Hallo PWers, balik lagi yaa malem ini saya mau berbagi thread horor. Seperti biasa, semoga kalian bisa menikmati dan mengambil pelajaran dari kisah berikut. Terus dukung akun ini pake Love dan Retweet kalian yaa, biar saya makin semangat :)

Selamat membaca ~
KESURUPAN

Ns : NN
Sudut Pandang : Orang Pertama

Hai, perkenalkan aku Rida (Nama samaran). Ini kali pertama aku menulis cerita mistis. Selama ini aku lebih menyukai sebagai silent reader dengan memberi emoticon love tanpa banyak berkomentar.
Karena aku menyukai kisah mistis, aku berkeinginan untuk menuliskan pengalamanku saat bersinggungan dengan hal-hal ghaib ke dalam cerita pendek.

Jujur aku belum pernah sekalipun melihat penampakkan jin selama hidupku (berharap gak diliatin sampe selamanya hehehe) ...
.... kecuali mendengar dan merasakan kehadiran mereka. Seperti yang akan aku ceritakan kali ini, yaitu pengalaman mistisku saat masih menjadi mahasiswa di salah satu Universitas di kota Gorontalo.
Aku tidak akan menyebutkan aku kuliah dimana. Ini demi menjaga privasi & nama baik almamater tersebut. Selain itu, aku juga menggunakan nama samaran di tiap karakter yang terlibat dalam cerita ini.
Kisah ini dimulai pada pertengahan tahun 2007. Saat dimana Universitas di seluruh indonesia sedang mengadakan penerimaaan mahasiswa baru. Aku yang waktu itu masih menjadi junior, merasa sangat senang karena sebentar lagi akan menjadi senior.
Aku perantau di kota ini. Asalku dari kota Luwuk, Sulawesi Tengah. Mungkin teman-teman merasa kurang familiar dengan kota tersebut. Yaah, memang kota tempat kelahiranku ini tidak se-terkenal kota Palu yang merupakan ibu kotanya, tapi disanalah aku tumbuh besar hingga saat ini.
Dan merantau untuk belajar diluar kota adalah pengalaman pertamaku jauh dari orang tua.

Aku tinggal di salah satu asrama putri milik kampusku, Disamping irit ongkos yang hanya 25rb sebulan (waktu itu), tempat ini sangat dekat dengan fakultasku.
Setiap pagi aku menapaki jalan setapak yang kiri kanannya persawahan luas. Ditambah angin sepoi-sepoi menambah semangatku melangkahkan kaki menuntut ilmu.

Terik matahari sama sekali tak berarti buatku.
Aku suka kota ini, sekalipun kota, tapi masih ada persawahan yang tersebar di beberapa pelosok wilayah. Bahkan di kiri dan belakang asramaku adalah persawahan entah milik siapa.
Oh iya, aku akan membahas sedikit gambaran tentang asramaku, karena sebagian besar cerita ini terjadi di lingkungan asrama. Kami biasa menyebutnya dengan Aspuri atau asrama putri. Ada juga aspura tapi lokasinya agak berjauhan dari aspuri.
Seingatku di aspuri terdapat banyak blok, dan aku tinggal di blok F1. Sebelum resmi menjadi mahasiswa di kampusku, dulunya aku numpang di blok H1. Karena disana ada temanku yang lebih dulu menjadi penghuni aspuri itu. Dia adalah senior 2 tingkat diatasku.
Kami berasal dari kota yang sama, namun berbeda kecamatan. Peraturan yang berlaku jika ingin tinggal di aspuri, syaratnya adalah kami diharuskan untuk lulus terlebih dahulu jadi mahasiswa kampus, jadi selama masih menjadi calon mahasiswa...
...maka status kami adalah menumpang dan jika tidak lulus, maka harus keluar dari aspuri tersebut.

Sekitar sebulan aku numpang tinggal di blok H1. Dari awal pendaftaran hingga ospek, sampai akhirnya aku jadi penghuni tetap di blok F1.
Tentunya ketka pembagian blok, kami tidak bisa seenaknya memilih, melainkan hasil dari pembagian oleh pengurus aspuri, yang juga termasuk mahasiswi di kampus tersebut. Sebagian besar mereka sudah berada di semester akhir, yang sebentar lagi wisuda.
Jadi mereka sangat disegani sebagai senior dan juga pengurus di aspuri.

Blok F1 ini lokasinya strategis. Ibarat jalan, F1 ini terletak di perempatan. Jadi semua penghuni yang pulang pergi pasti mau tidak mau harus melewati blok F1.
Ditambah gerbang masuk dan pos satpam yang bisa kelihatan dari blok F1. Cukup melirik ke teras blok, nampak abang-abang bentor tengah nongkrong sambil menunggu penumpang.
Meskipun ada beberapa blok yang memiliki akses lorong kecil untuk menuju ke blok mereka, namun F1 lah yang paling ramai dilalui oleh para penghuni maupun tamu di aspuri.
Aku sekamar dengan Susi, dia juga seorang perantau, namun masih dari provinsi Gorontalo. Susi memilih tinggal di aspuri karena tempat tinggalnya lumayan jauh, yang kalau ditempuh, bisa memakan beberapa jam untuk sampai.
Kami menempati kamar belakang, luasnya tidak seberapa dibandingkan dengan 2 kamar yang berada di depan, mungkin itu yang menyebabkan harga sewa kamar belakang lebih murah jika dibandingkan dengan kamar depan.
Disamping juga agar kamar lebih lowong sehingga lebih bebas beraktifitas. Kamar depan ditempati oleh kak Vanya dan kak Nur. Kak Vanya, kak Nur dan kak Mila berasal dari desa yang sama di kotaku.
Sementara kamar depan satunya ditempati oleh kak Nana dan kak Tia, dan mereka berasal dari Ternate.

