Oke, berdasarkan saran dari teman-teman, gue mau berbagi pengalaman untuk screening test Covid-19 hari Jumat (13/03) di RSPI Sulianti Saroso.
A thread.
Pada akhir Februari 2020, gue ke Tokyo, Jepang karena urusan pekerjaan. Saat kepulangan dari Jepang (28/02), seluruh penumpang di pesawat diberikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan atau Health Alert Card (HAC) berwarna kuning.
HAC perlu diisi oleh penumpang dan memiliki 2 bagian, 1 bagian untuk petugas Kemenkes, dan 1 bagian untuk penumpang. Selain data penumpang, ada keterangan negara kedatangan dan tanggal, serta keluhan yang dialami saat itu.
Ini kata-kata yang tertulis di bagian depan: "Bila anda mengalami sakit dalam 14 hari terkahir setelah berpergian dari luar negeri atau datang dari negara endemis dan atau terjangkit, agar segera berobat ke fasilitas kesehatan dan menyerahkan kartu ini."
Di balik HAC juga ada informasi mengenai penyakit yang sengan berjangkit di negara asal dan tujuan yaitu MERS CoV, Corona Virus (nCoV) --ini yang sekarang jadi pandemik, dan Yellow Fever.
Setelah tiba di bandara Soetta, ada pindaian suhu dan petugas kemenkes yang mengecek.
Disini kita berikan sobekan HAC tersebut ke petugas. HAC ini selalu gue bawa dan pakai masker kemana-mana. Gue juga memantau dan menjaga kesehatan diri sendiri.
Pada hari Minggu (08/03) gue ngerasa agak gak enak badan, mungkin kelelahan karena anak lagi sakit juga.
Hari Senin (09/03) gue ke Bandung untuk kuliah. Hari itu muncul gejala badan agak anget, batuk pilek, pusing, dan tenggorokan sakit. Sesuai edaran dari kampus, jika warga kampus mengalami demam, batuk, pilek, sesak, dan lainnya, mohon untuk segera memeriksakan diri ke BMG.
Akhirnya gue ke Klinik Utama BMG di kampus sembari bawa HAC. Ternyata gue ga demam, cek temperatur 2x 36,sekian. Gue dikasih beberapa obat untuk menurunkan gejala dan disuruh isolasi di rumah dalam 5 hari ke depan (hingga kepulangan 14 hari dari Jepang), yaitu Jumat (13/03)
Lalu gue kembali ke rumah di Jakarta dan tidak mengikuti perkuliahan hingga seminggu ke depan. Di surat sakit gue tertulis "pasien dalam pemantauan". Dan gue dikasih tau oleh suster jika mengalami perburukan dalam 5 hari ke depan, call hotline! Jangan dateng ke fasyankes!
Setelah minum obat, kondisi gue berangsur membaik, tetapi belum bisa dibilang sehat/fit. Sampai di hari Kamis (06/03), bangun tidur siang, dada rasanya sesak. Semakin malam gue ngerasa kalau ngomong jadi ngos2an dan dada rasanya berdebar. Gue langsung menghubungi hotline.
Gue telf 112 dan 119, serta whatsapp ke no. darurat corona. Setelah konsultasi, semuanya menyatakan hal yang sama: gue tidak perlu dijemput dan silakan datang ke fasyankes terdekat untuk melakukan pengecekan oleh dokter kembali.
Pada Jumat pagi (13/03) RS yang gue tuju adalah RSUP Fatmawati, karena paling dekat dengan rumah dan merupakan RS rujukan pemda untuk Covid-19. Di RSUP Fatmawati, gue dateng ke Griya Husada dan diarahkan langsung ke poli paru.
Terus katanya gue harus balik lagi ke petugas pemantauan (yang orangnya gak ada gak tau kemana). Lalu akhirnya gue diarahkan ke gedung UGD. Suster UGD bilang bahwa RSUP tidak memiliki fasilitas screening. Jadi gue langsung diisolasi, tidak boleh dijenguk selama min. 7 hari,
diambil spesimennya untuk dikirim ke RSPI Sulianti Saroso, karena pengetesan dilakukan terpusat. Tetapi jika gue dateng ke RSPI Sulianti Saroso, disana akan dilakukan screening terlebih dahulu dan tidak semua orang langsung diisolasi. Ya jelas gue pilih ke RSPI.
