Menteri Keuangan jangan gunakan bantuan IMF dan World Bank untuk menanggulangi covid-19
Sebanyak 196 negara dan teritori mengalami konstraksi ekonomi akibat covid-19.
Untuk membantu perekenomian negara anggotanya, IMF mempersiapkan pinjaman sekitar Rp15.000 triliun, berupa nstrumen pinjaman US$ 50 miliar untuk negara berkembang dan US$ 10 miliar tanpa bunga bagi negara-negara miskin.
Sementara itu, World Bank juga telah merumuskan skema bantuan ekonomi sebesar US$ 14 miliar bagi perusahaan maupun negara untuk merespon wabah Covid-19.
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dengan tidak mengambil skema pinjaman dari dari IMF maupun World Bank.
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dengan tidak mengambil skema pinjaman dari dari IMF maupun World Bank.
Menteri Keuangan harus mengambil skema realokasi anggaran yang dimungkinkan melalui Sisa Anggaran Tahun Lalu (SAL), Akumulasi dari Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA),
Anggaran yg selama ini disisihkan oleh pemerintah sebagai dana abadi (endowment fund) untuk keperluan cadangan seperti dana Pendidikan di LPDP, dana pungutan bea ekspor sawit (lavy) di BPDPKS, dana Lingkungan hidup di BPDLH, dana Riset Perguruan Tinggi, yg diinvestasikan di SUN.
Termasuk dana darurat yang ada dalam rekening BA 99 APBN dan selama ini dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
Bahkan, pemerintah dapat meminjam sebagian dana yang terdapat dalam LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang nilainya lebih dari Rp 150 triliun sebagai cadangan darurat negara untuk keperluan mendadak seperti saat ini.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia yang dikelola oleh Bank Indonesia sekitar US$ 130 miliar atau setara dengan lebih dari 2.000 triliun rupiah bila kurs saat ini adalah Rp 16.800 rupiah per US$.
Pemerintah cukup dengan menerbitkan open end Surat Utang Negara (SUN) yang khusus dibeli oleh Bank Sentral dan kemudian meminta Bank Indonesia membeli SUN tersebut dengan bunga dibawah 5% saja.
Jika pemerintah menerbitkan SUN senilai US$ 20 miliar akan setara dengan 336 triliun rupiah, uang sebesar itu akan sangat cukup dan memadai untuk menanggulangi Covid-19 di Indonesia tanpa harus menggunakan pinjaman dana dari IMF maupun Bank Dunia.
Dengan mengambil salah satu skema tersebut, Indonesia mampu menunjukkan kemandiriannya untuk tidak bergantung pada pihak IMF dan Bank Dunia dalam upaya menjaga stabilitas perekonomian dalam negeri
Indonesia juga mampu terhindar dari risiko pengaruh arah kebijakan politik dan ekonomi di masa depan jika masih terikat dengan pinjaman IMF dan World Bank.
Keuntungannya lain yg didapat adalah BI tdk sepenuhnya menggunakan cadangan devisa utk operasi moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kebijakan ini bersifat berkelanjutan dg mempertimbangkan sistem kesehatan nasional dan keterikatan sosial kita sbg satu bangsa.
Jangan sampai pemerintah Indonesia khususnya Menteri Keuangan sebagai garda terdepan perekonomian salah langkah dalam mengambil kebijakan di masa krisis saat ini.
