Akhirnya ada cerita lagi. Cerita ini pendek saja. Ditulis malam ini. Sila tinggalkan jejak dulu
2019
PEKERJAAN yang mulai langka di kampung halaman membuat Dedy dan istrinya Mariska harus mencari peruntungan lain di luar kota. Dedy mendapatkan pekerjaan proyek pengurukan lahan yg akan digunakan sebagai lahan perumahan di salah satu kota besar di Jawa Barat.
Berbekal niat kerja agar dapur tetap ngebul, Dedy menerima proyek untuk mengawasi pengurukan tersebut. Dedy benar-benar asing dengan lingkungan proyeknya kali ini. Nyaris tidak ada satu pun yang dikenalnya kecuali Kusnadi, kakak sepupu istrinya yg memberinya pekerjaan itu.
Singkat cerita, ada salah seorang pengawas proyek yg akhirnya menjadi teman dekat Dedy selama mengawasi proyek tersebut. Sebut saja Martin namanya. Nasibnya sama seperti Dedy, seorang perantauan asal salah satu kota di Jawa Tengah yg mencari peruntungan bekerja di luar kota
Karena merasa sebagai sama2 perantau. Dedy mulai cepat akrab dengan Martin.Sering Martin menjemput Dedy sebelum berangkat kerja. Dan begitu juga sebaliknya. Tak jarang mereka saling pinjam uang ketika salah satu sedang tidak ada. Sampai kemudian suatu waktu Martin mendatangi Dedy
"Bro, sorry aku mau ngrepotin lagi." Martin membuka obrolan di depan bidak proyek.
Sambil mengawasi truk material yang hilir mudik, Dedy melihat ada raut serius di wajah Martin. "Kenapa bro, kalau aku bisa bantu. Pasti tak bantu"
Martin menggaruk2 kepalanya.
Dia membisiki Dedy jika sedang membutuhkan uang untuk modal menikah. Sekitar 40juta. Karena sudah terlanjur percaya, Dedy langsung meminjami Martin. "Nanti jam makan siang bareng aku ke Bank, sekalian nanti makan siang bareng," Dedy menyahut sambil tersenyum.
Siang itu Dedy meminjami Martin uang. Martin berjanji akan mengembalikan uang itu sebulan lagi,setelah acara nikahanya selesai. Dedy menepuk2 pundak temanya itu agar tidak terlalu kawatir.
Satu bulan berlalu sejak pinjaman itu. Martin kembali dari cuti nikahnya dan bekerja lagi
Tapi Dedy melihat ada perubahan sikap Martin. Sejak kembali dari kampung, Martin sudah jarang main ke rumah Dedy. Di proyek Martin juga seperti tampak menghindar. Sempat Dedy menunggu di parkiran hanya untuk menemui Martin. Tapi lagi-lagi Martin hanya tersenyum lalu pergi.
Dedy sempat bingung dengan kelakuan Martin. Sampai suatu hari Dedy mendapat telepon dari kampungnya jika anaknya sedang membutuhkan biaya untuk sekolah. Ditambah lagi orang tua kandungnya membutuhkan kendaraan untuk mengantar jemput anaknya.
Proyek saat itu belum pencairan. Dedy akhirnya berusaha menemui Martin di rumahnya untuk menagih hutang.Dedy mencoba berbicara baik2.Tapi tak disangka Martin malah marah2. "Kalau aku punya uang pasti aku bayar. Proyek belum cair mau bayar apa!" kata Martin di depan pintu rumahnya
Dedy kaget dengan reaksi Martin. Karena merasa benar, Dedy ikut marah. Dia memberi batas tempo waktu satu minggu kepada Martin. Lalu pergi tanpa mengucap salam. Martin terlihat memasang wajah benci kepada Dedy yg menggeber motornya.
