-- DUSUN ANGKER BAGIAN II --

Sebuah cerita tentang para penduduk kota yg tersesat di sebuah dusun angker di pedalaman hutan. Selain tersesat, mereka juga harus berhadapan dg pendduk lokal yg tidak ramah...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @HororBaca Image
Dalam keremangan saat itu, Pak Tohar diseret oleh beberapa orang pengepung dalam kondisi dari wajah hingga ujung kaki dipenuhi tetesan darah. Laki-laki itu terlihat tidak berdaya saat orang-orang semi telanjang tersebut membawanya melewati gerbang dari tumpukkan batu yg mengarah
masuk ke perkampungan itu.

Teman-temannya tidak kalah menderitanya dari dia. Mulai dari Arkim hingga Dani, dalam kondisi yg serupa dengannya. Apalagi Cayut yg kini dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Laki-laki itu dalam kondisi koma setelah terluka oleh sebatang anak panah yg
menembus punggungnya.

Pak Tohar masihlah tersadar. Ia dapat melihat kiri dan kanan jalan tanah dengan lebar kira-kira dua meter yg dilewatinya. Jalan tersebut berada di tengah-tengah rumah-rumah yg rata-rata terbuat dari kayu, dan bambu serta beratap daun ilalang atau rumbia.
Pak Tohar terkesiap saat melihat sebuah tiang pancang kayu yg menancap ke tanah. Bagaimana tidak, di atas tiang pancang tersebut, terdapat sesosok tubuh manusia yg dipajang dalam kondisi sebagian tubuhnya telah rontok hingga memperlihatkan tulang-tulangnya.

Ia bergidik ngeri
saat melihat itu. Apalagi saat ia menyadari bahwa mayat yg dipajang itu sudah tidak berkepala.

Yg lebih membuatnya terkejut adalah ternyata mayat tersebut bukan satu-satunya. Ia melihat mayat lainnya yg dipajang di atas tiang pancang yg juga dalam kondisi telah membusuk.
Mayat-mayat yg dipajang tersebut rata-rata sudah tidak berkepala. Namun bukan berarti semuanya. Ada satu mayat yg terlihat masih memiliki kepala namun terbungkus semacam kantung yg terbuat dari karung goni.

Mayat yg satu ini lebih terlihat jelas karena adanya sebuah obor yg
menyala tepat di seberangnya.

Tak lama kemudian orang-orang dari dusun angker itu tiba di depan sebuah bukit kecil yg bagian puncaknya berupa dataran rata. Tampaknya bukit tersebut sengaja ditata seperti itu dengan tujuan tertentu.

Sesampainya di depan bukit yg dikelilingi
rumah-rumah itu, mereka berhenti sejenak. Setelah salah seorang dari mereka berlari memutari bukit tersebut, iring-iringan yg membawa Pak Tohar dan yg lain melanjutkan langkah menaiki bukit tersebut.

Dalam keremangan saat itu, mereka mengikat buruannya di bawah tiang pancang yg
berjumlah sama dengan jumlah buruannya yaitu lima.

Salah seorang dari mereka menyalakan beberapa obor yg telah tersedia di bukit tersebut. Obor-obor tersebut kemudian menerangi tempat tersebut.

Terlihatlah orang-orang yg kebanyakan adalah laki-laki itu hanya mengenakan
pakaian yg minim bahan pertanda mereka adalah suku primitif yg memiliki peradaban yg terbelakang.

Mereka tampak mengacung-acungkan senjata ke arah para buruannya. Salah satu dari mereka tampak berbicara kemudian mendekat ke salah satu buruan yaitu Pak Tohar.
Ia membawa sebilah senjata sejenis parang yg tampak berkilat terkena cahaya dari obor yg menyala. Mungkinkah ia akan mengakhiri hidup Pak Tohar menggunakan parang tersebut?

Namun yg jelas ia terpaku pada seorang kakek yg muncul sambil membawa suatu wadah seperti mangkuk tapi
terbuat dari tanah liat atau gerabah. Kakek itu juga membawa sebuah tongkat kayu dengan gagang seperti kepala ular kobra.

Kakek yg semi telanjang seperti orang-orang dusun angker itu terlihat komat-kamit seperti sedang membaca mantra. Ia kemudian mengacungkan tongkatnya ke
udara.

Selanjutnya ia menghampiri orang yg tengah bersiap menghabisi buruannya yg dalam hal ini adalah Pak Tohar. Ia memberi isyarat berupa gerakan tangan di depan leher yg artinya "Habisi dia!" seraya menaruh wadah dari gerabah tepat di hadapan Pak Tohar.

Mungkin wadah itu
akan digunakan untuk menampung darah dari korban yg sebentar lagi akan dihabisi.

Orang tersebut mengangguk kemudian mengangkat parangnya dan mengarahkannya ke tengkuk Pak Tohar kemudian secepatnya menebaskannya.

Namun mendadak ia membatalkan gerakannya ketika sesosok nenek-
nenek berwajah menyeramkan serta berambut mengembang, menampakkan diri tepat di hadapannya.

Eksekutor Pak Tohar itu lantas mundur sembari melotot ke arah sosok mistis yg sebelumnya adalah sosok yg mengganggu Pak Tohar dan kawan-kawan. Sosok itu menyeringai kemudian tertawa
berderai.

"Eheheheheheheheheheh......"

Sosok nenek tersebut kemudian melayang, meliuk ke arah Arhan yg dalam kondisi lemah. Selanjutnya sosok itu memasuki tubuh Arhan di mana pemuda tersebut langsung beringas, memutuskan tali ikatannya. Selanjutnya ia berdiri tegak menghadap
ke arah orang-orang dusun angker yg kini tengah terkejut melihat kejadian tersebut.

Dua di antara mereka lantas maju menyerang ke arah Arhan yg tengah dirasuki sosok nenek gondrong tersebut.