Kembali ke cerita seperti yang aku tulis diawal, kisah ini bermula saat berlangsungnya proses penerimaan mahasiswa baru, sekaligus penghuni baru di aspuri.
Waktu itu blok F1 kedatangan 2 penghuni baru, yang keduanya berasal dari Ternate, sebut saja namanya Vivi dan Icha. Vivi dan Icha ini masih bersaudara, mereka ini sepupuan.

Mereka menumpang di kamar kak Nana dan kak Tia.
Kegiatan ospek asrama tersebut dimulai sejak ba'da sholat subuh. Para calon penghuni (aku singkat capeng aja ya) diminta untuk berkumpul di aula aspuri, tempat dimana sering diadakannya kegiatan kampus.
Aku yang sebelumnya pernah merasakan kegiatan tersebut ikut menikmati euforianya. Ditambah lagi para capeng membuat kita, para penghuni lama menjadi terbantu karena kegiatan bersih-bersih mereka setiap pagi dan sore.
Kegiatan tersebut berlangsung beberapa hari, sampai pada suatu hari sekitar jam 7 pagi, aku yang tengah duduk di teras blok sambil menikmati minuman hangat tiba-tiba dibuat heran,

Dari jalan ke arah gerbang depan, nampak Vivi sedang dipapah sambil berjalan oleh seorang panitia
Cara jalannya pelan dan dengan posisi kepala yang menunduk dengan wajah yang terlihat pucat.

Aku yang masih belum tau apa yang terjadi pada Vivi pada saat itu, kemudian mencoba berseru ke arah mereka, yang sedang berjalan mendekat ke arahku.
"Kok udah balik, Vi?" tanyaku penasaran.

Vivi tidak menjawab. Kulihat langkahnya hendak berbelok ke arah lorong di blok C3, namun lengannya ditarik oleh panitia agar menuju ke arah blok F1.
"Vivi kesurupan ..." jawab pendek si panitia tersebut ketika sudah memasuki teras blok F1.

"Astaghfirullah." aku berseru kaget lalu mengekor dibelakang Vivi yang tengah dibawa ke kamarnya. Vivi masih tidak menanggapi.
Suasana blok F1 masih ramai karena perkuliahan, rata-rata dimulai dari jam 8 pagi. Kami seluruh penghuni blok mulai berkumpul di kamar depan tempat Vivi berada.

Belum beberapa menit berselang, terdengar suara yang riuh gaduh dari depan blok kami.
Beberapa abang bentor langganan kami yang sebagian sudah kami kenal pun mulai masuk ke dalam blok, sambil membopong Icha yang nampak berontak tak mau dipegang. Icha juga kesurupan!
Antara takut dan khawatir, itulah yang kurasakan. Aku yakin teman-teman di blok F1 juga merasakan hal yang sama. Suasana pada saat itu agak sedikit kacau, karena Icha hendak menyerang Vivi.

Berbeda dengan Icha, Vivi lebih kalem saat kesurupan.
Hal tersebut memaksa beberapa orang yang berada disitu untuk menahan Icha yang mulai memberontak. Kami semua bingung, mengapa Icha ingin menyerang Vivi. Seolah tidak suka dengan kehadirannya.
Aku mencoba mendekati panitia yang mengantar Vivi, lalu bertanya asal muasal kejadian yang menimpa Icha dan Vivi.

"Gak tau … Tiba-tiba aja dia pingsan. Eh, pas siuman malah kesurupan ..."
Jawab panitia itu.

"Emang tadi kegiatannya apa, Kak?" tanyaku lagi.
"Masih kerja bakti. Eh, tadi waktu aku antar kesini, Vivi malah minta diantar ke kamar mandi blok J. Katanya dia tinggal disitu." terangnya.

Jangan-jangan, jin yang merasuki Vivi tinggal di kamar mandi itu. Aku sempat berspekulasi.
Tak berapa lama kemudian, datanglah seorang mahasiswa yang berasal dari kota yang sama dengan Vivi & Icha dan mereka diruqyah saat itu juga. Memang pada saat itu belum jam berkunjung untuk tamu..
...tapi karena mendesak dan menghindari terjadinya sesuatu yg tidak diinginkan, kami meminta tolong orang yang mampu menangani perkara seperti ini. Ditambah lagi kami takut untuk mendekati Icha, yang pada saat itu harus dipegang oleh beberapa orang, karena terus memberontak.
Sehari setelah kejadian itu, kami masih merasa was-was terhadap Vivi. Berbeda dengan Icha yg sudah mulai kembali normal seperti biasa dan mulai melanjutkan kegiatan ospek asrama, Vivi masih mengalami berbagai gangguan ghaib lainnya.
Akibat dari kejadian itu, Icha kemudian dipindahkan ke blok lain, demi menghindari kejadian yang sama terulang kembali.

Pernah suatu pagi saat aku sedang duduk di ruang tengah, nampak Vivi dengan gerak gerik anehnya menatapku dengan tatapan yang dalam.
Aku pun berinisiatif menegurnya, karena penasaran.

"Vi, kamu gak ngampus? Katanya mau nyetor KRS ke jurusan?"