Persahabatan keduanya tak sama lagi setelah hari itu. Jika bertemu di proyek, Martin menunjukan tampak sinisnya kepada Dedy. Begitu juga Dedy, pernah sekali saat kendaraanya berpapasan dengan Martin, Dedy sengaja berteriak "empat hari lagi utangnya dibayar" sambil terus melaju
Sampai kemudian hari keenam setelah kejadian penagihan, Dedy tak sengaja berpapasan dengan Martin yang akan keluar ke parkiran. Tak seperti biasanya raut wajah Martin tampak bersahabat. "Uangnya besok ya bro, nanti aku anter ke rumahmu," kata Martin sambil memasuki mobil
Dedy merasa heran. Tapi akhirnya membalas senyum temanya itu. Sore harinya, ketika sampai di depan rumah kontrakan. Dedy diberitahu istrinya jika Martin sempat mampir. "dia ke sini nyari kamu mas. Memangnya kamu gak ke proyek," tanya Mariska sambil menyapu
"Lah tadi siang ketemu aku kok dek. Kok bisa nyari aku ke sini," Dedy menyahut. Mariska hanya menggeleng. "Cuma tadi dia bawa kresek hitam, aku pikir mau ditaruh disini. Ternyata dibawa lagi,"
Dedy yg masih bingung lalu masuk ke dalam rumah. Dia mencoba menelepon Martin
Tapi nomor teleponnya tak aktif. Dikiriminya pesan WA menanyakan maksud kedatangnya, tapi tak terkirim.
selepas magrib, Dedy merasakan tubuhnya seperti merasakan masuk angin berat. Dia sempat meminta Mariska membuatkan wedang jahe lalu tiduran ke dalam kamar
Di atas kasur, Dedy merasa tubuhnya mendadak berat. Dipakainya selimut sampai sebatas leher. Tak lama dia tertidur. Di dalam mimpinya, Dedy merasa masih berada di dalam kamarnya. Dedy melihat ada sosok besar yg sedang duduk disampingnya. Sosok itu membelakangi Dedy
Tiba2 kepala sosok itu menoleh. Wajahnya hitam legam. Hanya dua bola matanya yang putih yang tampak. Sosok itu lalu berdiri dan melompat ke dadanya. Dedy ingin memberontak tapi tubuhnya serasa seperti tidak bisa digerakan. Mulutnya berusaha berteriak tapi tak keluar suaranya
Sosok itu terus mendelik mendekatkan wajahnya ke muka Dedy. Sesaat kemudian Dedy bangun dari tidurnya. Tubuhnya dirasakan sangat panas. Lampu kamarnya dimatikan, hanya sedikit cahaya masuk dari pintu yg terbuka Mata Dedy yg masih linglung mencari2 istrinya.
Dia berusaha memanggil tapi suaranya seperti tertahan. Mata Dedy tak sengaja menangkap wujud besar yg sedang berdiri di belakang pintu. Tubuhnya sama besarnya seperti yg ada di mimpinya tadi. Keringat dedy mengucur, suaranya tak bisa keluar.
Sosok bertubuh besar dg rambut panjang itu perlahan mendekat. Dedy mencoba menggapai gapai tanganya meraih apa yg bisa dipegang. Telujuknya lalu menyentuh gelar wedang jahe dingin yg ada di atas meja. Dedy menariknya sampai gelas itu jatuh.
Sosok itu nyaris menyentuh tubuh Dedy, tapi istrinya datang hampir bersamaan lalu menyalakan lampu. "Kok gelasnya dipecahkan mas," kata Mariska sambil memungut pecahan beling. Dedy menarik nafas panjang sambil menarik punggungnya bersandar ke ujung ranjang.
Mariska lalu meraba dahi Dedy yang berkeringat."Panas banget mas. Besok kita periksa ya."Dedy hanya bisa mengangguk pelan.
Esoknya,Kondisi Dedy semakin parah. Bahkan untuk naik ke atas motor, kakinya tidak kuat.Akhirnya Mariska meminta bantuan tetangga kontrakan untuk mengantar
Di klinik, dokter tidak mendiagnosa Dedy terkena tipes. Dan diminta untuk rawat inap. Tapi Dedy tidak mau. Dia memilih beristirahat di rumah. Karena sejak masuk ke area klinik, Dedy melihat banyak pasien pasien yg tampak berdiri pucat.