Mereka menyerang menggunakan senjata andalan seperti parang ataupun tombak.
Kesemua orang tersebut menyerang secara bersamaan. Namun, Arhan dapat mengimbangi serangan orang-orang tersebut.

Sambil mengaum, ia berbalik menyerang dengan pukulan dan tendangannya yg sangat cepat. Alhasil seluruh serangannya berhasil menghantam para penyerangnya hingga
terdorong keras ke belakang. Mereka pun berjatuhan dalam kondisi telentang dengan darah meleleh dari mulutnya masing-masing.

Arhan yg sedang kerasukkan itu tampak menyeringai sembari mengeluarkan suara tawanya yg membahana.

Orang-orang tersebut tidak mampu bangkit kembali
untuk menyerang Arhan lagi. Mereka terkapar tidak berdaya.

Sementara itu sisa dari para warga dusun angker termasuk kakek pembawa tongkat berkepala kobra tampak mundur perlahan sambil melihat dengan mata membelalak ke arah Arhan.

Sedangkan Pak Tohar bersama yg lain hanya bisa
melihat dengan penuh kekagetan ke arah Arhan yg kini terlihat begitu beringas. Pemuda itu kini terlihat sedang mengintimidasi salah seorang warga yg posisinya berada lebih dekat darinya.

"Eheheheheheh... Tunjukkan di mana pemimpin para pengeruk tanah itu! Aku ingin membalas
dendam kepadanya. Dia telah membunuh cucuku yg tersisa! Aku harus menemukannya! Dengan tubuh ini, aku akan menghabisinya!" Arhan berkata dengan suara serak semu berdengung pertanda ia sedang dikendalikan sesuatu yg sangat kuat.

Mendadak ia melesat kemudian mencekik orang yg
berada di hadapannya itu. Dalam sekejap sosoknya menghilang bersama orang yg ia cekik tersebut.

Pak Tohar dan yg lain jelas sangat panik saat menyaksikan Arhan menghilang dalam sekejap di hadapan mereka.

"Arhan!" teriak Pak Tohar sembari meronta berusaha melepaskan ikatannya.
Dani dan juga Arkim melakukan hal yg sama. Namun, orang-orang dusun angker yg tersisa rupanya tidak serta merta membatalkan rencana mereka untuk menghabisi atau mengorbankan Pak Tohar dan yg lain.

Terlebih dukun mereka masih ada, membuat mereka tetap melanjutkan rencananya.
Kini setidaknya sepuluh orang dari mereka menyerbu ke arah Pak Tohar dan yg lain seraya mengacungkan parang. Mereka menebaskan parangnya ke arah para korbannya yg dalam keadaan meronta-ronta ingin melepaskan diri.

Mendadak seseorang muncul sembari melepaskan beberapa anak panah
sekaligus ke arah orang-orang tersebut hingga beberapa di antara mereka berjatuhan.

"Maaf kalau aku terlambat," ucap orang yg mengenakan jaket bertudung berwarna hitam serta bertatahkan butiran berwarna putih.

Ia bergegas ke arah Pak Tohar dan yg lain. Ia juga menghalau
beberapa orang penduduk dusun angker yg masih merangsek ke arah Pak Tohar.

"Mengeroyok orang yg sedang terikat? Sangat pengecut!" ucap lelaki bertudung bersenjatakan panah itu seraya menendang salah seorang penyerang hingga jatuh terjerembab.

Setelah ia berhasil memukul jatuh
orang-orang tersebut, ia menghampiri Pak Tohar kemudian melepaskan ikatannya.

"Pak Tohar sekarang bisa membantu yg lain melepaskan ikatan. Saya akan mengawasi para manusia haus darah ini," ucap orang tersebut seraya membidikkan panahnya pada sang dukun yg sedang kebingungan.
Di balik mimik wajah bingungnya, rupanya sang dukun sedang merencanakan hal yang tak terduga. Itu terlihat setelah ia tiba-tiba membanting wadah mangkuk dari gerabah ke atas tanah hingga menimbulkan suara berderak keras.

Ketika semua orang terkejut kemudian melihat ke arah wadah
yang telah hancur itu, dukun tersebut telah menghilang di balik kegelapan, meninggalkan orang-orangnya yang masih dalam kondisi terluka di atas bukit pendek itu.

Sementara pria bertudung yang adalah Pak Ihsan hanya bisa menghela nafas seraya menyimpan panahnya kembali.
"Kakek itu cerdik juga. Sangat tidak masuk akal suara bantingannya dapat membuat perhatian kita teralihkan. Ngomong-ngomong, terimakasih, Pak Ihsan. Anda sudah menolong kami. Jika anda tidak datang, mungkin kami sudah menjadi mayat yang terpampang di atas tiang panjang itu," ujar
"Kakek itu cerdik juga. Sangat tidak masuk akal suara bantingannya dapat membuat perhatian kita teralihkan. Ngomong-ngomong, terimakasih, Pak Ihsan. Anda sudah menolong kami. Jika anda tidak datang, mungkin kami sudah menjadi mayat yang terpampang di atas tiang panjang itu," ujar
Pak Tohar seraya menatap ke arah Pak Ihsan yang sedang termangu.

"Arhan dibawa demit itu. Ini masalah karena makhluk itu tidak bisa dikatakan sebagai makhluk baik, meski sudah menjatuhkan beberapa orang penduduk dusun ini," tukas Pak Ihsan seraya melangkah menuruni bukit itu.
"Lalu apa yang harus kami lakukan, pak?" tanya Pak Tohar seraya mengikuti Pak Ihsan.

"Apa kita tidak sebaiknya pulang saja, Pak Tohar? Lagipula kita tidak tahu Arhan dibawa ke mana. Jadi kita tidak bisa mencarinya," kata Arkim yang juga turut mengikuti Pak Ihsan.
"Ngomong-ngomong di mana mas Cayut?" ujar Dani membuat semua orang menoleh ke arahnya.