Vivi diam tidak merespon apapun.

Aku yang merasa risih karena terus ditatap oleh Vivi, kemudian memanggil susi dan Winda yang berada di belakang.
"Sus, Win! Itu si Vivi kenapa lagi ya? Koq aneh?"

Susi dan Winda kemudian mendatangiku lalu mendekat ke arah Vivi yang berada di kamar. Tiba-tiba Vivi bangkit, kemudian meraih handuk lalu berjalan cepat menuju kamar mandi.
Kami saling tatap tanpa bersuara, yakin bahwa Vivi pasti kesurupan lagi. Kami mengendap-endap ke kamar mandi, tempat Vivi berada, lalu mengajaknya berbicara sambil menyerukan namanya berkali-kali, namun sayang tak ada tanggapan dari Vivi,
bahkan kami tak mendengar suara air sama sekali selama beberapa menit semenjak Vivi mengunci diri di kamar mandi. Hening!

Seketika kami mulai merasa parno kembali, lalu memanggil kak Nur & kak Vanya yang sedang berada di kamarnya.
Kak Tia pagi-pagi sekali sudah terlebih dulu pergi ke kampus, sedangkan kak Mila dan kak Nana sedang mencari sarapan pagi, Jadi hanya ada beberapa orang saja di blok F1.
Kami ingat diantara dinding kamar mandi 1 dan 2 terdapat sebuah lubang kecil yang tembus. Lubang tersebut kami tutup dengan bekas pasta gigi kosong.
Karena khawatir dan penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh Vivi, kami pun berinisiatif untuk mengintipnya dari lubang tersebut.

"Kamu aja, Rid. Aku takut ..." ujar Winda memelas sambil memengang lengan kananku.
"Elah ngintip doang takut." ledekku padahal nyaliku ciut juga. Kami berbicara dengan intonasi yang rendah dan tertahan.

"Sini aku aja ..." jawab Susi tiba-tiba.

Benar kata orang, kalo ada satu yang berani, yang lain pun jadi ikutan berani. Ya, aku mengekor di punggung Susi.
Susi menempelkan mata kirinya ke arah lubang kecil tersebut. Mencoba sebisa mungkin untuk menangkap sudut yang ada di kamar mandi tempat Vivi berada,.
sementara aku yang baru mulai menundukkan bahu, meminta Susi untuk bergeser, tiba-tiba dikagetkan dengan suara jeritan Vivi yang tak begitu jelas terdengar, seperti suara serak dan tertahan. Seolah itu bukan suaranya.
"Aaaaarrrgghhh!!!"

Tanpa pikir panjang aku langsung berlari keluar kamar mandi, yang kemudian disusul oleh Susi. Aku mendengar Winda berteriak, “Hiiiyyy …”

Kami berlari ke kamar depan.
Kulihat kak Nur & kak Vanya memasang ekspresi sedikit ketakutan. Rasa khawatir kami memuncak. Takut jika sampai terjadi sesuatu kepada Vivi di dalam kamar mandi.

"Ntar kalo dia pingsan di kamar mandi gimana!?" tanya Winda panik.
Tidak! Ini tidak boleh dibiarkan. Jangan sampai terjadi sesuatu yg membahayakan nyawa Vivi.
Aku dengan keberanian yang entah datang dari mana, tiba-tiba mengetuk dengan sedikit keras pintu kamar mandi tempat Vivi berada.
Yang lain hanya diam memperhatikan, dengan harap-harap cemas dari dekat lemari ruang tengah.

"Vi, Vivi! Buruan dong jangan kelamaan nanti masuk angin. Kamu kan masih gak enak badan!" seruku.

Vivi masih tetap tidak merespon.
Aku menyerah mengetuk pintu kamar mandi dan kembali duduk di ruang tengah. Berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada Vivi. Kami berencana mendobrak paksa pintu kamar mandi jika setelah setengah jam Vivi masih tidak merespon.
Namun beberapa menit kemudian terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka. Vivi berjalan sedikit cepat dengan handuk yang melingkar di tubuhnya. Aku tak tahu Vivi beneran mandi atau tidak. Nampak lengannya terdapat sisa-sisa air.
Vivi tersenyum menatap kami yang tengah berkumpul di ruang tengah. Sungguh tingkahnya membuat kami bingung dan membuat kami saling pandang. Dia kembali seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa kepadanya.
Kegiatan penerimaan penghuni baru di aspuri tersebut berlangsung di bulan yang berdekatan dengan lebaran Idul Adha dan besok kami akan memasuki lebaran Idul Adha.

Sore itu hari terakhir ospek di aspuri.
Vivi tidak mengikuti kegiatan tersebut semenjak hari ketiga, karena kondisinya yang masih belum stabil. Dia tengah terlelap di kamar kak Tia dan kak Nana. Sementara aku tengah sibuk menggosok mukena yang akan dipakai sholat Eid besok.
Vivi menggeliat terbangun. Dia memperhatikanku menggosok mukenah. Lumayan lama dia memperhatikan gerakanku menggosok mukena sambil tersenyum aneh dibalik bantal guling yang sedang dipeluknya
"Kamu gak ikutan penutupan nanti malam, vi?" tanyaku basa basi sekedar memulai obrolan. Aku tahu dia tak diizinkan ikut serta.

Vivi tak menjawab pertanyaanku. Dia mendekat ke arahku lalu menarik lengan kananku.
Tangan kirinya memegang lenganku, sedang tangan kanannya membuat isyarat seperti menulis, diatas lengan kananku.