Beberapa dilihatnya memiliki luka menganga di bagian tubuhnya. Tapi mereka tetap berdiri dengan tatapan kosong.
"Aku istirahat di rumah saja dik. Nanti mintakan surat saja ke dokter" Dedy memberitahu istrinya dengan suara serak.
Akhirnya Dedy di rawat inap di rumah. Mariska mencoba menghubungi Martin tapi lagi2 ponselnya tidak aktif. Ketika mengantar surat ke proyek, Mariska sempat melihat Martin. Tapi teman suaminya itu justru berjalan menjauh.
Di rumah, Dedy hanya bisa berbaring saja. Kaki dan tubuhnya terasa lemas. Mariska masih mengantar surat ke proyek dan belum kembali. Menjelang magrib Hujan tiba2 turun dengan deras. Jam menunjukan pukul setengah 6 sore. Dedy yg setengah tertidur terbangun karena suara jendela
Bingkai jendela terbuka tutup terkena angin. Dedy mau beranjak menutup tapi tak kuat menopang badanya. Lampu2 rumah belum menyala. Tanda istrinya belum pulang. Dedy mencoba memaksa tubuhnya yang mulai terasa sakit untuk turun dari kasur
Baru setengah kakinya turun. Suara jendela berhenti berbunyi. Dedy menatap ke arah jendela yang remang2 masih terlihat.Sosok yg sempat muncul di mimpinya berdiri di luar jendela. Tubuhnya legam dengan rambut kasar hampir sepanjang tubuh. Tangan sosok itu lalu masuk ke dalam kamar
Lalu menyusul pelan pelan semua anggota. Tubuhnya seperti menyusut lalu membesar setelah masuk dari jendela selebar setengah meter. Tangan Dedy mencengkeram seprei lalu tubuhnya terjatuh ke belakang. Mahluk itu mendekati tubuh Dedy, lalu menindihnya
Tanganya mencengkeram Dada Dedy sambil mengucapkan bahasa yg tidak dimengerti. Dedy merasakan panas dan perih di sekujur dadanya ketika jari2 mahluk itu mulai menekan. Tak lama kemudian Dedy pingsan.
Sekitar pukul 11 malam Dedy baru tersadar. Didepanya sudah ada beberapa tetangga kontrakan yg tampak berkeringat. Dedy tampak kebingungan. Dia melirik ke depan pintu. Ada istrinya yg sedang berbicara dengan ketua RT. Seluruh kamar tampak berantakan.
" sudah bangun dia Buk." kata Efendi, tetangga kontrakan setelah melihat Dedy membuka mata. Mariska yg ada di depan kamar langsung berlari masuk. Dedy ingin mengatakan sesuatu tapi suaranya hanya keluar kecil dan serak. Mariska lalu menyodorkan gelas kecil berisi air putih.
Setelah tetangga mulai pulang satu persatu, Mariska yg tampak sembab matanya menceritakan jika Dedy sempat kesurupan. Semua barang dikamar dibanting. Karena tetangga sebelah mendengar suara berisik, dia lalu berusaha masuk ke dalam rumah.