RSPI Sulianti Saroso dimana? Di Sunter. Disana gue diarahkan ke pos pemantauan untuk diwawancara dan petugasnya sarankan gue ke UGD untuk screening. Saat itu ada beberapa yg antre, semua pake masker, screening test yang dilakukan adalah rontgen paru dan cek darah.
Bruder yang menangani gue informatif banget dan kasih penjelasan ini itu sambil ambil darah gue. Lalu bruder kasih tau bahwa hasilnya bisa ditunggu dalam satu jam.
Satu jam kemudian, orang-orang yang tes mulai dipanggil satu per satu dan diberikan penjelasan oleh dokter.
Hasil darah dan kondisi paru gue bagus, ga ada tanda infeksi, jadi gue bisa pulang dan ga perlu isolasi di RS. Dan ini hanyalah screening awal, TIDAK bisa menentukan POSITIF atau NEGATIF karena tes untuk Covid-19 harus dilakukan PCR secara terpusat di LITBANGKES Kemenkes
Siapa yang diambil spesimennya (diswab) dan dikirim ke Litbangkes? Yaitu orang yg hasil darah dan rontgen nya jelek sehingga harus diobservasi lebih lanjut. Kemudian yang berhak mengumumkan positif/negatif Covid-19 HANYALAH Menkes dan Presiden.
Dokternya juga memberikan surat keterangan bahwa gue ini masih berstatus "pasien dalam pemantauan Covid-19", diharapkan beristirahat di rumah. Gue bukan suspect Covid-19 (karena suspect = isolasi di RS), tetapi jika gue mengalami perburukan,
diharap call hotline lagi dan lakukan pengetesan ulang.
Dokternya bilang juga kalaupun ada pasien yang negatif, hari ini negatif belum tentu besok negatif, atau lusa negatif. Karena pengetesan harus dilakukan secara berkala.
Untuk biayanya, gue bayar total 500rb, 300ribu itu biaya pendaftaran, cek lab untuk darah dan rontgen paru, lalu nambah 200rb lagi buat obat karena gue dikasih obat untuk menurunkan gejala yang masih ada.
Ada beberapa yang menjadi concern gue disini:
1. Orang sehat tetap bisa menjadi carrier Covid-19
2. Screening test yang hanya bisa dilakukan di RSPI Sulianti Saroso, RSPAD, dan RSUP Persahabatan, seharusnya bisa dilakukan dimana aja: karena hanya cek darah dan rontgen
3. Untuk screening test, orang harus melapangkan niat, punya waktu luang, dan punya resource (kendaraan, uang). Kalau gak ada salah satu, gimana?
4. Berharap pemerintah berlakukan desentralisasi tes PCR Covid-19 karena setau gue sudah ada beberapa institusi yang menyanggupi
Sekian dan mohon maaf karena terlalu babacoti. Semoga berfaedah yaa 🤗
Buat yang ikutan parno karena dirasa pernah kontak sama gue selama seminggu sebelum gue isolasi diri di rumah, maaf banget tapi memang saat itu pengetahuan gue masih terbatas. Saat itu, kalaupun beraktivitas gue mencoba untuk less contact with people.
Dan selama di Jepang, gue sangatlah serius menjaga higienitas diri. Tiap masuk ruang meeting dan ruang makan selalu spray tangan dengan alkohol (disediakan hotel), cuci tangan secara berkala (1-2 jam sekali) (Yes, I am lebay),
Selalu menggunakan masker saat berpergian, melap benda yang akan gue sentuh dengan alcohol swab yg selalu gue bawa kemana2 (Yes, I am lebay), selalu minum dari gelas dan tumbler sendiri kalaupun beli sebelum dibuka tutupnya gue swab dulu dengan alkohol.
Selain alcohol swab (70%), gue juga membawa sabun cuci tangan (antiseptik, dikeluarkan untuk farmasi and medical purpose) serta obat kumur2 (karena ini membantu untuk menghilangkan bakteri pada rongga mulut (berharap virus juga).
Selain itu, acara besar yang seharusnya dilakukan (dinner reception dan seminar nasional) dicancel untuk meminimalisasi penyebaran corona virus ini. Jadi gue disana hanyalah mengikuti closed meeting (around 30 people), orang yg flu menggunakan masker serta
Kami sangatlah mengurangi kontak fisik seperti shake hands. We (the organizers and participants) took this matter VERY SERIOUSLY and we did as best as we could.
I hope these can assure you guys and may we all always be safe and stay healthy 🤗