Aku bingung dengan apa yang dilakukan Vivi, jangan-jangan dia kesurupan lagi.
Memang dua hari sebelumnya Vivi sempat bercerita kepada kami, penghuni blok F1, tentang pengalamannya yang sering kesurupan sedari dia masih SMP di kampungnya.

Katanya ada jin laki-laki yang selalu menempel padanya.
Jin tersebut menyukai Vivi, makanya tak heran jika Vivi menjadi sering kesurupan, seperti yang dialaminya kembali sore ini.

Aku tahu Vivi sedang tidak menjadi dirinya, pada saat itu.
Karena bingung dan sedikit takut, aku pun keluar dari kamar dan menuju teras untuk menemui penghuni blok F1 yang lain, yang sedang asik ngerumpi.

"Kak, kayaknya Vivi kesurupan lagi." sontak mereka kaget.
Kami berhamburan ke kamar menemui Vivi, nampak Vivi hendak meraih setrika yang masih panas yang sebelumnya kuletakkan di atas lantai. Dengan sigap kak Mila mengambil setrika yang akan dipegang oleh Vivi.
"Vivi ...!" tegur kak Tia yang merasa bertanggungjawab terhadap Vivi, karena Vivi sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri.

Vivi hanya tersenyum menanggapi. Dia kembali meraih lengan kak Tia, lalu mengulang gerakan seperti yg dia lakukan padaku.
"Kamu pengen nulis ya?" tanya kak Nana.

Vivi mengangguk semangat sambil tersenyum. Dengan sigap kak Mila pun berlari ke kamar belakang untuk mengambil selembar HVS dan bolpoin, lalu menyerahkannya kepada Vivi.
Dan disinilah terjadi percakapan singkat antara kami dan jin yang sering merasuki Vivi terjadi.
"Kamu siapa?" kami mulai melingkari Vivi sambil mencercanya dengan beberapa pertanyaan.
Vivi mulai menulis. Tulisannya sangat berbeda dengan tulisan Vivi yang aku tahu. Vivi menulis dengan huruf balok besar, padahal kami tahu gaya tulisan Vivi itu kecil-kecil.

"KITA MO SUKA BA STRIKA UWTI!"
(Aku ingin menyetrika!)
Sedikit aneh kami rasa. Antara lucu, namun kasihan. Tapi memang demikian yang ditulis oleh Vivi pada saat itu. Vivi masih terdiam, masih tak mengeluarkan sepatahkatapun dari mulutnya, hanya tangannya saja yang bergerak menulis.
"Kamu gak bisa ngomong ya?" tanya kak Nur.

"IYA." jawab Vivi.

"KITA SUKA BA STRIKA!" sambungnya.

"Menyetrika baju siapa?" aku sedikit iseng bertanya, karena menurutku jin yg merasuki Vivi ini sungguh unik.
"STRIKA NGONI PE BAJU SAMUA JO”
(Setrika baju milik kalian saja)" tulis Vivi.

"Nanti aja kalo udah sembuh ya." jawab kak Tia.

"NGONI MUSTI JAGA PA INI ANAK!”
(Kalian harus menjaga anak ini!)"

"Dijaga kenapa? Kan udah gede." sahut kak Vanya.
"SOALNYA ADA YG MO BAWA PA DIA INI. KITA SAYANG PA INI ANAK JADI KITA JAGA. KALO NDA DIJAGA SABANTAR ITU YANG DI MUKA MO AMBE PA DIA!”
(Soalnya ada yang akan mengambil anak ini. Aku menyayangi anak ini, maka aku menjaganya.
Kalo tidak, nanti anak ini akan diambil sama yang di depan itu!)

Kami saling pandang kebingungan. Tak mengerti dengan maksud ditulisan Vivi.

"Di depan siapa maksudnya?" cecar kak Nana.

"ITU YANG DI POHONG BASAR DEKAT POS!”
(Itu yang di pohon besar, sebelah pos satpam!)"
Memang benar, didekat pos satpam ada sebuah pohon beringin yang sudah tua dalam keadaan sudah terpangkas. Tersisa hanya batangnya dan sedikit akar gantung yang menjuntai.
Didepan pohon itu terdapat 2 buah kantin asrama. Jujur kantin tersebut memang agak seram menurutku. Suasananya sedikit gelap, meskipun dalam keadaan siang hari, dikarenakan terhalang oleh pohon beringin yang tepat berada di depan kantin,
"Tolong keluar dari tubuh Vivi. Kalo kamu betul sayang dengannya,jangan masuk ke tubuhnya. Liat karena ulahmu dia jadi gak bisa ikut kegiatan di asrama." kak Mila seketika menjadi bijak lalu meminta jin tersebut meninggalkan tubuh Vivi. Kak mila duduk paling dekat dengan Vivi.
Oh, ya. Diantara semua penghuni blok F1, kak Mila lah yang paling religious, jilbabnya syar'i. Dia termasuk senior di blok kami yang akrab dengan pengurus di aspuri.