Begitu sampai kamar, tetangga itu hanya melihat kegelapan. Lalu tiba2 dia disergap oleh Dedy yg langsung berusaha mencekiknya. Tetangga itu langsung berteriak2 dan mengundang tetangga lainya masuk. "Kata Pak RT tadi kamu sepertinya ada yg ngganggu mas," kata Mariska
Dedy hanya menggeleng lemah menanggapi cerita istrinya. Semua kejadian terasa begitu cepat dan nyata.Malam itu pak RT dan tetangga sebelah kontrakan begadang menunggui Dedy. "dek, aku jangan ditinggal-tinggal lagi ya.Sampai sembuh," kata Dedy berbisik dengan suara serak dan pelan
Mariska mengangguk mendengarkan permintaan suaminya. Setelah kejadian hari itu, kondisi Dedy terus memburuk. Kakinya benar-benar tak bisa digerakan. Dedy pun harus buang air dari atas kasur dengan pispot. Ketika diberi makan, Dedy juga selalu memuntahkan makananya
Setiap disuapi makanan itu masuk. Tapi tak lama, semuanya dimuntahkan. Mariska pernah melihat ada serabut mirip lumut berwarna hitam pekat diantara muntahan Dedy. Padahal waktu itu Mariska hanya menyuapinya dengan bubur tanpa lauk.
Karena kondisinya semakin lemah, Dedy akhirnya dipasangi selang infus di dalam kamar. Dedy sempat dibawa ke rumah sakit. Tapi lagi-lagi dokter tak menemukan ada penyakit aneh setelah memeriksa semua kondisi tubuhnya. Dokter hanya memberikan vitamin melalui infus
Seharusnya Dedy menginap selama empat malam. Tapi di malam kedua Dedy terpaksa pulang. Saat itu Mariska sedang keluar untuk membeli beberapa keperluan. Dedy ditinggal sendiri di dalam bangsal yg ruanganya jadi satu dengan sekitar tujuh orang pasien lainya
Kebetulan tiba waktu menjelang jam bersih-bersih ruangan. Jadi semua gorden pembatas pasien dibuka sehingga bisa melihat satu sama lain. Dedy yg tidak bisa banyak bergerak hanya bisa saling melirik dengan pasien lainya. Hanya dua pasien di ujung ruangan yg dijaga keluarganya
Di depan ranjangnya, Dedy melihat ada pasien kakek tua yg melihat ke arahnya. Kakek itu duduk bersandar ke dinding ruangan. Kakek itu lalu menunjuk ke arah kiri Dedy, spontan Dedy menoleh. Lagi-lagi Dedy melihat sosok hitam berambut panjang yg ditemuinya di rumanya
Karena cahaya cukup terang, Dedy bisa melihat jelas mahluk itu berdiri di antara ranjangnya dan pasien di sampingnya. Kali ini Mahluk itu tak sendirian, ada dua mahluk lainya yg berdiri di sampingnya. Bentuknya nyaris sama, yg satu kurus tinggi dan yang satu lebih kecil
Mahluk hitam besar itu mendekati Dedy, mulutnya terbuka seperti berbicara. Dedy melotot ketakutan, berusaha mundur. Tubuhnya terasa kaku sulit digerakan. Mulut mahluk itu menganga tapi seperti ditutupi serabut, tanganya yang kurus panjang menarik selang infus
Dua mahluk lainya tiba2 sudah duduk di atas kaki dan perut Dedy. Darah mengucur dari tanganya. Dedy berusaha berteriak tapi suaranya tertahan. Urat tubuh Dedy mengejan menahan sakit dan ketakutan. Tak lama dua orang perawat berlari ke arah Dedy lalu memegangi tubuhnya.
Dedy kembali pingsan. Ketika bangun, dia sudah berada di ruang isolasi. Mariska dan kakak sepupunya, Kusnadi ada di sebelahnya bersama seorang dokter.Dedy masih merasakan kepalanya pusing. Dari obrolan dokter itu, Dedy mendengar jika dirinya tadi melepas jarum infus dengan paksa
Pasien lain yg melihat itu ketakutan. Apalagi kata pasien2, Dedy sempat menusuk-nusukan jarum infus ke tanganya. Dedy lalu melirik ke lengannya yang sudah ditutup beberpa plaster dan perban.