"Ya ampun. Kenapa kita bisa lupa?" kata Pak Tohar seraya berbalik hendak ke atas bukit namun dicegah Pak Ihsan.

"Dia juga harus dicari. Dukun itu yang membawanya," ucap Pak Ihsan membuat Pak
Tohar menghentikan langkahnya.

"Jadi selain mencari Arhan, kita juga harus mencari Cayut? Aaahh, padahal tujuan kita kemari untuk mencari Sulman dan yang lainnya," erang Pak Tohar dengan frustrasi.

"Tenanglah, Pak Tohar. Saya akan membantu anda mencari Sulman dan yang lain.
Untuk Arhan dan yang satunya, untuk sementara kalian yg harus mencarinya. Nanti saya akan menyusul jika pencarian saya berhasil atau sebaliknya," tukas Pak Ihsan.

Pak Tohar dan Dani saling pandang kemudian melihat ke arah Arkim yang sedang menatap ke arah salah satu mayat yg
dipajang di atas tiang.

Mendadak Arkim jatuh berlutut kemudian menangis tersedu-sedu.

"Usda! Aku tidak menyangka kalau dirimu berakhir di sini, di atas tiang ini. Padahal waktu lebaran kemarin, kita baru saja bertemu, bersilaturahmi di rumah Abah Sarif. Aku benar-benar tidak
menyangka!"

Pak Tohar dan yang lain segera menghampiri Arkim sembari melihat ke arah mayat yg terpampang yg masih dalam kondisi lengkap. Bahkan wajah mayat tersebut terlihat jelas saat terkena cahaya lampu senter.

"Usda? Saya mengenal orang ini," ucap Pak Ihsan seraya menatap
ke arah sosok mayat laki-laki bernama Usda itu.

"Kenapa harus ada kampung ini! Kenapa harus ada orang-orang barbar seperti mereka! Saya tidak tahan ingin membakar dusun ini sampai lenyap!" Arkim berteriak seraya menengadah ke udara.

"Tenangkan dirimu, kim. Jangan berkata
sembarangan. Kita harus tahu sedang di mana kita," kata Pak Tohar berupaya menenangkan Arkim.

"Mereka telah membunuh Usda, sepupu saya yg paling dekat dengan saya! Mereka harus menerima pembalasannya!" Arkim mendadak meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa ke arah gerbang.
"Arkim, mau ke mana kamu? Jangan pergi begitu saja. Bahaya, masih ada di antara mereka di luar sana," seru Pak Ihsan seraya berlari menyusul Arkim.

Sementara Pak Tohar dan Dani segera menyusul Pak Ihsan. Mereka tampak gempar saat Arkim pergi dengan cepat keluar dari dusun.
"Kenapa harus menjadi begini, sih? Apa memang kita seharusnya tidak kemari?" gerutu Dani saat berjalan di belakang Pak Tohar.

"Tunggu dulu. Astaga, kita kehilangan mereka. Pak Ihsan dan Arkim sdh tidak kelihatan. Hari masih gelap, dan. Ini gawat. Kita terpencar," kata Pak Tohar.
Dani dan Pak Tohar kemudian mencapai gapura dari tumpukan batu di mana mereka kini sedang kebingungan, mencari-cari Pak Ihsan dan Arkim yang kini menghilang.

Sayup-sayup mereka mendengar suara seperti dengusan dari banyak makhluk yg diperkirakan berukuran sangat besar.
"Pak Tohar, itu suara dengusan apa, ya? Kok saya jadi membayangkan kalau itu suara dengusan harimau," kata Dani seraya merungkut ketakutan.

Ia juga tidak berani menyorotkan senternya ke arah tempat-tempat dari sumber dengusan berasal.
"Kita sebaiknya segera meninggalkan tempat ini, dan. Kita harus segera menemukan Pak Ihsan dan juga Arkim. Selalu saja rencana berubah. Tempat ini memang tidak beres," tukas Pak Tohar seraya beranjak sembari menarik lengan Dani.

Mereka berdua berjalan dengan tergesa. Sementara
suara dengusan-dengusan tersebut semakin keras terdengar. Bahkan kini diiringi suara gemerisik dedaunan kering yg terinjak serta semak-semak yg ditabrak sesuatu yg besar.

"Kita harus lari, dan!" ucap Pak Tohar setengah terpekik saat melihat setidaknya dua pasang mata besar yg
suara dengusan-dengusan tersebut semakin keras terdengar. Bahkan kini diiringi suara gemerisik dedaunan kering yg terinjak serta semak-semak yg ditabrak sesuatu yg besar.

"Kita harus lari, dan!" ucap Pak Tohar setengah terpekik saat melihat setidaknya dua pasang mata besar yg
sedang melihat dengan garang ke arah mereka tepat beberapa meter di belakang.

"Lari, dan! Itu harimau!" pekik Pak Tohar seraya berlari sekencang mungkin diikuti Dani.

Mereka berlari pontang-panting di dalam kegelapan dengan hanya cahaya senter yg menerangi jalan. Sementara
kedua makhluk yg adalah sepasang harimau tersebut mengejar kedua orang tersebut dengan kecepatan yg pastinya tidak dapat ditandingi oleh manusia.

Saat itu baik Pak Tohar maupun Dani sudah pasrah jika harus berakhir di mulut kedua binatang buas itu. Apalagi salah satu di antara
yaitu Dani, tersandung akar pohon hingga terpelanting kemudian jatuh terguling.

"Dani!" pekik Pak Tohar seraya berbalik ke arah Dani dengan maksud hendak menolong pemuda itu.

Namun sial, kedua harimau itu tinggal beberapa meter lagi mencapai mereka berdua.

