Cerita ini terjadi sekitar bulan oktober lalu. Sebenarnya Aku, indah, adrian, dan koko, sudah merencanakan pendakian ini dari lama. Tapi baru bisa bisa terlaksana sekitar bulan oktober.
Sebenarnya aku belun tau medan gunung penanggungan seperti apa
Karna waktu itu botol yang kita bawa tidak cukup. Just information, ternyata per anak di haruskan membawa 4 botol rek. Jadi kalau kalian mau mendaki gunung penanggungan pastikan air yang kalian bawa mencukupi ya.. Mantap!
Setelah memastikan air yang kita bawa memenuhi syarat, kendala lain muncul. Setiap pendaki di haruskan memakai sepatu, dan saat itu yang pakai sepatu hanya aku. Di inget lg ya, harus pake sepatu.
Tapi karna petugasnya kasian, kami tetap di perbolehkan naik.
Pas di toilet, indah bilang kalau dia halangan. Waktu itu aku rada kawatir. Bukan karna apa" tp cewek pas lg haid apalagi hari pertama, walaupun dia gak dilep, pasti fisiknya gak sebagus waktu dia gak haid. Rada kawatir dia kenapa"
setelah memastikan semua siap, kami pun berdoa, setelahnya, kami memulai pendakian.
Dan benar saja, baru berjalan 10 menit, indah minta istirahat. Tapi sangat di maklumi karna kalau itu aku pasti sudah pongsan karna yg namanya haid hari pertama memang yg paling berat.
Karna seorang teman, bukan dia yang kamu temui di puncak, tapi dia yang menemanimu menuju puncak dan ada dalam prosesmu menuju puncak. Lalu menikmati puncak bersama-sama
Singkat cerita, jam dua siang kita baru sampai ke pos 1. Cukup lama, tapi karna sama-sama receh, kami sangat menikmati perjalanan yang lumayan lama itu.
Di pos pertama kami istirahat cukup lama, sayangnya semua warung tutup, mungkin karna pandemi.
Karna terus di desak, ahirnya mas arif pun mau gabung. Padahal kalau di fikir-fikir dia bakalan repot karna salah satu dari kita ada yg halangan. Jadi pasti jalanya lebih lambat. Tapi ternyata dia terlihat biasa saja.
Keadaan semakin mencekam saat beberapa kali, Mas arif ingin mengatakan sesuatu. tp, karna kita semua sudah bisa menebak, kita meminta untuk tidak membahasnya. karna kebetulan kita ganjil.
ralat, jadi kita ber 7 ya hihi. maaf jadi mrinding sendiri kalau di ingat ingat.
Nah di pos tiga kita istirahat lg sembari mengobrol. keadaan sudah capek, kafein juga sudah tidak bekerja. mood berantakan dan badan juga sudah merindukan kasur.
Terlebih indah sudah uring-uringan. maklum haid sangat mempengaruhi mood.
dari situ kami mulai membahas hal hal yang ringan. saat mbak dewi, salah satu pendaki dari malang yg kami temui menanyakan apa pekerjaan kami. ada sesutu yg melompat dari pohon satu ke pohon lain
Yang pernah ke penanggungan pasti tau, medanya menanjak dan banyak batuan. Dari sini indah sudah mengeluh, minta pulang. walaupun sedikit kesal karna sama sama capek.
rasanya dia bisa sampai di pos empat dengan keadaanya yang tidak memungkinkan harus ku acungi jempol.
dengan solidaritas tinggi, kami terus menyemangati. “Yuk dikit lagi ndah” hiburku, tanpa sadar aku mengingat bau yang ku cium tadi. bau kentang yang bikin laper. harusnya puncak bayangan udah dekat.
Tapi sejauh kali melangkah tenda yang masak kentang rebus gak keliatan
Saat melihat indah yang histeris, Mas adam meyakinkaj kalau ular nya hanya sebesar ibu jari. saat aku lewat, benar saja ularnya kecil, sepertinya anakan sanca kembang.
dengan sabar aku ikut meyakinkan, karna enggan juga aku membuat tenda di pos 3
“aku tadi juga nyium bau kentang rebus sih di pos tiga, tak kira lak puncak bayangan udah deket e. ternyata og jauh” ucapku sembari memasukkan mie sedap soto ke air mendidih.
“Goblokk, iku bau gendruwo. ya kan kita di ikutin!” ucap indah histeris
Siang sekitar pukul 14:00, tanggal 01 November 2020. Hp ku berdering, chat singkat masuk, berupa ajakan mendaki gunung yang sudah lama menjadi impian sekaligus ketakutanku.
Dulu pernah bergurau dengan seorang teman "aku gak bakal naik gunung, kalau belum ke gunung butak"
Ucapku tanpa beban, walau nyatanya aku memilih penanggungan sebagai tanjakan pertamaku.
Keinginanku sebatas jarak rumahku yg cukup dekat dengan Gunung Butak, dan cerita ibuku yg sudah lebih dulu menaklukkan Gunung Butak dengan kawanya sewaktu beliau masih muda.
“Aku, Dewi Arimbi. Sampai tiba ajalku nanti, aku akan tetap mencintai suamiku yang kamu bunuh di depan mataku. Hatiku terbakar bersama raga yang ada di dalam rumah itu”
Dilihat nya Nonok tengah memasukkan kayu ke dalam diang (api) sedangkan Pakde Bejo tengah menjemur kayu di samping rumah dengan kesal. Karna baru saja di masukkan ternyata tidak jadi hujan.
Bagi nelayan, malam adalah teman, jala adalah sahabat. Namun, dirinya adalah sosok paling sial. Tiba-tiba naik di sampan minta di antarkan pulang. Nun, namanya.
Cerita ini di ceritakan oleh Narasumber yang tidak ingin di publikasikan siapa namanya. Cerita ini adalah seada-adanya cerita yang tidak di kurang-kurangi maupun di lebih-lebih kan. Saya mencoba menceritakan kembali dengan menjaga keaslian cerita. Jadi langsung saja ke cerita nya
Awalnya keadaan desa biasa saja, namun semuanya berubah saat kami kedatangan warga baru. "Keluarga Bpk Rusli" begitu kami menerka setiap terjadi pekara.
Gerimis tipis membuat desa terlihat lebih gelap dari biasanya. Suara jangkrik nampak nyaring. Kabut mulai menutup pandangan. Pukul 17:00. Dari kejauhan nampak lampu senter mencoba menembus kabut yang kian pekat. Sayup-sayup terdengan seseorang menyapa
“Pak...” sapanya pada Kandar. Sedang Kandar yang di sapa hanya membalas “Moggo” (silahkan) sebagai bentuk basa-basi. Padahal kandar sendiri tak dapat melihat seseorang itu.