Tapi aku kecolongan satu hal, aku lupa menyiapkan mental yang cukup. 😀
Dari awal kami berdua memutuskan untuk mengurus anak sendiri tanpa bantuan orang sama sekali, padahal ini adalah bayi pertama yang kami pegang pakai tangan sendiri.
Kacau banget deh awalnya. 😂
Di sini kami clueless abis. Masalah ini lupa kami masukan ke dalam "hal yang harus dipelajari" ketika setelah melahirkan.
Suami pun aku rasa ga bisa cukup membantu.
Beberapa kali rasanya aku pengen lompat dari lantai 7. 😁
Sampai di umur Mika 3 bulanan, aku memutuskan pisah sementara sama suami demi kesehatan jiwa kami berdua. Suami di Jakarta, aku bawa Mika ke Malang.
Baru kebukalah wawasanku soal kondisi psikis wanita setelah melahirkan ini.
Jangan gampang panik.
Begitu panik, ambyar semua yang ada di kepala.
Masalah, pas pertama punya anak, rasa tenang itu berasa ilang kekubur bareng ari-ari. 😂
fatherly.com/health-science…
#BerpisahItuMudah
Keadaanku waktu itu udah ga karu-karuan deh. Aku beneran ngerasa sendiri dengan bayi yang kalau ada apa-apa, seluruh dunia pasti menunjukkan telunjuknya ke aku.
Mau cerita ke orang lain, bingung.
Aku ga tau harus cerita gimana.
Dia kebingungan dan jatohnya suka emosi.
Beneran momen paling gawat sepanjang hubungan kami deh.
Aku ngerasa suami kayak musuh.
Curhat ke suami, dia juga ga tau.
Curhat ke orang tua, mereka malah kasih prediksi dan masukan yang bikin aku makin panik.
Curhatlah aku ke teman yang sama-sama punya anak. Jawabannya sungguh.... :')
Aku tanya di RS mana yang dokternya murah dan biaya perawatannya murah, jawabannya:
"Aku sih kalau buat anak, ga pernah nyari yang murah. Mangkanya sebelum punya anak dipikirin dulu."
Aku langsung ambil gunting dan duduk di sebelah Mika. :')