"Ya Tuhan!" ucap
*mereka*nya ketinggalan....
Pak Tohar saat menyaksikan kedua harimau tersebut melompat, menerjang ke arah mereka berdua.

"Lakukan saja secepatnya tanpa menyiksa kami! Lakukan!" teriak Pak Tohar tiba-tiba sambil menyorotkan senternya ke wajah salah satu harimau itu.

Mendadak kedua harimau itu menghentikan
terjangannya kemudian mengaum dengan keras dan saling bersahutan di antara keduanya. Mereka terus mengaum kemudian membungkuk seperti dua ekor kucing yg sedang bersiap untuk menerkam mangsanya.

"Gaurrrrrrrrr!"

Kedua harimau itu mengaum kemudian melompat dengan kencang ke arah
Pak Tohar dan Dani yg sedang merunduk karena ketakutan namun tidak sempat untuk lari.

Kedua harimau itu tampaknya hari ini akan makan besar. Kemungkinan mereka akan mendapatkan mangsanya sangat besar persentasenya.

Namun, tiba-tiba Dani menarik Pak Tohar kemudian berlari
ke arah samping kiri. Baru dua langkah berlari, mereka berdua terjun bebas ke dalam ngarai di mana ternyata di bawahnya adalah sungai yg mengalir dengan derasnya.

Mereka pun terjun ke dalam aliran sungai yg deras. Mereka berdua langsung terbawa arus air sungai. Mereka berdua
menggapai-gapaikan kedua tangan di dalam derasnya arus air yg menyeret mereka.

"Uppp! Ulpppp!"

Mereka berdua kelabakan saat air terus menyeret mereka hingga ke hilir, ke suatu tempat di mana sungai itu melewati suatu wilayah kota dengan jembatan panjang di atasnya.
Saat diselamatkan oleh warga setempat, mereka berdua telah kehilangan kesadarannya.

"Dua orang ini kami temukan hanyut di sungai yg sedang banjir, pak. Mereka berdua sepertinya telah menelan banyak air. Kita harus mengeluarkan air dari perut mereka agar mereka tersadar," ujar
salah seorang warga yg turut menolong Pak Tohar dan Dani.

"Mereka hanyut di sungai?" ucap seorang laki-laki yg mengenakan baju batik serta mengenakan kopiah berwarna putih.

"Betul, Pak Lurah. Mereka bukan warga sini. Mungkin mereka pendatang atau bisa jadi mereka tersesat
kemudian tidak sengaja jatuh ke sungai," tukas warga yg tadi.

Saat itu hari menjelang sore. Sebelumnya saat Pak Tohar dan Dani masih berada di hutan dan dikejar harimau, hari dalam keadaan gelap seperti di malam hari. Tampaknya efek magis yg melingkupi hutan itu tidak mencapai
kota itu.

Pak Lurah bersama para warga pun membawa Pak Tohar dan Dani yg masih belum siuman ke puskesmas terdekat untuk diberikan perawatan.

"Arus air sungai membawa mereka hingga kemari. Jangan-jangan mereka jatuh ke sungai saat berada di tengah hutan itu. Sungai ini kalau
tidak salah melewati suatu situs yg dianggap keramat. Ada juga yg bilang kalau situs tersebut adalah sebuah dusun yg sangat tertutup dengan warganya yg tidak ramah," kata Pak Lurah saat berbincang dengan warga di luar puskesmas. "Pertanyaannya untuk apa mereka di sana?"
"Palingan juga sedang mencoba membuktikan keberadaan dusun itu, Pak Lurah. Saya sudah sering mendengar obrolan-obrolan tentang dusun terpencil yg berada di dalam hutan. Tidak jarang saya mendengar ada orang yg ingin membuktikan kebenaran tentang dusun itu," tukas warga yg
mengenakan setelan celana bahan berwarna hitam dan kaus putih.

"Kalau menurut Pak Subhan, apakah kedua orang ini termasuk orang-orang yg sedang mencoba membuktikan keberadaan dusun itu?" tanya Pak Lurah seraya memainkan papan nama yg tdk ia kenakan dngn tulisan 'RAMAN SANJAYA'.
"Bisa jadi, Pak Lurah. Tapi belum tentu juga. Bisa juga mereka adalah anggota rombongan para offroader yg tersesat. Sebab, saya sempat mendengar kabar mengenai para offroader yg mengambil rute ke pedalaman hutan yg mengarahnya sih ke lokasi yg diduga dusun itu berada," tukas
Pak Subhan.

"Tapi mereka tidak memiliki semacam kartu anggota kelompok offroader itu, Pak Subhan. Saya menemukan kartu identitas mereka atas nama Toharudin Mahmud, Spd. dan Muhidani Fery, di dompet mereka masing-masing," sahut warga yg lain yg turut nimbrung.
"Pak Solikhun sudah memeriksa identitas mereka? Syukurlah kalau sudah. Saya dari tadi mau menanyakan itu malah lupa lagi lupa lagi," tukas Pak Lurah.

"Iya, Pak Lurah. Sudah saya periksa. Mereka berdua dari kota.... Lumayan jauh dari sini. Mungkin butuh setengah hari untuk ke
sana dengan mobil," tukas Pak Solikhun.

Pak Lurah manggut-manggut kemudian melihat ke arah seorang dokter yg baru keluar dari kamar rawat di mana Pak Tohar dan Dani dirawat.

"Pak Dokter, apa mereka sudah siuman?" Pak Lurah berseru seraya menghampiri dokter itu.
Dokter tersebut menghentikan langkahnya kemudian melihat ke arah Pak Lurah dan menyambut kedatangannya.

Beberapa saat kemudian Pak Lurah, Pak Subhan, dan Pak Solikhun telah berada di ruang rawat di mana Pak Tohar dan Dani tengah duduk bersandar di tempat tidur masing-masing.
"Benar-benar menakutkan," komentar Pak Lurah setelah mendengar cerita Pak Tohar. "Lalu Pak Tohar dan mas Dani tidak berhasil menemukan teman yg hilang begitu?" lanjutnya.

