Profile picture
dr. Gia Pratama @GiaPratamaMD
, 16 tweets, 3 min read Read on Twitter
"Baby" Sitter

Sehari setelah sampai di Jakarta dari neraka Eropa, saya kembali bekerja dan langsung dapat shift malam. Hari hampir memasuki waktu tengah malam. Suasana
IGD tenang sekali. Hanya terdengar suara goresan pulpen perawat yang sedang mengisi data pasien.
Tiba-tiba situasi heboh. Seorang perempuan berseragam baby sitter berusia belasan thn tak lebih dari usia anak SMA, datang dalam keadaan tak sadarkan diri. Dia dibopong oleh sepasang suami-istri. Sang suami melingkarkan tangannya di kedua ketiak re­maja itu sambil brjalan mundur,
sementara sang istri membopong kedua kakinya.“Dokter, tolong, Dok. Pengasuh anak saya pingsan!”jerit sang istri. “Oke, Bu. Ibu sama Bapak tunggu di luar, ya. Biar saya periksa dulu,” pinta saya. “Baik, Dok.” Mreka berdua pun keluar dari ruang IGD, Saya masuk ke ruang pemeriksaan.
Kepala saya sudah penuh dengan belasan peyebab anak ini pingsan. Saya memulai pemeriksaan dengan stetoskop, mengecek tensi darahnya, menempelkan jari di pergelangan tangannya, dan pemeriksaan lain untuk mencari tahu kenapa anak ini pingsan. Setelah selesai Saya terdiam.
Beberapa diagnosis muncul melayang di depan mata saya lalu saya coret satu persatu.

Hipotensi.. engga
Aritmia.. engga
Hipoglikemia.. engga
Dehidrasi.. engga
Anemia... engga
Ini... engga
Itu... engga juga, Engga semua!
Berarti hanya ada satu kemungkinan!
Dia tidak Pingsan!
Saya perhatikan matanya yang terpejam. Lalu mendadak saya usap lembut bulumata kanannya. Bila seseorang benar-benar pingsan mendalam, kelopaknya tidak akan bergerak. Tapi anak ini kelopak matanya tiba2 bergerak kriyep-kriyep stlah saya usap bulu matanya.

Saya trsenyum tipis.
Saya tekan tulang dadanya cukup kuat, sambil bilang“Ayo, bangun!”

Matanya lgs terbuka lebar. Kepalanya celingukan ke kiri dan kanan mencari sesuatu. “Mrka di luar,” jelas saya, Anak itu terlihat lega dan tnang kembali. Saya pun bertanya dengan lembut, “Knp km pura-pura pingsan?"
Dia diam sbentar, lalu menangis sejadi2nya. Saya tersentak seperti dejavu, anak Pura2 pingsan, ngumpet2, trus nangis kencang, saya lgs tanya,
“Dek, mens kamu lancar selama ini?” dia mengangguk dgn sesegukan.“Skrg mens kamu telat?”Tangisnya mengencang. Saya menarik napas panjang.
Anak itu lalu mengeluarkan batangan test pack dari saku baju seragamnya. Alat itu menunjukkan dua garis tebal. Saya meringis. “Hamil sama siapa kamu, Dek? Pacar?”

Dia sesenggukan, seperti sulit menghentikan tangisnya. Terbata2 dia berkata, “Enggga... aku enggak punya pacar!"
Saya mengernyitkan dahi. “Lalu, sama siapa?”Dia nangis lagi.
“Sama Bapaaak ...” dia menunjuk sosok laki2 yang membopongnya tadi, yang tampak dari balik jendela IGD sedang berdiri di luar dengan istrinya.

Saya menghela napas sekali lagi.
“Oh God, please help me ...”
Saya lalu memanggil mereka ke tempat konsultasi.“Pak, Bu, silakan duduk.” Saya perhatikan mereka satu per satu. Sang suami mngenakan celana pendek dan kaus oblong, Baju rumahan bgt. Smntra istrinya memakai kemeja, blazer perempuan, dan
hak tinggi. Pakaian kantor ... jam segini?
“Pengasuh anak saya kenapa, Dokter?” sang istri bertanya dengan cemas. Wajahnya terlihat lelah. Suaminya hanya menatap saya dengan datar.“Pak, Bu, pengasuh Ibu tidak sakit. Dia tidak kenapa-kenapa.” Saya menjelaskan dengan hati-hati.
“Lalu, kenapa dia pingsan?” kata si istri..
“Mungkin kecapean. Ini saya kasih tambahan vitamin ya, Sama ... ini ...” saya menyodorkan test pack yg baru. “tapi Mohon diperiksa di rumah saja ya.” pinta saya.
Sang istri, meski mengangguk terlihat tak mengerti. Sementara wajah suaminya berubah warna jd merah kuning hijau.
“Bapak dan Ibu sekarang boleh bawa pulang pengasuhnya.”
Mereka menurut.

Saya meminta mereka segera pulang karena pertama, hamil bukan penyakit, hamil adalah kondisi sehat yang normal. Kedua, ini IGD yang berisi berbagai macam ‘senjata’ seperti pisau, gunting, suntikan, dll.
Saya tak mau mereka perang Bharatayudha di sini. Mereka pun pulang bertiga, menuju pintu keluar, dengan wajah marah, mata suaminya melirik tajam ke saya,

langsung saya keluarkan senyum Shinichi Kudo saya.
To be continue di buku #BerhentiDiKamu
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to dr. Gia Pratama
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member and get exclusive features!

Premium member ($30.00/year)

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!