Malam itu, Dedy terpaksa pulang. Biaya untuk pindah ke ruangan khusus cukup tinggi
Mariska memilih untuk membiarkan Dedy rawat jalan di rumah.Sekaligus mengurangi biaya pengeluaran.Mulai kejadian di rumah sakit, Mariska hampir tidak pernah meninggalkan Dedy.Karena setiap kali ditinggal, Dedy seperti orang ketakutan.Matanya menoleh ke kanan kiri sambil menggeram
Seminggu berjalan, kondisi Dedy semakin memprihatinkan. Tubuhnya sudah benar-benar kurus. Mariska mulai kesulitan membedakan antara Dedy dalam keadaan bangun atau tertidur. Matanya hanya menatap ke atas dengan mulut menganga yg sesekali menutup.
Mariska pernah mencoba mendatangi Martin untuk menagih hutang. Karena kondisi keuangan sudah semakin menipis, Mariska menitipkan Dedy kepada tetangga lalu pergi ke proyek. Tapi bukanya simpati, Martin malah berusaha seperti tidak peduli.
"Nanti kalau si Dedy udah sembuh baru aku bayar hutangnya. Kok malah istrinya yg nagih" umpat Martin sambil terus memantau proyek. Mariska pulang dengan tangan kosong. Hatinya memendam amarah sekaligus kecurigaan. Karena selama ini setahunya Martin dan suaminya sangat dekat
Sampai hari ke 20 setelah awal sakit. Dedy sudah seperti mayat hidup. Hampir seharian tidak ada gerakan dari tubuhnya, kecuali dadanya yg naik turun lemah. Orang tua Dedy akhirnya ikut datang menjenguk bersama anaknya. Mereka membawa serta paman Dedy yg bernama Mukhtar
Begitu datang melihat kondisi Dedy, Mukhtar yg di kampung kelahiran Dedy sering mengobati orang-orang sakit dengan cara alternatif langsung membuang ludah. Dia lalu mengambil wudhu dan melakukan salat hajat. Selepasnya, Mukhtar mengumpulkan orang tua Dedy dan Mariska.
Di dalam kamar, gantian orang tua Mariska yang menjaga Dedy. "kangmas, mbak, mariska, Dedy koyone keno gangguan.Parah(dedy sepertinya kena gangguan parah)" kata Mukhtar kepada tiga orang didepanya. "Tambanono sak isomu tar. Aku manut karo awakmu. (obati sebisamu tar. Saya nurut)
Jawab Bapak Dedy pasrah. Mariska dan Ibu Dedy juga sependapat. Akhirnya malam itu juga, Mariska diminta mengumumkan jika Dedy dalam kondisi sakarotul maut. Semua orang yg mengenal Dedy terutama teman2 proyek dikabari agar berkenan datang ke rumahnya.
15 menit setelah kabar itu disampaikan, satu persatu orang datang. Tak sampai satu jam sudah ada 30 an orang yang memenuhi rumah kontrakan Dedy. Sebagian besar teman proyeknya. Di antara orang-orang itu, Mariska melihat Martin yg datang dengan baju koko
Martin terlihat penasaran melihat kondisi Dedy. Kepalanya menjumbul dari sela2 tamu yg memenuhi kamar. Tubuh Dedy sendiri sudah ditutup kain jarik oleh Mukhtar. Disamping sampingnya juga ditutupi kain jarik yang dibentangkan. Jadi mereka yg datang tak bisa melihat dengan jelas
Setelah semua tamu berkumpul. Mukhtar mengajak mereka untuk berdoa bersama di ruang tengah. Masing-masing tamu diberi segelas air putih yang kata Mukhtar digunakan untuk menampung doa. Para tamu sempat bingung, tapi Mukhtar beralasan jika itu sudah menjadi adat di desa Dedy
30 menit setelah berdoa, tamu-tamu akhirnya mulai pulang. Mukhtar menyuruh ibu Dedy mengumpulkan air air itu ke wadah baskom. Martin pulang bersama orang-orang itu, berulang kali dia terlihat mencuri pandang ke arah kain yang menutupi tubuh Dedy
Selepas semua tamu pulang, Mukhtar memanggil ayah Dedy untuk menemaninya masuk ke dalam kamar. Air yg sudah diwadahi baskom dibawa masuk ke dalam. Mukhtar lalu mematikan lampu kamar. Dua batang lilin yg dibawanya di saku dinyalakanya di meja samping kasur Dedy
Mukhtar kemudian tampak mulai berdoa. Ayah Dedy menemani di sampingnya sambil menunggu perintah dari Mukhtar. Cahaya dua batang lilin menerangi seperempat ruangan kamar. Mukhtar berdoa cukup lama, ayah Dedy beberapa kali menguap saking lamanya menunggu
Mata ayah Dedy nyaris terpejam ketika dia menyadari ternyata ada sesosok mahluk bertubuh besar yg sudah duduk di atas kasur. Sosok itu seperti sedang menunggui tubuh Dedy. Ayah Dedy mulai merasa tak nyaman, disampingnya Muktar masih menunduk sambil membuka telapak tangan
Sosok itu tak bergerak, tapi terasa sekali aura kamar menjadi lebih pekat ketika sosok itu muncul. Ayah Dedy tak bisa melihat jelas wajah mahluk itu, tapi kepalanya terlihat lebih besar dari ukuran manusia normal. Dengan rambut mirip ijuk yang panjang.