"Kami datang ke sana untuk mencari teman kami yg telah hilang selama sebulan lebih ini. Alih-alih menemukan
teman kami itu, justru kami harus kehilangan setidaknya tiga bahkan empat rekan kami. Sekarang kami merasa bingung bagaimana caranya untuk menemukan mereka dan membawa mereka pulang," tutur Pak Tohar seraya memijit betisnya yg terasa sakit.

Pak Lurah manggut-manggut kemudian
menoleh ke arah Pak Subhan.

"Apa bapak ingin menanyakan sesuatu kepada Pak Tohar ini? Misalnya soal dusun di pedalaman hutan?" tanya Pak Lurah kepada Pak Subhan.

"Nah, iya. Apa Pak Tohar menemukan keberadaan dusun itu?" ucap Pak Subhan.

Pak Tohar tampak menoleh ke arah
Dani seolah ingin meminta persetujuan apakah ia boleh menceritakan soal penemuan dusun di pedalaman hutan itu.

Sementara Dani hanya menggedikkan bahu seolah tidak tahu apakah setuju atau tidak.

Pak Tohar pun memutuskan untuk menceritakan soal dusun tersebut.

"Tapi para bapak
harus berjanji untuk tidak merusak apalagi memusnahkan dusun tersebut atas alasan apapun. Sebab, dusun itu sekarang sedang terancam oleh aktivitas pertambangan yg sebentar lagi akan menggusur dusun tersebut," tuturnya.

"Jadi dusun itu benar-benar ada? Bahkan sekarang sedang
terancam? Berarti dusun itu sudah ditemukan sejak lama oleh orang lain," ucap Pak Solikhun berkomentar.

"Benar, pak. Setidaknya itu yg mereka ceritakan kepada saya dan teman-teman saya, dan memang apa yg mereka ceritakan benar adanya. Mereka menunjukkan suatu tempat nun jauh di
sebelah barat dusun yg terpisahkan oleh sungai yg lebar. Tempat itu adalah tempat penampungan para pekerja dari perusahaan tambang yg sedang mempersiapkan penggalian," jelas Pak Tohar.

Pak Lurah tampak tercenung mendengar kata-kata Pak Tohar.

"Lalu apa mereka dapat berbicara
Bahasa Indonesia seperti kita?" ucapnya.

"Tidak semuanya. Awalnya seorang warga yg menggunakan isyarat kepada saya mengenai dusun itu. Kemudian Kepala Dusun tersebut keluar menemui kami dan ia ternyata bisa berbahasa Indonesia. Dari Kepala Dusun itu, kami jadi tahu banyak hal
mengenai dusun yg dipimpinnya," jelas Pak Tohar tanpa menyebutkan siapa Kepala Dusun itu yg sebenarnya.

"Lalu setelah ini, apa yg akan bapak dan teman bapak lakukan? Apakah akan kembali mencari teman-teman bapak atau pulang ke....?" tanya Pak Subhan.

Pak Tohar tercenung.
"Kami berangkat dengan tekad menemukan teman kami yg hilang di pedalaman hutan itu. Tekad kami sudah bulat untuk menemukannya apapun yg terjadi. Apalagi teman kami yg hilang sekarang bukan hanya satu, bahkan empat atau lebih," ucapnya seraya melirik ke arah Dani yg sedang menatap
ke arahnya tanpa ekspresi.

"Kenapa bapak tidak melapor saja ke polisi? Saya akan membantu bapak melaporkan kasus ini ke polisi," kata Pak Lurah memberikan opsi.

Pak Tohar menggeleng. "Kami pernah melakukannya dan nihil. Padahal bukan hanya polisi yg melakukan pencarian.
Tim SAR entah dari kepolisian ataupun Damkar juga turut diterjunkan tapi tetap nihil. Makanya saya dan teman-teman kini lebih memilih melakukan pencarian sendiri meskipun maut menjadi tantangannya," tukas Pak Tohar.

"Kalau begitu, saya menawarkan diri untuk ikut, Pak Tohar.
Sekaligus untuk mengobati kepenasaranan saya mengenai dusun itu," kata Pak Subhan disambut gelengan kepala Pak Tohar.

"Kami tidak mau ada orang luar lagi yg terlibat karena itu biasanya tidak akan berakhir dengan baik. Contohnya dua orang yg bersama kami turut hilang. Salah
seorang sebelum hilang, terkena panah di punggung hingga hampir sekarat. Mungkin sekarang ia sudah tiada. Karena itulah saya tidak ingin ada orang luar yg ikut bersama kami lagi karena kami tidak bisa menjamin keselamatan siapapun yg ingin ikut bersama kami," papar Pak Tohar.
"Kalau begitu sebaiknya kalian berdua juga jangan memaksakan diri untuk kembali ke sana. Ini juga demi keselamatan kalian. Jika yg dicari maupun yg mencari mengalami nasib buruk bahkan berakhir dengan kematian, maka itu sama saja dengan menambah panjang daftar orang yg hilang di
hutan itu. Barangkali kalian berdua selamat karena diberi kesempatan kedua oleh Yang Maha Kuasa. Gunakan kesempatan kedua itu. Jangan gelap mata, Pak Tohar," kata Pak Lurah panjang lebar.

"Kami hidup pun percuma jika diliputi rasa penyesalan karena kehilangan teman-teman, Pak
Lurah. Kami harus menemukan mereka dan membawanya pulang. Meski nantinya yg kami bawa pulang hanya tinggal jasad," tukas Pak Tohar.

"Pikirkan baik-baik, Pak Tohar. Kembali ke hutan itu bisa saja menjadi akhir bagi kalian. Jangan sampai kalian bernasib sama seperti mereka," kata
Pak Lurah seraya melihat ke arah jam tangannya.

