My Authors
Read all threads
bila pasangan berbuat salah (mis. merusak kepercayaan kita), yang perlu memperbaiki ya dia..

bukan KITANYA yg berusaha keras memperbaiki dan mempercayai dia lagi. kita kan 'sakit', jadi 'bed rest' sante aja.. dia-lah yang perlu banting tulang merawat dan memperbaiki.
pasangan perlu bersikap lebih dari sekedar mengaku salah dan minta maaf. dia perlu tunjukkan perubahan sikap dan gaya hidup, baik yang terkait lsg dg pelanggaran kepercayaan maupun yang tidak terkait lsg..

semakin fatal kesalahannya, semakin banyak yang perlu ditunjukkan.
misalkan pelanggarannya adl selingkuh dg teman kantor.

perubahan yg terkait lsg: putus kontak dg selingkuhan, engga lembur lagi, pindah divisi/kantor, dsb.

perubahan yg ga terkait lsg: ajak pasangan ngobrol tiap malam, adain date night tiap minggu, dsb.
penyesalan dan ketulusan hati pasangan hanya bisa dibuktikan dg perubahan sikap. istilahnya dia wajib menebus/membayar mahal utk kesalahannya..

dia tidak dlm posisi menawar, menunda, minta dispensasi, apalagi membela diri. justru mesti buktiin dirinya masih layak dipercayai lg.
seringkali si pelanggar:
- TERSINGGUNG saat usaha perubahannya ga diperhitungkan.
- DEFENSIF saat pasangannya ngeluh, bahas/nanya ulang kesalahan itu.
- KOMPLAIN saat pasangannya dingin ga responsif.

nope, itu semua harus dihindari.
banyak jg pelanggar yg ngomong gini, "Trus kamu minta aku apalagi sih?! Aku kan udah minta maaf dan janji ga ngulangin, lagipula aku begitu kan krn kamu [xyzabc]."

walau mungkin argumen itu ada benarnya, tapi itu sikap yg BURUK BANGET.

itu bukan bukti perubahan.
itu kemunduran.
satu lagi nih ucapan pelanggar yang SEOLAH KELIATANNYA BENER tapi justru membuktikan dia ga murni sadar akan bobot & efek kesalahannya: "Katanya mau perbaikan, tapi kok kamu ungkit² terus ttg kemaren? Aku lagi berubah, eh kamu terus ngebahas hal sama ga maju²."

BURUK BANGET.
biasanya pelanggar mintamaaf/nyesel/cobaberubah karena KETAHUAN, bukannya karena sadar penuh seberapa berat kesalahannya dan seberapa besar luka hati pasangannya..

makanya mereka merasa TERGANGGU jika pasangannya nanya/ngomel/bahas/mintasesuatu lagi.
seseorang yang beneran sadar+nyesel akan IKUT MERASAKAN luka, sakit, gejolak emosional pasangan, shg hatinya tergerak lakuin apa saja utk merawat dan memperbaiki keadaan, bahkan RELA MENGORBANKAN hak, kenyamanan, kenikmatan diri demi penuh hadir menemani pasangan..
bila sudah ikut merasakan luka tsb, dia tidak akan merasa terganggu dg repetisi keluhan, rintihan, kesusahpayahan. justru dia akan makin merasa bertanggung jawab, tersentuh, peduli, bekerja keras memperbaiki..

bukannya malah KESEL, KOMPLAIN, MEMBELA DIRI.
itu sebabnya saya tadi bilang buruk sekali bila pelanggar menekan balik dg sebut dirinya sudah berubah/perbaikan dan menepis telak repetisi pertanyaan/pembahasan/keluhan tentang perbuatannya tempo hari.

kemungkinan besar dia masih belum sadar+nyesel akan kesalahannya.
dlm bbrp literatur fiksi, neraka digambarkan sebagai tempat manusia re-visit pengalaman dosa²nya. dia akan diingatkan lagi, dipermalukan lagi, dihukum lagi, diingatkan lagi, dipermalukan lagi, dst dst berulang tiada akhirnya..

repetisi adalah bagian dari hukuman.
dlm literatur lainnya, reinkarnasi digambarkan sebagai pengulangan hidup dengan tema derita/kesalahan/karma serupa terus-menerus hingga bobot pelanggarannya telah diterima dan dibayar penuh.

repetisi adalah bagian dari penebusan.
prinsip repetisi itu juga sewajarnya terjadi pada kesalahan/pelanggaran dalam hubungan.

pihak pelanggar perlu MENERIMA PENUH repetisi permintaan, kemarahan, pertanyaan, keluhan, ketidakberdayaan pasangannya.. itu memang sudah bagian dari hukuman dan penebusan.
"Kalau pasangannya keterlaluan ngulang², pelanggar ga boleh membela diri, menegosiasi, atau menjelaskan bukti usahanya?"