Kain jarik yang dibentangkan menutupi tubuh Dedy tiba-tiba seperti bergerak dari dalam. Mukhtar tiba-tiba menghentikan doanya. "Baskome kangmas. Gowo rene (baskomnya mas, bawa ke sini)" kata Mukhtar. Ayah Dedy lalu mengangkat baskom yang ada di sampingnya.
Mukhtar menyibakan kain yg sebelumnya menutupi Dedy yg sedang terbaring. Ayah Dedy hampir berteriak menjatuhkan baskom. Mukhtar buru-buru mengambil baskom itu. Ayah Dedy melihat seekor ular sedang melilit perut anaknya. Di atasnya ada seekor buaya yg sedang mencakar dada Dedy
Wajah Dedy menganga kosong, tak menunggu lama. Mukhtar langsung menyiramkan air dari baskom itu ke tubuh Dedy. Begitu air menyentuh tubuh Dedy,sosok ular dan buaya yang tadinya membekap tubuh Dedy langsung mengendur. Ular melepaskan lilitanya lalu mengejang kaku.
Begitu juga buaya yang bergulung menjauhi tubuh Dedy. Sosok hitam yg tadinya hanya duduk mendadak berdiri dan memunguti dua hewan itu. Dia tampak marah dan mendekati Mukhtar. Dengan cekatan Mukhtar mendahului mendorong sosok itu sampai terpental ke belakang
Sosok itu mengeluarkan bahasa2 yang tidak bisa diartikan. Mukhtar seperti tak mendengarkan kompromi. Dia terus mendorong sosok itu sampai akhirnya menghilang dikegelapan kamar diiringi percikan api. Tubuh ayah Dedy langsung terduduk lemas setelah mahluk itu hilang
Mukhtar beranjak menghidupkan lampu kamar. Begitu lampu menyala, Ayah Dedy melihat anaknya tampak bernafas dengan normal. Matanya melihat ke kanan dan ke kiri seperti orang bingung. "Bapak." kata Dedy lemah sambil menatap ayahnya.
Setelah kejadian itu, kondisi Dedy perlahan mulai membaik. Sampai cerita ini ditulis, dia masih dalam tahap penyembuhan karena sudah terlalu lama tidak makan dan hanya berbaring di atas ranjang. Kabarnya, Dedy lalu pindah kontrakan dari tempat itu.
Mukhtar yg menyembuhkan Dedy menceritakan jika memang ada salah satu temanya yg mengirimkan teluh atau santet agar dirinya sakit bahkan meninggal. Setelah mendengar cerita Dedy, Mukhtar meminta agar mengikhlaskan hutangnya.
Karena dia tak menjamin si pengirim teluh akan diam setelah peristiwa itu.
