1. Oke sahabat peronda, sudah lewat tengah malam, saatnya keliling dusun, terima kasih yg sudah menunggu. Malam ini aku akan cerita ringkas saja sebagai pembuka sebelum nanti kisah lain yg lebih panjang, yg sebenarnya masih berhubungan.
2. Gelora alam ghoib kali ini dimulai dari rumahku sendiri, dari penuturan adikku yg selama ini ternyata sering bertemu makhluk2 misterius.
3. Seperti yg kuceritakan di thread sebelumnya, lokasi rumahku katanya lumayan seram untuk kebanyakan orang. Rumahku itu berada paling selatan dusun, berbatasan dengan ladang yg lumayan luas di wilayah dusun lain.
4. Di sisi tenggara halaman belakang rumahku langsung tersambung dengan kebon yg tak digarap, berisi jati, belukar dan tanaman sejenisnya. Adapun sebagian halaman lainnya menyatu dengan area kuburan tua. Waktu itu, hanya ada pagar bambu yg membatasi.
5. Di tengah kuburan tua ada beringin tumbuh menjulang. Meski tak rindang, tapi akarnya yg menjulur2 menunjukkan jelas citra angkernya.

Di jalan masuk area makam, bambu apus tumbuh rimbun, seperti pintu gerbang untuk mereka yg hendak masuk, entah ziarah atau justru dikuburkan.
6. Adapun di sisi selatan area makam itu tidak berpagar, karena langsung bertemu dengan aliran sungai di bawahnya.

Dulu warga sempat heboh karena beberapa makam hanyut ke sungai lantaran tanahnya longsor diterjang banjir.
7. Alhasil saat kami anak-anak bermain atau mencari ikan di sungai, sering kami dapati nisan2 menyembul dari dasar kali yg dangkal.

Konon tak ada yg berani memindahkannya, sehingga lambat laun batu nisan itu terkubur di dasar sungai yg semakin dalam.
8. Area makam itu memang tak terlalu luas, hanya ada beberapa jasad yg dimakamkan, termasuk almarhum kakek dan nenekku.

Inilah yg sebenarnya membuatku tak terlalu takut dengan kesan2 seram kuburan tua itu.
9. Toh kami sekeluarga sering berziarah, bahkan kadang menyempatkan diri menyapu makam kakek dan nenek di sore hari, sekaligus mendoakan beliau.

Tapi agaknya lain cerita dengan teman2ku yg pernah kuajak menginap di rumahku.
10. Dulu saat kuliah beberapa kali aku ajak temanku menginap di rumah, sekalian refreshing ke desa. Rata2 mereka langsung ketakutan setelah melihat area makam di belakang rumahku, yang hampir2 langsung terlihat jelas begitu membuka pintu belakang rumah.
11. Paling sering mereka akan minta ditemani ke kamar mandi kalau sedang kebelet malam2. Ya, kamar mandi di rumahku terpisah dari bangunan utama. Untuk menuju ke kamar mandi, harus ke luar rumah lewat pintu belakang.
12. Nah kamar mandi terletak di sisi tenggara yg artinya mau tak mau harus berjalan menghadap area makam. Makin klop nuansanya karena di sudut halaman itu Bapakku memasang lampu bohlam kecil untuk penerangan.
13. Alhasil sebagian area makam akan terlihat meski remang2. Ini yg jadi masalah buat teman2ku itu. Tak ada yg berani ke kamar mandi sendiri. “Seperti uji nyali,” kata teman kuliahku waktu itu.
14. Aku sendiri hanya terkekeh bila melihat wajah2 mereka yg takut. Tapi rupanya tak hanya kawanku yg merasa begitu. Adik perempuanku juga sempat ketakutan jika malam hari harus ke belakang rumah. Ternyata itu semua ada sebabnya, yg selama ini tak ku ketahui...
15. Siang itu akhirnya aku sampai di desa kelahiranku. Setelah semalaman berdesak2an naik kereta dari Ibu Kota lanjut bus antar kota, dan disambung mikrolet menuju dusunku yg lumayan terpencil. Kereta ekonomi belum senyaman sekarang. Penuh sesak karena sistem tiket amburadul.
16. Turun dari mikrolet aku masih harus berjalan kaki sekitar 1 km untuk sampai ke rumahku. Sebenarnya bisa saja minta adikku menjemput dg sepeda motor, tapi kadang aku lebih suka berjalan kaki, menyusuri jalan dusun yang kini sudah beraspal, sambil mengenang masa sekolah dulu.
17. Sampai di rumah Ibu dan adikku menyambut gembira, sedangkan Bapak biasanya baru pulang sore karena pekerjaan dan berbagai keperluan lain.

