Utk membuka lembaran Riwayat Hidup Danghyang Dwijendera terlebih dahulu saya menghaturkan pangastuti dgn terjemahan dari Dwijendra Stawa dgn tembang Kidung Demung Wilis : Ya Tuhan, ampunilah kami, semoga tdk tertimpa kutuk & kualat,
Dengan kemampuan supranatural dan mata bathinnya, beliau melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa.
Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.
*Siwa,
*Sadha Siwa, dan
*Parama Siwa.
Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun.
tulisan lontar,
kidung atau kekawin.
1. Pura Dang Kahyangan Pura Jati
Di Pura Jati adalah menandai kedatangan Dang Hyang Nirartha yang bertongkat tangkai pohon kayu jati.
4. Pura Dalem Mangening di Renon, tempat persinggahan Dang Hyang Niratha dan sempat mengajar masyarakat berbagai keterampilan bertani dan pengetahuan kerohanian.
Brahmana Kemenuh,
Brahmana Manuaba,
Brahmana Kaniten,
Brahmana Mas, dan
Brahmana Patapan.
Dari Dang Hyang Nirartha*
1. Tuwi ada ucaping haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. ( bait 5 )
Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahuan utama,
Orang yang membangun telaga banyaknya seratus, kalah keutamaannya itu oleh orang yang melakukan korban suci sekali
Korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang.
Ayahnda memberitahumu anakku, tata cara menjadi anak, “jangan durhaka pada leluhur”,
orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang disebut guru,
Guru reka
Guru prabhu
Guru tapak (yang mengajar) itu.
Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang,
Tak akan ternoda keturunannya
Tak ada yang akan mencaci maki
Lebih baik hati-hati dalam berjalan,
Sebab kaki tak akan tersandung,
Tidak akan menginjak kotoran.
Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua,
Patut utamakan tingkah laku yang benar,
Seperti menggunakan mata, gunanya untuk melihat,
memperhatikan tingkah laku yang benar,
jangan hanya sekedar melihat.
Kegunaan punya telinga, sebenarnya untuk mendengar,
mendengar kata-kata yang benar,
camkan dan simpan dalam hati,
jangan semua hal didengarkan.
Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baiklah caranya merasakan, agar bisa melaksanakannya
Kegunaan mulut untuk berbicara, jangan berbicara sembarangan, hal yang benar hendaknya diucapkan.
Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunakan, agar selalu mendapat kebenaran.
Begitu pula dalam melangkahkan kaki, hati-hatilah melangkahkannya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita) nya.
Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan,
jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam
tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam
tak mungkin tidak akan berhasil.
Pilihlah perbuatan yang baik,
seperti orang ke pasar,
bermaksud hendak berbelanja, juga masih memilih, tidak mau membeli yang rusak,
pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku.
Pilihlah tingkah laku yang baik,
jangan mau memakai tingkah laku yang jahat, betul-betul hina nilainya,
ditambah lagi tiada disukai masyarakat, kemanapun di bawa tak akan laku,
begitulah sebenarnya anakku.