Selesai.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
HARI sudah mulai gelap ketika kendaraan yang ditumpangi Yuli melewati kota Jember. Sebelum tengah malam, dia menargetkan bisa sampai di pusat kota Malang. Kalau harus melewati jalan biasanya, kemungkinan lepas tengah malam dia baru sampai di kota tujuan.
"Coba lewat jalan tembusan ya dek?" Mas Anto yg duduk di kursi kemudi menawari Yuli agar bisa mempersingkat jalur. Karena kurang paham dengan rute jalan,Yuli hanya mengangguk saja.Di sebelahnya Riki, tertidur pulas. Bocah itu sepertinya memang sudah menahan kantuk sejak berangkat
Mumpung malem selasa.
Waktunya begadang, sekalian bagi2 cerita mistis tipis2
Kejadian ini sdh lama, sekitar awal tahun 2000an. Kebetulan ada beberapa teman yg masih ingat kejadian ini jadi sekalian dikumpulin.
Waktu itu rasanya kalau ada orang mati muda atau mendadak mesti arwahnya bakal nggangguin orang2. Minimal menampakan diri di sekitar lokasi
Salah satunya cerita ttg kematian Mbak Santi. Langsung sja saya bagi ceritanya. Jadi waktu itu sedang rame2nya musim layangan. Anak2 SD, SMP sampe bapak2 semua main layang2.
DUA rantang nasi dengan isian lauk lengkap disiapkan Wati sejak pagi. Siang itu, suaminya, Anshori akan merantau ke pulau sebrang untuk mencari peruntungan. Masakan masakan terbaik dijejalkan Wati ke dalam rantang
Ada lele dan nila goreng. Sayung terong. Serundeng dan tempe bacem. Semuanya dimasak Wati sebaik mungkin agar suaminya bersemangat. Biasanya Anshori akan pergi tiga sampai enam bulan lamanya. Sampai proyek pembangunan gedung yang membutuhkan tenaganya selesai.
Cerita ini saya dapat setelah berbincang dengan salah satu juragan bisnis kuliner.Karena penasaran,saya mencoba menanyai apa resepnya sehingga bisa sedemikian sukses. Ternyata,alurnya cukup panjang.Selain perjuangan keras tentunya,ternyata ada cara yang tidak biasa yg dia lakukan
2014.
RUMAH tangga yang dibangung Wardoyo dan istrinya Sasmi terasa semakin panas. Di usia pernikahan mereka yang keenam, hubungan Wardoyo dan mertuanya terus bermasalah. Puncaknya ketika Wardoyo dan Sasmi harus rela tinggal di rumah bagian belakang.
Ini hari kedua Milo dan Devi mengikuti kegiatan pelatihan di Balai Perikanan. Besok pagi, puluhan siswa SMA yg ikut pelatihan sudah bisa pulang. Sore iti keduanya memilih untuk berjalan2 ke daerah Pantai. Warga setempat memanggilnya Pantai Tanjungan.
Lokasi pantai yang tersembunyi membuat Milo dan Devi betah berlama2 di sana.Cipratan air laut sore yg sejuk menjalar saat Milo merendamkan kakinya.Gadis SMA itu merasakan ada yg mengawasinya di balik pepohonan.Dia sempat menoleh tapi tak menemukan apa-apa selain daun ketapang.
AKU sama seperti remaja lainya yg tumbuh di tahun itu. Remaja desa, tak punya pekerjaan tetap. Uang apalagi. tapi ini bukan ceritaku. Ini cerita salah satu orang kaya di kampungku. Aku memanggilnya Pak Kuri.
Saat itu, Pak Kuri masih berusia 40an tahun. Masih gagah.
Pak Kuri punya usaha toko sembako. Tak banyak di Desa ku yang punya toko sembako. Hanya tiga orang. Bu Haji Mah, Wak Mustain dan Pak Kuri. Sisanya hanya warung2 kecil yg hanya menjual permen atau silet Tatra. Tak menarik pokoknya, terutama untuk remaja sepertiku.