Sebentar lagi hari mulai gelap.
Jin yg merasuki Vivi tiba-tiba keluar begitu saja. Vivi kemudian mandi dan bersiap-siap untuk sholat. Vivi ini sangat taat beragama, dia tidak pernah melewatkan kewajiban sholat 5 waktunya. Namun yang sangat membuatku penasaran, mengapa dia sering kesurupan.
Hari sudah mulai senja. Langit mulai gelap. Cahaya jingga menghiasi langit di bagian barat kota Gorontalo. Suasana di blok F1 kembali normal seperti biasa, tidak ada aktifitas berarti. Nampak Vivi tengah melaksanakan sholat Maghrib dengan pintu kamar yang sengaja dibuka,
Kak Nur yang saat itu tengah berhalangan, dan posisinya sedang duduk di sisi pintu kamar tempat Vivi berada. Aku sendiri sedang duduk diatas meja kayu di ruang tengah, sebelah kamar kak Nur, menunggu giliran mandi.
"Astaghfirullah!!!" tiba-tiba kami dikejutkan dengan seruan kak Nur yang sedang menatap ke dalam kamar tempat Vivi melaksanakan sholat.
Sebelum itu terdengar suara ‘Buk!’, seperti benda terjatuh ke lantai. Aku langsung merespon jeritan kak Nur.
"Kenapa Kak Nur?" aku penasaran lalu turun dari atas meja mendekat ke tempat ka Nur. Kak vanya & kak Mila terlihat keluar dari kamar, menyusul.

"Ada apa sih?" ucap kak Mila kepo disusul kak Vanya yang masih memakai mukenah.
"Vivi pingsan tuh. Tadi aku sempat liat pas selesai salam dia langsung jatuh." jawab kak Nur.

Kami berempat perlahan mendekati Vivi yang tak bergerak dengan posisi telungkup ke kanan. Wajahnya terhalang mukenah.
Benar, Vivi pingsan lagi. Dia tidak merespon saat kak Mila memanggil namanya. Kami tak tahu jika malam ini akan menjadi malam perkenalan dengan jin yang sering merasuki tubuh Vivi.
Tiba-tiba Vivi bangkit kembali, melepas mukenah dengan gerakan lemah gemulainya. Kak Mila kemudian mencoba mendekati Vivi. Kami mengikuti dari belakang disusul oleh kak Tia dan kak Nana dari kamar mandi.
"Kamu gak apa-apa, Vi?" kak mila bertanya.

Vivi tdk menanggapi. Dia hanya tersenyum menatap kami seperti yang sudah-sudah, setiap kali dia kesurupan.

Vivi melakukan gerakan menulis di lengan kirinya.
Kami yang sudah mengerti maksudnya, tanpa pikir panjang langsung mengambil kertas HVS dan bolpoin yang diletakkan di atas lemari ruang tengah, kemudian menyerahkan padanya.
"TUTUP PINTA AA!”
(Tutup pintu ya!)" Vivi mulai menulis. Kami sudah berkumpul di kamar kak Nana & kak Tia.

Aku yg merasa paling muda langsung menutup pintu depan. Sedikit bingung mengapa Vivi meminta kami untuk menutup pintu blok F1,
tapi karena menurut kami itu hal yangg wajar karena setiap menjelang maghrib pintu blok selalu kami tutup.

"JANG BA TARIMA LAKILAKI DISINI, JANG KASE MASO PA DORANG!”
(Jangan menerima laki-laki kesini. Jangan izinkan mereka masuk!)” Vivi menulis lagi.
"Nggak ... Cuma ada kita disini." jawab kak Mila.

Saat itu kami duduk diatas kasur kak Tia. Yang lain berdiri di sisi tempat tidur karena memang tidak akan muat jika semua naik ke atas kasur.
"KITA SUKA PA NGONI INI. NGONI BAE-BAE SAMUA PA KITA.”
(Aku senang dengan kalian. Kalian semua baik padaku)."

Kami semakin tertarik untuk berdialog dengan jin yang sekarang sedang berada didalam tubuh Vivi.
Sepertinya dia bukan jenis jin yang suka mengamuk atau memberontak seperti yang sering aku lihat di TV, namun kami harus tetap waspada, sebab jin sering melakukan tipu daya untuk menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan.
"POKONYA KALO ADA LAKI-LAKI YANG DATANG TIDAK USAH NGONI KASE MASO NEH!”
(Pokoknya kalau ada laki-laki yang datang jangan kalian izinkan masuk ya!)” Vivi mengulangi permintaannya untuk tidak mengizinkan tamu laki-laki masuk.
Sebentar lagi adzan isya, dan kami masih berdialog dengan jin yang berada didalam tubuh Vivi.

"KITA MO KENALAN BOLEH?” tulis Vivi lalu menyebarkan pandangannya kepada kami yang ada disitu.

"Boleh dong." jawab kak Mila. Kami hanya menyimak.
"NGANA SAPA?”
“(Kamu siapa?)" tanya Vivi lalu menunjuk kak Mila dengan pulpen.

"Saya Mila." jawab kak mila sambil meletakkan tangan kanannya di dada dan selanjutnya mengenalkan satu persatu kami yang ada disitu.

"Nama kamu siapa?" lanjut kak Mila.
"KITA PE NAMA SA'DIAH.”
“(Namaku Sa'diah)”

"EH NGONI PE UMUR BARAPA?”
(Umur kalian berapa?)" tanya jin yang ternyata bernama Sa'diah itu kepada kami.

"Saya 21 tahun." kak Mila yang paling tua diantara kami menjawab pertanyaan Sa'diah.
"YANG LAIN?"