Senangnya hati sampai di rumah, setelah hampir 2 tahun di perantauan. Rindu keluarga dan kampung halaman langsung terobati.
18. “Kok tambah kurus to Wan?” tanya Ibuku. “Iya Mas, kayak jerangkong,” kata adikku sambil tertawa.

“Hush ngawur aja. Aku kurus memang sengaja, diet,” kataku. “Huu bilang aja ngirit,” kata adikku menimpali.
19. “Enggak kok Bu, kurus karena banyak aktivitas, yg penting sehat kan,” kataku pada Ibu sambil tersenyum.

“Yasudah bersihkan badanmu dulu, terus langsung makan, adikmu tadi masak sayur bayam sama tempe goreng,” kata Ibu.
20. “Wah pasti sayurnya keasinan ini,” candaku. “Woo kamu ga tau kalau aku sekarang sudah canggih memasak Mas, cobain aja pasti langsung keracunan,” balas adikku bersungut-sungut.

Aku tertawa lebar, mendengar celotehnya. Sedangkan Ibu hanya tersenyum melihat kelakuan kami.
21. Sehabis makan aku langsung beristirahat. Saking lelahnya aku baru bangun sebelum magrib. Itu pun karena dibangunkan adikku.

Aku pun bergegas ke kamar mandi. Di belakang rumah sudah ada Bapak yg menimba air. Beliau rupanya sudah pulang.
22. “Sehat Wan?” tanya Bapak. “Nggih [iya] Pak, cuma masih lelah saja,” jawabku sambil mencium tangan Bapak. “Yasudah segera mandi saja, itu jeding [tempat air] sudah penuh,” katanya.

Aku segera mandi, sedang Bapak masih mengisi padasan [tong air] untuk keperluan bersuci.
23. Sehabis magrib kami makan malam sekeluarga, sembari bercerita pengalamanku selama bekerja di perantauan.

Ya, setelah lulus kuliah aku merantau. Saat itu adikku masih SMA, karena memang kami lahir terpaut agak jauh. Dia tinggal di rumah bersama Bapak & Ibu.
24. Sedang asyik bercerita, tiba2 pandanganku tertuju ke sudut ruang makan. Kulihat ada mesin jahit tua yg setahuku sudah rusak sejak lama.

“Itu mau dipakai lagi mesin jahitnya Pak?” tanyaku pada Bapak. “Bukan, mau dipakai sama bulekmu,” kata Ibu menimpali.
25. “Iya, besok katanya mau diambil sama Paklekmu, makanya tadi Bapak bersihkan,” kata Bapak.

Aku pun mengangguk dan tak bertanya lagi.
26. Mesin jahit itu sudah ada sejak aku masih SMA. Mereknya Singer, sungguh legendaris.

Dulu Bapak membelinya biar lebih mudah menambal pakaian kami kalau robek. Malah kadang Ibuku juga menjahit baju2 sehari2 untuk aku dan adikku.
27. Tapi sejak rusak, Ibuku tak pernah memakainya lagi. Selain juga karena sudah ada tukang jahit di dekat rumah.

