Baru ada pekerjaan.
Oke dech.
Saya akan mulai kuliah twit kita malam ini.
Dengan mengucapkan:
"Konjuk ing asma Dalem Hyang Rama, saha Hyang Putra, tuwin Hyang Roh Suci..."
Selama ini orang sering berpikir bahwa minyak suci diberikan utk orang yang akan meninggal atau dalam bahaya maut.
Nggak salah jg sich. Nyatanya emang demikian.
Tapi... nggak sepenuhnya tepat, karena ada situasi2 lain yang memenuhi syarat utk diberikan.
Sudah sejak semula tradisi Pengurapan minyak suci dipraktekkan Dalam Gereja perdana.
Dalam Kitab Suci Penjanjian Baru, terutama dlm Surat Santo Yakobus jelas tertulis utk diurapi minyak utk mereka yg sakit.
Buktinya, dalam Kitab Suci sudah diajarkan.
Ya khan??
Dlm tradisi Gereja Roma ada doa Traditio Apostolica karya Hipolitus dari Roma (170-235).
Ini bukti GK meneruskan tradisi para Rasul.
Meski dmikian, hal ini tdk brrt semua sakit dikasih minyak suci.
Misal pilek, minyak suci.
Panuan, minyak suci.
Klo yg demikian cukup minyak parem apa kutus2 dah.
Malah iklan. Haha
Namun, sejak abad Pertengahan ada pergeseran makna dan paham.
Pemahaman inilah yg cukup lama bertahan berabad2, hingga pengaruhnya terasa sampe sekarang.
Maka wajar masih ada pandangan "minyak suci= ajal sudah dekat."
Konsili Vatikan II menegaskan:
"Pengurapan terakhir”, atau lebih tepat lagi disebut “Pengurapan Orang Sakit”, bukanlah Sakramen bagi mereka yang berada diambang kematian saja...."
Ada bbrp hal:
1. Pengurapan minyak dilakukan di dahi dan kedua telapan tangan.
2. Pelayan sakramen adalah imam.
3. Penerima sakramen adlh orang sakit berat, entah karena usia lanjut entah...
4. Sakramen ini dpt diulangi, kalau si sakit sudah sembuh dan kemudian sakit lagi, atau sakit yg sama tp situasinya mmburuk.
.
.
"Mugi linuhurna Hyang Rama, saha Hyang Putra, tuwin Hyang Roh Suci,
Kados ing mulabuka sapunika sarta ing salami-laminipun. AMIN."