"Vanya, Nana, dan Tia 20 tahun. Nur 19 tahun. Yang disamping saya, Rida 18 tahun." kami membiarkan kak Mila yang menjelaskan. Disusuli tulisan Sa'diah yangg mengatakan bahwa dialah yangg paling tua diantara kami. Umurnya 25 tahun.
"NGONI BAGUS BIAR BUKAN SODARA MAR BAKU SAYANG. KITA HERAN KELUARGA SANDIRI JAHA PA KITA.”
(Kalian bagus, walaupun bukankn saudara tapi saling sayang. Aku heran keluarga sendiri jahat padaku).”

Sejenak kami bingung dengan maksud dari tulisan Sa'diah.
"Emangnya keluargamu jahat kenapa?" insting penasaranku muncul.

"GARA-GARA DORANG KITA MATI. DORANG YANG BEKENG KITA JADI BAGINI!” (Gara-gara mereka, aku meninggal. Mereka yang buat aku jadi begini!)

Raut muka Vivi seketika nampak murung, menggambarkan suasana pilu hati Sa'diah
Kami menjadi kasihan, namun penasaran dengan apa yang ditulis oleh Sa'diah. Dugaan kami Sa'diah meninggal karena pertikaian keluarga.

"Asal kamu dari mana sih?" kak Nana yang dari tadi masih memakai handuk ikut bertanya.
Lalu Sa'diah mulai menulis salah satu lokasi yang terletak di kabupaten Bone Bolango.

"Kamu meninggal karena kecelakaan ya sampe gak bisa ngomong?" kak Tia yang sedaritadi diam mengamati, tiba-tiba bersuara. Dia berdiri di sisi pintu kamar.
"KITA MATI DICEKE. MAKANYA KITA NDA BISA BICARA DENG NGONI. KITA PE KELUARGA YG BUNUNG PA KITA!”
(Aku mati dicekik. Jadi aku tak bisa berbicara dengan kalian. Keluargau membunuhku!)” tulis Sa'diah diselingi sebuah senyuman yang tergambar melalui wajah Vivi. Sejenak kami terdiam
"kenapa sih kamu selalu gangguin Vivi? Kamu gak boleh masuk ke tubuh manusia. Kita sudah beda alam dengan kamu." kak Mila berubah lebih tegas.
"KITA KASIANG PA INI ANAK. PAS PERTAMA LIAT PA DIA KITA SO SUKA. DIA BO SANDIRI BA DUDUK.”
(Aku kasihan sama anak ini. Waktu pertama lihat dia aku jadi suka. Dia hanya duduk sendirian)
"Liat Vivi dimana emang?" kak Mila bertanya lagi.

"DI KAMPUS. KITA TINGGAL DI POHONG MANGGA PA VIVI PE JURUSAN. KITA SUKA MO KULIAH JUGA.”
(Di kampus. Aku tinggal di pohon mangga dekat jurusan Vivi. Aku juga ingin kuliah).
Kalimat terakhir sedikit membuat kami terkekeh. Mungkin karena sering melihat mahasiswa belajar di jurusan, Sa'diah jadi ingin kuliah. Dia tak tahu kuliah itu melelahkan.

"KITA LAPAR UWTI.”
(Aku lapar)
Deg! Sontak kami saling pandang. Tak menyangka disela-sela dialog dengan Sa'diah, dia akan mengeluh lapar.

"Kita gak punya makanan lagi. Eh, ada sih sisa nasi siang tadi." kak Nur yang paling rajin memasak nyeletuk.
Kak Mila menyikutnya, seolah-olah tidak setuju atas tanggapan kak Nur. Aku yang iseng, kemudian mencoba bertanya kepada Sa'diah mau makan apa.

"MANUSIA ..."

Kak Nana kemudin kabur terbirit-birit keluar kamar, ketika mendengar jawaban dari Sa'diah.
Kak nur yangg sedang haid pun sampai membelalakkan matanya, terkaget atas jawaban itu.

“HAHAHAHA KITA CUMA BAKU SEDU UWTI.”
(Hahahaha … Aku cuma bercanda kok).

Mungkin kalau Sa'diah bisa bicara pasti dia sudah tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah kami yang sedikit kaget
"Mau pisang goreng gak?" entah mengapa bisa terlintas dipikiran kak Vanya menawarkan pisang goreng.

Memang pada kenyataannya hanya pisang goreng lah yang bisa dijangkau oleh budget kami yang masih mengharapkan kiriman orgtua ini,
Kak Vanya pun bergegas menuju kamarnya, melepas mukenah lalu berganti baju dan pergi membeli pisang goreng.

Entah mengapa kami menurut saja membelikan Sa'diah makanan, mungkin karena kami masih shock atas jawabannya tadi, takut jika akan dimakan olehnya.
“MANA PISANG GORENGNYA!” pinta Sa’diah.

“Sabar, masih dibeli.” jawab kami.

“SUDAH, SUDAH ADA TUH! CEPET AMBIL!”

Ternyata Sa’diah tahu bahwa pisang gorengnya sudah datang dibawa oleh kak Vanya, di gerbang depan.
Kami pun sedikit takjub dengan perkataan Sa’diah, karena jelas-jelas pada saat itu tidak ada satupun dari kami yang mengetahui, bahwa kak Vanya sudah berada di gerbang depan dengan membawa pisang goreng.
Akhirnya pisang goreng pun datang, dan kak Nur pun bergegas mengambil piring. Baru saja disajikan, Sa’diah langsung mengambil pisang goreng tersebut. Dan yang lebih mengejutkan kami adalah cara makan Sa’diah tersebut.
Normalnya ketika kita makan setelah dimakan, pasti dikunyah dulu, tapi berbeda dengan Sa’diah, ketika sudah digigit dia langsung menelannya. Membayangkannya saja aku sudah ngilu. Tekstur pisang goreng kan tidak lembut seperti bubur,
ada bagian-bagian yang keras yang berasal dari tepungnya itu. Dan Sa’diah memakannya dengan sangat cepat, sampai 5 buah pisang goreng yang tersaji diatas piring habis seketika, dilahap oleh Sa’diah.