Akhirnya mesin jahit itu masuk gudang, dan sepertinya baru kali ini kembali dibersihkan.
28. “Itu mesin yg dulu pernah disimpan di kamarmu itu lho Mas, tempat sembunyi bocah ireng [hitam],” tiba2 adikku menyeletuk.

Aku kaget mendengarnya. “Maksudnya bocah siapa Dik?” tanyaku. “Ya itu bocah ireng,” katanya sambil tersenyum.
29. “Sudah2 kalian selesaikan makan dulu, sebentar lagi salat Isya. Bapak mau ke mesjid,” kata Bapak memotong omongan adikku.

Aku pun hanya mengangguk, meski kalimat adikku itu benar2 membuatku penasaran. Bocah ireng? Siapa maksudnya?
Sore2 begini boleh kali ya mulai ronda 👻
30. Selesai Isya aku sempatkan nongkrong, ngobrol dengan teman2ku di dusun. Tapi malam itu aku tak lama2 nongkrong di luar rumah. Selain masih sedikit capek, aku juga penasaran dengan apa yg dibilang adikku sore tadi. Penting diklarifikasi!
31. Tapi sampai di rumah, tak kulihat adikku. Di kamarnya pun nihil. Ternyata kutemukan dia di belakang rumah, di amben sedang asyik di depan laptopnya. Amben bambu itu berada di bawah pohon jambu air. Pohonnya rindang, nyaman untuk berlama2 di bawahnya saat terik matahari.
32. Kalau malam pun tak kalah asyik, karena bisa santai rebahan sambil melihat bintang2. Syaratnya cuma dua, kebal serbuan nyamuk dan tak takut karena dari situ makam tua di belakang rumah terlihat jelas.
33. Tapi adikku memang bukan penakut seperti saat dia kecil dulu. Justru amben itu tempat favoritnya. Usut punya usut ternyata sinyal internet lumayan kuat jika bergeser ke tempat itu. Zaman itu hsdpa sudah hebat. Tak heran anak itu betah berlama2 di sana dengan laptopnya.
34. “Tak cari ternyata di sini,” kataku. “Kamu pasti masih penasaran dengan cerita sore tadi kan Mas?” katanya sembari tersenyum.

Dia tau persis kalau aku suka mendengar cerita seram, meskipun faktanya lumayan penakut.
35. “Lha salah sendiri kamu ngasih tau tapi tidak tuntas,” kataku. “Memang gimana ceritanya Dik?” tanyaku. “Itu sudah lama sekali ya berarti?” “Kok ga pernah cerita?” desakku ingin segera mendapat penjelasan.
36. “Ya seperti yg tak bilang itu Mas, itu sudah lama sekali. Waktu mesin jahit itu disimpan di kamarmu kan kira2 aku baru awal2 masuk SMP,” katanya.

“Lha iya terus maksudmu bocah ireng itu siapa?” tanyaku lagi.
37. “Eh tapi mending jangan di sini ceritanya, masuk rumah aja, biar tidak terganggu suara jangkrik,” kataku.

“Halah bilang aja kamu takut to Mas?” ledek adikku. “Yee ngawur aja masak gitu aja aku takut. Sudah ayo ke dalam rumah saja,” balasku.
38. Di dalam rumah Bapak dan Ibu masih ngobrol di ruang tengah. Aku dan adikku ke ruang tamu depan. Akhirnya dia pun mulai bercerita.
39. Menurutnya apa yang dia lihat itu sering muncul di rumah kami waktu itu. Khususnya di waktu2 menjelang magrib atau menjelang tengah malam.

Saat itu dia sedang berada di ruang belakang tempat kami sekeluarga biasa makan bersama.
40. Seperti biasanya, sebelum magrib adikku itu pasti minta makan. Bisanya ditemani Ibu sambil menunggu waktu sembahyang tiba.