"Kata dokter, kalian berdua sudah boleh pulang. Saya menawarkan kalian menginap di tempat penginapan milik adik saya. Tenang saja saya yg akan membayar sampai kalian memutuskan untuk meninggalkan penginapan. Saran saya sebaiknya
Pak Tohar dan mas Dani ini tidak melanjutkan keinginan untuk kembali ke hutan itu," kata Pak Lurah seraya bangkit dari duduknya.

Singkat cerita, Pak Tohar dan Dani telah keluar dari puskesmas setelah dokter memperbolehkan. Mereka untuk sementara tinggal di penginapan milik adik
Pak Lurah yg terletak di pinggiran kota tersebut.

Pinggiran kota itu didominasi oleh perkebunan hingga hutan dan juga pedesaan dengan sawah-sawah yg membentang di sisi utaranya.

"Nah, untuk sementara bapak-bapak bisa tinggal di sini sampai Pak Lurah kemari membawa mobil untuk
tranportasi bagi bapak-bapak," ujar seorang perempuan berhijab krem yg merupakan pemilik penginapan tersebut.

Pak Tohar hanya mengangguk kemudian menuju pintu masuk unit penginapan di mana ia dan Dani akan menetap sementara. Ia selanjutnya memperhatikan koridor di hadapannya.
Ia menggernyitkan keningnya saat melihat sesosok perempuan dengan wajah tertutup rambutnya yg hitam panjang, sedang berdiri termangu di tengah koridor.

"Ehmm, sebaiknya bapak segera ke kamar. Bapak barangkali ingin beristirahat atau bersantai begitu. Sementara saya akan
menyiapkan makanan dan minuman untuk bapak dan juga masnya," kata pemilik penginapan membuat Pak Tohar tersentak kaget.

Dani yg melihat gelagat Pak Tohar kemudian menghampiri laki-laki itu.

"Saya juga melihatnya, pak. Mungkin dia salah satu yg menginap juga di sini," katanya
seraya memasuki unit penginapan itu.

Pak Tohar pun mengikuti Dani masuk ke dalam ruang depan penginapan tersebut. Namun sebelumnya ia menyempatkan diri melihat kembali sosok perempuan berambut panjang itu.

Ia terkejut saat melihat sosok tersebut telah berpindah tempat menjadi
lebih dekat dengan posisinya. Padahal posisi perempuan itu tadinya cukup jauh.

Apakah perempuan itu telah berlari untuk tiba dengan cepat di posisi yg sekarang?

Tapi seingatnya, ia tidak mendengar suara langkah kaki seseorang yg sedang berlari saat itu. Mungkin perempuan itu
tidak mengenakan sandal atau sepatu. Makanya langkahnya tidak menimbulkan suara.

"Pak Tohar, lebih baik bapak cepat masuk. Pintunya harus kita kunci. Kita akan segera istirahat," ujar Dani membuyarkan perhatian Pak Tohar.

"Dan, perempuan itu sekarang semakin dekat saja," ucap
Pak Tohar seraya memasuki ruang penginapan.

Dani tercenung dan termangu melihat ke arah belakang Pak Tohar di mana pintu masih dalam keadaan terbuka.

"Dia melihat ke arah kita. Tapi kenapa wajahnya ia tutup dengan rambut panjangnya?" ucapnya disambut tatapan ngeri Pak Tohar.
Mendadak lampu padam sehingga tempat itu menjadi gelap gulita. Pak Tohar dan Dani pun kelabakan mencari senter mereka yg mereka simpan di dalam tas.

"Kenapa harus mati lampu, sih? Penginapannya belum bayar tagihan kali," ucap Dani seraya sibuk mencari senternya.

Akhirnya ia
menemukan senternya kemudian menyorotkannya ke depan dan mendapati Pak Tohar tidak lagi ada di hadapannya.

"Pak? Pak Tohar? Bapak di mana? Jangan pergi jauh-jauh. Sedang mati lampu, lho. Bapak juga belum menemukan senter bapak, kan?" ujarnya seraya menyoroti seisi ruangan
penginapan itu.

Dani kemudian menuju salah satu kamar penginapan dan mendapati Pak Tohar sedang merungkut dengan selimut tebal di atas tempat tidur.

"Pak Tohar? Kenapa saya panggil diam saja? Bapak kenapa?" ucap Dani seraya menghampiri Pak Tohar.

"Badan saya panas sekali,
dan. Tadi saat saya sedang mencari senter, tiba-tiba seperti ada seseorang yg mencium pipi kanan saya. Seperti ciuman seorang perempuan, dan. Setelah itu badan saya tiba-tiba panas dan pandangan saya seperti berriak-riak. Huhhuhhhuhh," tukas Pak Tohar seraya menggigil.
Dani terkejut dengan perkataan Pak Tohar. Ia kemudian celingukan.

"Apa dia pelakunya?" gumamnya saat teringat dengan sosok perempuan berambut panjang itu.

"Ini tidak beres. Kenapa Pak Lurah menyuruh kita menginap di sini? Tahu begini lebih baik kita mencari tempat penginapan
yg lain yg berada di dalam kota," kata Dani dengan jengkel.

"Penginapan ini sepertinya kurang peminat, dan. Hhhuuhh. Apa kamu tidak melihat hampir tidak ada orang yg terlihat di area penginapan ini? Hanya mbak adiknya Pak Lurah itu, dan perempuan itu," tukas Pak Tohar masih
dalam keadaan menggigil.

"Perempuan itu, Pak Tohar. Sepertinya dia yg menciummu. Tapi saya berani bertaruh kalau dia bukan manusia," kata Dani seraya bergidik saat semilir angin berhembus meniup tengkuknya. "Aduh, saya lupa belum menutup pintu dan menguncinya, pak. Saya mau
menutup pintunya dulu," lanjutnya seraya bergegas ke ruang depan untuk selanjutnya menuju pintu yg masih terbuka.