“AKU HAUS!” ujar Sa’diah.
“Mau minum apa?” isengku bertanya.

Sebetulnya kami tau bahwa permintaan-permintaan seperti ini tidak boleh dituruti, cuman karena kami kebingungan bagaimana cara mengeluarkan Sa’diah dari dalam tubuh Vivi pada saat itu, jadi kami terus dia ajak berdialog.
“D... A .. R ..” Sa’diah menulis dengan perlahan.

Belum sempat Sa’diah membereskan tulisannya, orang-orang yang berada disitu, dan kebetulan sedang dalam keadaan datang bulan, langsung berhamburan, berlarian karena ketakutan

Dan lagi-lagi Sa’diah hanya bercanda, dia terkekeh
“Adanya air putih, mau nggak? Kalo mau, kami ambilkan, kalo nggak yaudah, berarti gak minum.”

Sa’diah pun mengiyakan tawaran kami untuk meminum air putih.

Tak berselang lama setelah Sa’diah meminum air putih yang kami suguhkan, terdengarkan suara ketukan pintu dari luar kamar
Setelah kami lihat yang datang ternyata adalah seorang senior yang berasal dari daerah yang sama dengan Vivi (yang sedang kerasukan Sa’diah), dan memang senior Vivi ini adalah orang yang bisa meruqyah. Dia datang bersama seorang Ustadz.
Kami pun mempersilahkan masuk kedua orang itu, dan saat itu juga tiba-tiba Vivi berdiri, mengambil ancang-ancang seperti orang yang akan bersiap terbang. Vivi seperti meloncat dan mengepakkan tangannya seolah-olah sepasang sayap. Vivi pun langsung terjatuh dan pingsan.
Kami pun bergegas mengangkat tubuh Vivi yang tergolek tak sadarkan diri ke atas kasur, setelah itu pak Ustadz pun menyuruh kami menjauh sampai keluar kamar. Dan kami pun hanya bisa memperhatikan dari luar.

“Kamu jangan pura-pura pingsan!” ujar pak Ustadz.
Pak Ustadz pun memegang jempol Vivi, dan seketika juga Vivi berterik dengan kencang, sambil matanya melihat kami yang posisinya berada diluar dengan tatapan yang sinis.

Seolah-olah tidak senang dengan perbuatan kami, mengijinkan para lelaki itu masuk,
sedangkan sebelumnya sudah dia wanti-wanti untuk tidak membiarkan para laki-laki itu masuk ke dalam kamar.

Setelah prosesi ruqyah selesai, kami pun berbincang-bincang dengan senior itu.
“Menurut penuturan pak Ustadz, sosok Sa’diah yang merasuki tubuh Vivi ini memiliki perawakan seperti wanita biasa, tapi dengan posisi lidah yang menjulur keluar ke arah kiri, persis seperti orang yang meninggal dalam keadaan tercekikik atau diracun.” tutur senior itu.
“Terus kenapa kalian ini sudah tau ada yang sedang kesurupan, sampai dibiarkan lama begini? Bukannya nyari pertolongan, malah diajak ngobrol! Diajak bercenda, sampai dikasih kertas dan diajak buat nulis-nulis segala!
Lain kali kalau ada Vivi sampai kayak gini lagi, langsung hubungin saya aja.” Sambungnya dengan tegas.

Singkat cerita, prosesi ruqyah itu pun selesai. Sa’diah berhasil dikeluarkan dari dalam tubuh Vivi, dan Vivi pun berangsur pulih dan sedikit membaik.
Vivi pun memtuskan untuk pulang ke kampungnya, untuk melanjutkan pengobatannya.

Tanpa sepengetahuanku, tiba-tiba di suatu pagi Vivi kembali ke aspuri, ketika itu aku sedang tiduran di kamar belakang. Vivi pun mengetuk pintu kamarku, dan aku pun mempersilahkan dia untuk masuk.
“Gimana Vi kabarnya setelah pulang kampung? Kamu sudah pulih atau belum, dari kondisi kemaren?” tanyaku.

Vivi tidak merespon, dia hanya terdiam sambil melihat terus ke arahku. Tiba- tiba dia menarik tangan kananku, dan menunjukkan isyarat menulis dengan tangannya.
“ARRRRGHHH!!!” teriakku takut kejadian yang sama terulang kembali.

Vivi pun tertawa terbahak-terbahak melihat responku yang ketakutan, dia pun mengaku hanya mengusiliku saja.