Sore itu Ibu agak repot, karena harus pergi kondangan. Maka beliau sekalian bersiap-siap. Menurut adikku aku sendiri sedang pergi dengan Bapak.
41. Adikku pun makan sendirian di ruang belakang. “Tiba-tiba pintu belakang itu membuka sendiri. Kupikir karena angin, tapi baru mau aku menutupnya, ada seperti bayangan hitam anak kecil mengintip dari pintu. Begitu melihatku bayangan itu langsung bersembunyi” katanya.
42. Adikku justru mengikuti arah munculnya bayangan itu. Dia pikir itu adalah anak tetangga sebelah rumah yang kebetulan maen karena rumah kami memang tidak berpagar.

Begitu keluar rumah sekali lagi dia melihat bayangan itu mengintip dari sudut tembok rumah.
43. “Cepat sekali dia seperti berpindah2, bersembunyi di pohon nangka belakang rumah, lalu hilang di kebon belakang,” katanya.

Adikku pun segera berlari ke dalam rumah dan mengunci pintu.
44. “Kenapa to Wi, kayak orang kaget gitu?” tanya Ibuku. “Ada setan Bu,” kata adikku yg ketakutan.

“Ah ada2 saja, makanya segera wudu, magriban,” kata Adikku menirukan perkataan Ibuku.
45. Sama seperti Bapak, Ibuku memang tak terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu. Bahkan ketidakpeduliannya melebihi Bapak. Ibuku itu seperti tak pernah takut hal2 begitu.

Bahkan sampai aku dewasa pun sepertinya baru sekali aku mendengar Ibu membahas makhluk tak kasat mata.
46. Sore itu tiba2 Ibu mengucap istighfar saat menutup gorden jendela. Aku sendiri habis mandi dan baru masuk rumah.

“Kenapa to Bu,” tanya Bapak. “Ada orangtua wajahnya hitam bawa bungkusan kain sarung dipanggul seperti mau masuk halaman rumah, tapi lalu menghilang,” jawab Ibu.
47. Tapi akhirnya beliau tak memperpanjan cerita itu. Bapak pun juga hanya menimpali biasa saja. Aku sendiri tak mau menanyakan lebih lanjut. Tapi dari cerita2 orang konon memang ada lelembut yg wujudnya seperti yg dideskripsikan Ibuku. Aku tak mau menyebut namanya. Merinding.
48. Oke kembali ke laptop. Sejak kejadian itu, adikku takut ke belakang rumah saat malam tiba.

Pantas saja tiba2 dia selalu minta ditemani kalau hendak ke kamar mandi malam2. Aku sendiri selalu ngomel2 kalau dia membangunkanku.
49. Ternyata apa yg dilihatnya hari itu kembali muncul beberapa hari berikutnya. Waktunya pun hampir sama menjelang magrib.

