaksin palsu secara jelas melibatkan tanggung jawab negara utk menjamin perlindungan HAM bagi warga negara atas aktivitas bisnis pengadaan vaksin, mulai dari penerbitan regulasi, pengawasan, penegakan hukum, hingga menjamin pemulihan yang efektif.
Penanganan yang buruk tersebut kembali terulang ketika negara mempersiapkan diri menghadapi pandemik global, COVID-19. Alih-alih belajar dari penanganan negara lain, negara kembali hadir--melalui pernyataan pejabat publik--dengan pernyataan kontraproduktifnya.
Sebagaimana rilis di awal, kami menilai langkah awal yang dilakukan pemerintah sama sekali jauh dari pemenuhan hak-hak konstitusional publik. hal ini yang menjadi penyebab meningkatnya penyebaran COVID-19.
Perihal tersebut, KontraS berupaya menyandingkan kesiapan negara dalam menangani kasus2 yg berkaitan dgn hak atas kesehatan: vaksin palsu dan COVID-19. Hal ini bertujuan untuk mendesak negara memperbaiki sistem kesehatan guna memenuhi standar kesehatan tertinggi warga negara.
Adapun yang menjadi ukuran dalam hal ini ialah empat poin kunci dari PBB terkait hak atas kesehatan, yakni availability, accessibility, acceptability, dan quality. Kami merangkumnya ke dalam tabel di bawah ini:
Dari tabel di atas, kami melihat bahwa tidak ada keseriusan negara dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan hak atas kesehatan, di antaranya:
Selebihnya, silakan baca secara utuh laporan (sementara) KontraS atas Compang Camping Penanganan Hak Atas Kesehatan oleh Negara di sini kontras.org/2020/03/22/com…