boleh kok, tapi sebaiknya tunggu sampai dia punya bukti² konkrit yang disaksikan orang lain bhw dirinya sudah banting tulang memperbaiki sikap/gayahidup.
menurut saya, pembelaan dan pelurusan bukti bahwa pasangan sudah (berusaha) berubah SEBAIKNYA tidak keluar dari mulut si pelanggar sendiri.. tetapi dari pihak ketiga yang benar-benar netral, seperti psikolog, coach, mentor, atau profesional lainnya.
kehadiran pihak ketiga yang netral/profesional sangat krusial, karena PERASAAAN kedua orang yang berhubungan itu sedang labil, kacau, kurang obyektif. maksud hati ingin memperbaiki, seringkali keduanya malah terpeleset saling menyerang satu sama lain dan memperparah kerusakan..
kapan pihak ketiga ini perlu hadir? apakah belakangan saja bila proses perbaikan terasa berat/kacau?

nope, dari sejak awal.

ingat tadi saya bilang pihak yg dilanggar perlu 'bed rest' ga perbaikin hubungan? itu artinya fokus pada healing diri, termasuk konsultasi dg profesional.
saat kita dilanggar/disakiti pasangan, maka HAL PERTAMA yang perlu dilakukan adl memproses luka dan gejolak emosional yg timbul.. bukannya SIBUK MEMPERBAIKI HUBUNGAN.

hubungan sedang rusak,
dirusak oleh pasangan,
ya dia-lah yang berusaha perbaikin.

kitanya fokus healing.
jangan sampai kita meresponi rasa sakit hati dan pelanggaran pasangan itu dengan berbagai mekanisme yang makin memperparah luka, seperti memendam, menyalahkan diri sendiri, distraksi, denial, berusaha memaklumi dia, memaafkan dia, dsb..
saat disakiti, hati kita berhak bersuara, mengaduh, meminta dianggap ada, didengarkan, dihargai, dibela. kita wajib beri ruang & kesempatan yg aman pada diri utk mengekspresikan gejolak emosionalnya..

bahasa kerennya: processing the pain/event.
menghindari itu justru tdk sehat.
umumnya sulit sekali kita memproses itu DI DALAM HUBUNGAN ataupun DENGAN PASANGAN, krn justru hubungan itu dan dialah yg bikin kita terluka awalnya..

ditambah lagi, pasangan biasanya ga berada di mental space yg tepat dan kurang punya kompentensi utk menemani kita di fase ini.
kita perlu ruang utk menumpahkan keluar rasa nyeri, marah, takut, kecewa, jijik, dsb yg berkecamuk dalam hati.

kita perlu orang yg memegang tangan dan menemani kita di masa-masa awal yg sangat vulnerable tsb.

pasangan kita biasanya bukan orang yg tepat.
demikian juga keluarga.
IDEALNYA ruang dan orang itu ada di keluarga dan komunitas rohani, tapi menurut pengalaman saya mereka sering malah memperkusut.

saya selalu rekomen ke psikolog.
iya saya tahu itu agak cocok-cocok'an,
but a much better bet than family/spiritualleaders.
seiring konsultasi dengan profesional, periode 'bed rest' kita bisa juga diisi dg bacaan/panduan terkait manajemen emosi dan mindfulness.

JANGAN NGULIKIN TENTANG CARA-CARA MEMPERBAIKI HUBUNGAN, JANGAN DULU! belum waktunya, dan bukan tanggung jawab kita.
oke, sekarang coba kita lihat skema perjalanannya.

KITA menarik diri dari perbaikan hubungan, 'bed rest' agar fokus healing (ditemani psikolog).

PASANGAN (yang melakukan kesalahan) banting tulang mengubah sikap dan gaya hidupnya, sekaligus merawat dan menemani kita.

kebayang?
dg adanya pihak ketiga yg menemani, kita jadi lebih stabil dan terkendali MERESPONI perubahan positif pasangan.

bila kita terpeleset bersikap berlebihan/keterlaluan 'mengadili' pasangan, pihak ketiga tsb bisa lembut mengingatkan kita dan membela pasangan.

masuk akal 'kan?
setelah kondisi relatif stabil begitulah biasanya cocok utk sesi dating/marital coaching. sebagai relationship coach, fungsi saya membantu kedua pihak merancang langkah-langkah perbaikan bersama..

itu hanya bisa dilakukan jika KEDUANYA sudah sadar, stabil, kuat, dan komit.
agak nyaris percuma coaching ke saya jika hanya datang sendiri, apalagi jika yang datang adalah 'pihak terluka' bukannya 'pihak yang melukai'..

yang merusak siapa, yang datang berusaha memperbaiki siapa. inilah kekeliruan yang saya bahas di awal tadi.
"Berapa lama proses perbaikan itu?"

wah amat sulit dihitung, karena pelanggarannya kan beda², latar belakang kesehatan mental tiap orang beda², jenis intervensi/terapi beda², niat dan intensitas perubahan pasangan juga beda²..

terlalu banyak parameternya,
ga bisa diukur.
tapi satu yang saya yakini: semakin segera dilakukan sesuai penjelasan tadi, semakin berkurang waktu muter-muter maju-mundur ga jelasnya.

kebanyakan orang coba² beresin sendiri,
merasa tahu/bisa mengatasi sendiri,
makanya jadi panjang berkelok²..
dan teteup ga beres juga.
udahan dulu deh ya, saya akan lanjutkan bahasannya nanti di igstory instagram.com/lexdepraxis..

saya mau lanjutin bed rest dulu, karena baru redaan flu demam ngilu dari sepanjang weekend kemaren nih.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Lex dePraxis | Follow IG for LIVEVIDEO+STORIES!

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!