Kali ini adikku yg sedang nonton tv terhenyak ketika seperti ada angin yg bertiup kencang di belakangnya. Lagi2 arahnya dari pintu belakang.
50. Dia tak mempedulikan itu. Tapi mendadak pintu itu kembali terbuka keras. Bayangan anak kecil hitam itu muncul mengintip. Entah kenapa kata adikku tiba2 dia merasa punya keberanian. Dia datangi bayangan itu yg lagi2 beringsut ke balik tembok.
51. Adikku yg baru saja keluar pintu kaget ketika kakinya seperti tersandung sesuatu yg lantas terempas seperti angin. Saat menunduk, dilihatnya bocah hitam legam tergeletak di kakinya. Matanya seperti menyala, tapi yg lebih seram adalah makhluk itu seolah tersenyum.
52. Spontan dia pun berteriak sembari menendang makhluk itu. Bapak dan Ibu berlari menghampirinya, aku menyusul karena sedang di kamar depan. Adikku yg menangis ketakutan segera diajak masuk ke dalam rumah.
53. Aku dan Ibuku berusaha menenangkannya, sedangkan Bapak masih di belakang entah sedang apa. Tapi sesekali kudengar beliau bergumam seperti merapalkan sesuatu.
54. Agak lama kami menenangkannya. Karena terus saja dia menangis meski hanya terisak. Tapi akhirnya tenang juga dan bisa tidur. Malam itu, adikku tidur di kamar depan bersama Ibu, sedangkan Bapak tidur di ruang tengah, aku sendiri di kamar belakang.
55. Besokya Bapak mengajak adikku pergi yg aku tak tau ke mana. Ibu juga ikut. Mereka baru kembali sore hari.
56. Anehnya sejak hari itu adikku seperti tak peduli dengan peristiwa2 sebelumnya. Ya memang kadang dia masih minta ditemani kalau mau ke kamar mandi malam2. Tapi berikut2nya sudah jarang.
57. Menurutnya, Bapak dan Ibu membawanya bertemu salah satu pemuka agama, yang kemudian menasehati dan meyakinkan untuk tak takut karena makhluk2 seperti itu hanya bisa menakuti jika keyakinan kita pada Tuhan lemah. Mereka tak perlu digubris, karena itu bukan wujud asli mereka.
58. Adikku disuruh banyak2 zikir yg tuntunannya diajari oleh bapak pemuka agama itu. Itulah yg akhirnya berhasil menentramkan hatinya dari perasaan waswas.
59. “Sebenarnya, setelah hari itu beberapa kali aku masih melihat bocah itu Mas. Makah makhluk itu beberapa kali masuk rumah. Saat kukejar dia masuk kamarmu dan sembunyi di mesin jahit tua itu, lalu menghilang. Tapi aku tak pernah bilang kamu karena Bapak melarang,” bebernya.
60. “Lain hari juga kulihat bayangan itu di ruang belakang seperti mondar-mandir. Waktu itu sudah tengah malam. Aku ketiduran di ruang tengah bersama Bapak dan Ibu...”
61. “...dengan mata masih mengantuk, kulihat ada anak kecil hitam legam mondar-mandir. Sesekali makhluk itu melompat2 mencoba meraih kunci grendel atas pintu belakang rumah, seperti dia mau membuka pintu,” kata adikku.
62. Aku terkesiap mendengarnya. Tak bisa kubayangkan seandainya saat itu aku tahu hal itu.

Pastilah aku tak mau lagi tidur di kamarku sendiri. Malah mungkin aku akan minta tinggal di rumah kakek nenek di kota lain.
63. “Tapi itu hanya beberapa hari terjadi Mas, sejak pertama kulihat makhluk itu. Setelah itu tak pernah lagi ada hal2 aneh yang kulihat, apalagi setelah kita semua sering mengaji di rumah,” terang adikku.
64. Sebenarnya penampakan bocah hitam itu pernah kudengar juga dari temanku. Tempat kejadiannya bisa ditebak, di sekitar rumah kosong di pojok dusunku, yg telah kuceritakan di thread sebelumnya. Mungkin sebaiknya kuceritakan juga kejadiannya.
Daripada gabut senen2, alangkah mulianya jika saya lanjutin aja cerita ini 👻
65. Temanku itu mendengar cerita itu dari pemilik rumah kosong yg kebetulan saat itu pulang kampung bersama keluarganya.

Sesampainya di kampung halaman keluarga itu pun segera membersihkan rumah yang kotor lantaran lama tak dirawat.
66. Sebenarnya ada saudara mereka yang sesekali datang tapi paling hanya mengecek kondisi seadanya lalu pergi lagi.

Keluarga itu bersih2 rumah sampai sore. Adapun anak mereka yg masih kecil sejak siang sudah langsung berbaur bermain dengan anak2 kecil lain di dusun.
67. Menjelang magrib keluarga itu telah selesai beres2. Namun anak mereka yg masih kecil belum juga pulang.