“Aku udah diobatin sama nenekku waktu kemaren, pas pulang kampung” Vivi membuka obrolan.
“Aku diberitahu sama nenekku kenapa aku sering kesurupan, katanya dulu waktu SMP sempet dikasih jin penjaga sama nenekku, nah pas kuliah ini, aku dikasih jimat bentuknya cincin. Nah ternyata jin penjagaku itu ngikutin aku terus dengan mediasi cincin ini.
Dan energi yang ada di cincin aku tuh bentrokan sama energi yang ada di asrama ini, jadi pas pulang kemaren aku dimandiin sama nenekku, dan cincinnya diambil lagi. Sekarang aku udah normal seperti biasa” jelas Vivi panjang lebar.
Sekembalinya Vivi dari pulang kampung, benar saja dia pun sudah tidak pernah kesurupan dan bisa menjalani aktivitas perkuliahan dengan normal. Begitu juga dengan aku, sudah tidak mengalami hal-hal aneh lagi, dan hanya disibukkan dengan aktivitas perkuliahan.
Maaf kalo nggak seru, hanya ingin berbagi sedikit pengalaman mistis yang aku alami di masa perkuliahan dulu.

-------------- TAMAT --------------
Nb : Jangan banyak ngelamun dan gausah pake jin-jin penjaga dan sejenisnya yaa temen-temen, yang ada malah bikin hidup yang udah ruwet, tambah ruwet :( mending banyakin inget sama Allah deh biar hati tenang
:)

Sekian dulu, sampai jumpa di kisah-kisah berikutnya yaa PWers~ :D

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Pusara Waktu

Pusara Waktu Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @pusara_waktu

Mar 11
ERIKA (Part 4 - END -)
- Keluarga Korban Santet -

A Thread

@IDN_Horor
@bacahorror
@ceritaht

#pusarawaktu #threadhorror #kisahseram #bacahorror #kisahnyata
ERIKA (Part 4 END)

Setelah membereskan semuanya, dan hanya menyisakan 3 benda pusaka, aku kemudian melakukan sebuah tirakat di dalam kamar itu. Segera aku keluarkan buku yassin dari saku baju dan sebotol air mineral yang sudah aku persiapkan sebelumnya.
Aku membuka tutup botol mineral itu dan segera membaca Yassin tujuh mubbin, dimana di setiap ayat yang ada kalimat mubbinnya di ulang sebanyak tujuh kali. Ini aku lakukan sesuai dengan arahan dari mbah Yai, ketika aku masih mondok di salah satu pesantren di daerah Jawa timur.
Read 167 tweets
Mar 10
ERIKA (Part 3)
- Keluarga Korban Santet -

A Thread
@IDN_Horor
@bacahorror
@ceritaht

#pusarawaktu #threadhorror #kisahseram #kisahnyata #bacahorror
ERIKA (Part 3)
- Keluarga Korban Santet -

Pada suatu hari aku pun memutuskan untuk berpamitan, berhenti bekerja di rumah ini. Pak Kasran menatapku lekat-lekat, begitu juga dengan bu Wandra yang terperangah, saat mendengar kata-kataku untuk berhenti bekerja.
Mereka berdua membujuk dan memintaku untuk tetap bertahan bekerja di rumah ini, minimal sampai keluarga Kasran mendapatkan pegawai pengganti.

Aku yang mengetahui kondisi keluarga ini pun, sedikit mengerti dengan alasan dari bapak dan ibu Kasran,
Read 150 tweets
Mar 8
ERIKA (Part 2)
- Keluarga Korban Santet -

Melihat raut muka Sinta yang begitu antusias dan terlihat polos, aku pun tersenyum mendengar pertanyaannya.
"Santet itu sudah ada pada jaman Rasul sekali pun, bahkan dalam sebuah hadist diterangkan bahwa pernah satu hari Rasul pernah disihir atau disantet oleh para dukun waktu itu, hingga beliau muntah darah dan malaikat jibril yang berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya.
Read 131 tweets
Mar 7
ERIKA
(Keluarga Korban Santet)

Ns : Mas Wijaya

Aku mencium bau yang tidak asing, saat berada di halaman depan yang ditumbuhi beberapa pohon pisang kipas, sejenis pohon pisang hias dan sebuah pohon mangga yang cukup besar berdaun rimbun.
Sekilas disudut mataku, aku melihat sebuah sosok hitam legam sedang menatapku dengan sorot matanya yg berwarna merah menyala. Segera aku palingkan muka dan berjalan ke arah pintu gerbang untuk menguncinya, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang tidak asing, aku mengenal suara ini.
Read 132 tweets
Mar 2
Cokro Kolo Munyeng
Season II - End

Dengan hentakkan Al-zalzalah, aku pun menyongsong guncangan serangan dari gada betoro. Sebuah benturan yang begitu dahsyat pun terjadi, membuat tubuhku terpental begitu jauh, bahkan baju dan tanganku pun ikut terbakar hingga kulitnya melepuh.
Srenggi kolo pati tertawa terbahak-bahak menyaksikan tubuhku yang kini sedang terkapar. Dengan cepatnya dia kemudian menyerangku dengan lecutan cambuk api dan anginnya kembali, "Swwiiit ... Ctarr ... Ctaaarrrr ...!"
Read 85 tweets
Mar 1
COKRO KOLO MUNYENG
Season II

Ns : Mas Wijaya

Selepas sholat subuh handphoneku berbunyi, sebuah pesan telah masuk. Aku segera menbacanya, "… Kamim telah berpulang untuk selamanya ...” Sebuah penggalan pesan yang kubaca berasal dari saudaranya.
Aku terdiam membaca pesan itu, mataku berkaca-kaca dengan tangan yang gemetar. Perasaanku bercampur, antara sedih dan kesal. Tapi hal ini sudah terjadi, sudah menjadi suratan takdir, bahwa Kamim harus berpulang kembali kepada Sang pencipta.
Read 102 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(