Covid-19 mengguncang situasi perekonomian setelah menyebar ke 185 negara dan teritori di seluruh dunia. Presiden Jokowi memprediksi perekonomian dunia tahun ini turun dari 3% menjadi 1,5%.
Berbagai negara pun membuat kebijakan untuk menjaga sistem keuangan dan perekonomian wilayahnya masing-masing.
Bank Sentral Eropa (ECB) akan mengucurkan 750 miliar euro atau US$821 miliar untuk membeli surat utang negara dan surat berharga swasta sebelum akhir 2020. Bahkan, jika diperlukan bank sentral siap menambahkan nominal yang ada.
Di salah satu pusat ekonomi Asia, Reserve Bank of India (RBI) bersiap membeli 100 miliar rupee atau US$1,4 miliar obligasi pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 ditargetkan untuk mempersempit penyebaran utang pemerintah dan obligasi perusahaan.
Di kawasan Timur Tengah, Bank sentral Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi berencana memberikan stimulus senilai US$ 40 miliar untuk menekan dampak wabah corona di negeri mereka masing-masing.
Paket stimulus sebesar 50 miliar riyal atau US$ 13,32 miliar akan disiapkan untuk membantu usaha kecil dan menengah (UKM).
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia telah mengeluarkan dua paket stimulus ekonomi untuk mendongkrak pariwisata melalui diskon ke destinasi dan pemotongan pajak.
Namun ini tidak cukup karena perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 2,5% tahun ini. Skenario terburuknya PDB Indonesia dapat 0 persen.
Presiden Jokowi telah meminta semua pihak dan komponen masyarakat untuk berkolaborasi mengatasi kelesuan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani harus mampu menerjemahkan arahan Jokowi tersebut agar dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk menyelamatkan ekonomi nasional.