Anak sulung keluarga itu, Mbak Ayu, akhirnya pergi mencari di sekitar rumah sambil memanggil2 nama adiknya. Tapi ternyata tak ditemuinya anak itu.
68. Dia pun pergi mengecek ke beberapa tetangga. Salah satu tetangga bilang kalau memang tadi adiknya bermain bersama anak2 lain, tapi sehabis asar sudah langsung pulang.

Mbak Ayu yg semakin khawatir pun pulang untuk memberitahu orangtuanya.
69. Dia pulang menyusur jalan setapak yg lebih cepat sampai ke rumahnya. Namun tiba di halaman, dia mendengar suara anak2 bermain di sisi luar pagar.

Tertawa2, kadang terdengar suara2 air di selokan berkecipak. Saat itu memang musim hujan jadi air selokan pun mengalir deras.
70. Mbak Ayu pun langsung yakin bahwa adiknyalah yg sedang bermain itu. Tapi karena terhalang pagar dia pun memanggil nama adiknya sambil mendekat.

“Edi, kamu itu main2 saja, sampai sore begini, ayo masuk!” katanya jengkel.
71. Namun suara tertawa anak2 di luar pagar itu malah semakin ramai. “Edii..!!” hardik Mbak Ayu yg langsung sudah sampai di luar pagar. Namun, saat menengok ke arah suara anak2 itu alangkah terkejutnya dia.
72. Dilihatnya 2 sosok hitam sebesar anak2 sedang bermain di selokan, menepuk2 air. Makhluk2 itu pun memandang Mbak Ayu dengan mata seperti mata kucing.

Namun mulutnya lebar dengan lidah menjulur2 panjang. Makhluk2 itu tiba2 tertawa semakin keras, seperti terbahak lalu raib.
73. Sekonyong2 Mbak Ayu berteriak histeris. Keluarganya yg ada di dalam rumah pun berhamburan, termasuk tetangga terdekat. Mereka menyosong Mbak Ayu yg sudah lemas dan menangis.
74. Dia pun dibawa masuk ke rumah. Setelah agak tenang dia menceritakan peristiwa yg baru dilihatnya.

Salah satu tetangga mengatakan mungkin makhluk itu merasa punya teman bermain karena ada anak2 di rumah mereka.
75. “Apa yg dilakukan makhluk itu kemungkinan adalah untuk memanggil adikmu agar ikut bermain. Untung adikmu tak ikut bersama mereka karena kalau sampai ikut pasti akan sulit ditemukan,” kata tetangga itu.
76. “Lha adikku dari tadi memang tidak di rumah Dhe, aku mencarinya belum ketemu,” sahut Mbak Ayu. “Adikmu ternyata ada di kamar belakang Yu, sedang tidur. Entah sejak kapan dia di situ. Apalagi kamar itu belum sempat dibersihkan,” kata Bapak Mbak Ayu.
77. “Bapak tadi mau mencarimu, tapi kukira kamu segera pulang,” lanjutnya. Salah satu tetangga yg dtg menyarankan mereka untuk mencari daun kelor, yg rupanya tidak sulit didapat karena banyak tumbuh di kebon sebelah. Daun2 itu lalu diletakkan di sudut2 rumah dan di sisi pintu.
78. Menurut cerita temanku, keluarga itu hanya 2 malam saja tinggal di rumah. Mereka buru-buru pulang ke kota. Katanya karena ada urusan penting.
79. Namun, temanku bilang, keluarga itu sempat bercerita ke tetangga terdekat bahwa selama 2 hari itu mereka tak tentream karena ada saja hal2 aneh terjadi. Yang paling mengganggu adalah suara tangis dini hari, terus menerus. Dari belakang rumah mereka, di sekitar sumur tua.
Oke Sekian dulu cerita kali ini. Cerita berikutnya dari penuturan temanku yg keluarganya terpaksa menyingkir dari rumah beberapa waktu lamanya karena gangguan hantu kepala. See you soon #bacahorror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Pusat Studi Horror

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!