Ia kemudian menyoroti pintu tersebut. Ia mengerutkan keningnya saat melihat secarik kertas tergeletak di atas lantai tepat di bawah pintu.

Ia kemudian memungut
kertas tersebut dan melihat ada tulisan tangan yg tertera di atasnya.

"DAN, INI SULMAN. TOLONG SAYA. SAYA SEDANG DIKURUNG DI BAWAH TANAH PERKAMPUNGAN TENGAH HUTAN. TOLONG SAYA, DAN. TOLONG SELAMATKAN SAYA!"

Begitulah tulisan yg tertera di atas kertas itu. Hal itu membuat Dani
menjadi merasa tidak habis pikir. Kalau memang Sulman sedang terkurung, lalu bagaimana caranya ia mengantarkan pesan singkat itu? Apalagi ia terkurung di tempat yg lokasinya sangat jauh dari tempat Dani saat ini berada.

Apakah Dani menitipkan kertas tersebut kepada seseorang?
Lalu siapa?

Pertanyaan-pertanyaan itu yg menggelayuti pikiran Dani sekarang. Ia termangu di pintu sembari menyoroti kertas itu hingga tanpa ia sadari, sesosok gelap memperhatikannya di dalam kegelapan.

Lama Dani termangu hingga ia mendengar suara rintihan Pak Tohar dari dalam
kamar.

"Pak Tohar?" ucapnya saat lamunannya buyar.

Ia kemudian segera bergegas ke dalam kamar dan mendapati laki-laki itu sedang kejang-kejang seperti orang yg sedang ayan.

"Pak Tohar? Pak Tohar, apa yg terjadi? Bapak kenapa?" Dani sebisa mungkin menolong laki-laki yg kini
mulutnya berbusa sembari tubuhnya kejang-kejang.

Dani panik bukan kepalang saat menyaksikan Pak Tohar mengalami hal demikian. Apalagi suara erangannya seperti bercampur dengan suara besar yg serak menggelegar.

"Pak Tohar, sadarlah, pak. Saya akan mencoba memanggil dokter,"
ucap Dani dalam kepanikannya seraya menyambar pesawat telepon kemudian ia tersadar jika benda itu tidak dapat digunakan karena listrik sedang mati.

"Aaah, sial!" makinya seraya membanting pesawat telepon.

Sementara Pak Tohar masih mengalami kejang-kejang hingga hampir sejam
kemudian tubuh laki-laki tersebut terkulai lemah hingga hampir jatuh ke lantai.

"Pak Tohar? Pak Tohar?" Dani memeriksa denyut nadi Pak Tohar juga memeriksa denyut jantungnya.

Dani tertegun saat menyadari kalau jantung laki-laki tersebut sudah tidak lagi berdetak.
Ralat : pesawat telepon tidak dapat digunakan karena sudah tidak berfungsi.
Dani hanya bisa berucap seraya menggelengkan kepalanya dengan perasaan pilu. Ia tidak menyangka akan ditinggalkan Pak Tohar untuk selamanya di tempat yg sama sekali asing itu.

Ia kemudian mengusap wajah jasad Pak Tohar seraya berdoa dalam hati.
Setelah itu ia keluar untuk
mencari bantuan. Yg pertama kali ia lakukan adalah pergi ke bangunan yg merupakan tempat tinggal atau mungkin semacam kantor bagi pemilik penginapan.

"Permisi, mbak Imas. Mbak, mbak. Apakah mbak Imas ada di dalam?" ucap Dani seraya mengetuk pintu dengan perasaan waswas.
Tidak ada jawaban. Sunyi, senyap, dan juga gelap di bangunan tersebut. Tidak terlihat cahaya sedikitpun di dalamnya.

Dani telah menyoroti setiap jengkal bangunan itu, termasuk menyoroti jendela yg kebetulan beberapa di antaranya gordennya dalam kondisi terbuka.

Meski ia merasa
tidak enak, ia sorotkan senter ke dalam ruangan melalui kaca jendela tersebut, dan sesosok pocong menampakkan diri tepat di balik jendela.

Dani terlonjak kaget. Ia kemudian mundur sembari tetap menyorotkan senternya.

"Kenapa bisa ada pocong di dalam kantor mbak Imas? Lalu ke
mana gerangan ia?" ucapnya kemudian meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.

Ia pergi menuju pintu gerbang dengan harapan menemukan orang yg dapat dimintai bantuan. Saat mencapai pintu gerbang, ia menggernyitkan keningnya saat melihat di depan pintu gerbang itu tidak ada
jalan sama sekali. Padahal seingatnya, saat baru tiba di penginapan tersebut pada beberapa jam yg lalu, terdapat jalan aspal yg ramai dilewati kendaraan maupun para pejalan kaki.

Tapi kini di depan pintu gerbang hanya semak belukar yg terlihat serta beberapa batang pohon yg
tinggi.

"Aneh sekali. Kenapa di sini jadi seperti ini? Apa aku sedang bermimpi? Tidak, aku masih bisa merasakan hembusan angin yg semilir di sini," gumamnya dengan bingung.

Ia kemudian menyorotkan senternya ke arah batang pepohonan itu, dan ia terkejut saat melihat barisan
rumah-rumah sederhana beratapkan daun ilalang ataupun daun rumbia atau nipah.

Rumah-rumah itu pun mengingatkannya pada rumah-rumah di dusun angker di mana sebelumnya ia hampir menemui ajal di tangan para penduduknya.

Saat melihat pemandangan ganjil tersebut, Dani segera
berbalik, hendak kembali ke penginapan tersebut. Namun ia terperanjat saat melihat pintu gerbang penginapan telah berubah menjadi gapura yg terbuat dari tumpukan batu kali yg bahkan di antaranya terdapat tengkorak manusia dg muka menghadap ke arahnya.

Dani terkejut bukan main
dengan apa yg dilihatnya itu. Ia merasa seperti sedang bermimpi, namun ia menyangkalnya kalau yg ia alami saat ini adalah mimpi. Sebab, ia dapat merasakan sakit ketika sesuatu menancap di punggungnya. Itu adalah sebatang anak panah.

Segera setelah terkena anak panah tersebut,
Dani merasakan kesadarannya mulai memudar. Namun ia berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Oleh karenanya ia dapat melihat lusinan manusia berpenampilan semi telanjang mendatanginya kemudian menangkapnya dan menyeretnya menuju sebuah tempat yg mirip dengan altar pemujaan.
Tempat yg mirip dengan altar pemujaan tersebut berukuran dua kali lipat besarnya dari altar biasa.

Di depan altar tersebut terlihat beberapa orang yg tampaknya adalah pendetanya. Di hadapan mereka terlihat beberapa orang laki-laki dan perempuan yg terikat ke tiang pancang, dan
Dani mengenal beberapa di antaranya. Itu adalah Arkim, dan Cayut. Keduanya tampak dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan tubuh berlumuran darah.

Dani pun diikat bersama dengan Arkim dan Cayut di tiang pancang yg berdampingan.

Tak lama salah seorang yg membawa Dani ke tempat
itu, berbicara dalam bahasa yg sangat asing bagi Dani.

Saat itu Dani dalam keadaan setengah sadar. Meski begitu, ia berpura-pura tidak sadarkan diri dngn cara terkulai di depan tiang pancang.

Sesekali ia memicingkan sebelah matanya. Ia melihat orang yg tadi berbicara tersebut
sedang berjalan ke arahnya sembari menenteng sebilah parang. Ia tampaknya akan mengeksekusi Dani lebih dulu.

"Apa kali ini aku akan benar-benar mati tidak seperti sebelumnya?" ucap Dani dalam hati.

Ia berpikir bahwa perjalanannya akan berakhir malam ini di tangan penduduk
dusun angker. Apalagi ia melihat orang tersebut mengangkat parangnya kemudian menebaskannya ke lehernya dengan cepat.

"Dani!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak dari arah pintu masuk menuju altar besar itu.

Teriakan itu rupanya membuat sang eksekutor menghentikan
tebasannya tepat saat mata parang hampir mencapai tengkuk Dani.

Dani dapat melihat siapa yg berteriak.

"Sulman?" ucapnya pelan.

Ia menyaksikan laki-laki berbadan gempal itu tengah digiring dengan kedua tangan terikat ke belakang.
Para penduduk dusun angker yg membawa Sulman, mengikat laki-laki itu saat tiba di hadapan Dani dan yg lain. Sulman diikat tanpa tiang pancang seperti pada Dani dan yg lain.

"Dan, Dani. Aku tidak menyangka kamu berada di sini juga. Apa kau tidak sadar kalau datang kemari sama
saja dengan bunuh diri?" Sulman berkata setengah berbisik seraya menatap setengah merunduk ke arah Dani.

Dani tidak menyahut. Ia saat ini sedang berpura-pura tidak sadarkan diri ditambah efek rasa nyeri yg timbul dari anak panah yg menancap di punggungnya itu.
Dani melihat beberapa orang penduduk dusun menghunus parangnya masing-masing. Sepertinya mereka akan segera melakukan eksekusi massal terhadap Dani dan yg lain, termasuk Sulman tentunya.

Salah seorang dari mereka menghampiri Sulman kemudian mengangkat parangnya
tinggi-tinggi di atas tengkuk laki-laki bertubuh gempal itu seraya melihat ke arah seorang kakek yg merupakan bagian dari mereka, yg sedang berdiri di depan altar batu. Kakek tersebut bisa dikatakan sebagai pendeta para penduduk dusun angker itu.

Kakek tersebut menganggukkan
kepalanya pertanda ia menyetujui apa yg akan dilakukan eksekutor Sulman itu. Tidak lama setelah isyarat persetujuan itu, si eksekutor Sulman segera menebaskan parangnya ke leher korbannya.

Namun, suatu hal tidak terduga terjadi. Sesosok besar berkaki empat
serta bermotif belang, menerkam ke arah sang eksekutor kemudian mencabik-cabiknya hingga hancur.

Belum hilang kekagetan semua orang di tempat itu, sesosok lagi harimau muncul menerjang ke arah si kakek hingga membuatnya terlempar kemudian menabrak altar batu hingga kepalanya
pecah.

Kedua harimau itu pun mengamuk, mengobrak-abrik semua orang yg ada di tempat itu. Tanpa terkecuali Dani dan yg lain yg hampir saja turut menjadi korban.

Beruntung Dani berhasil melepaskan ikatannya kemudian membantu yg lain melepaskan ikatan.
"Ayo, sul, kim, yut kita harus pergi. Harimau-harimau ini tidak akan berhenti," ucapnya seraya membantu Arkim berdiri.

Sejenak ia melihat ke arah Cayut yg telah ia lepas ikatannya namun masih dalam kondisi tidak sadarkan diri. Namun ia kemudian ia menyadari jika laki-laki itu
telah tiada.

"Yut, Cayut!" Arkim memekik seraya menghampiri rekannya yg telah terbujur kaku.

"Dia telah tiada, kim. Kita harus pergi. Kita tidak punya banyak waktu. Kedua harimau itu akan memangsa kita kalau mereka sudah memangsa orang-orang itu," ucap Dani setelah memeriksa
denyut jantung Cayut.

"Ayo, kita harus pergi. Harimau-harimau itu sudah hampir selesai membunuh mereka," kata Sulman seraya menarik tangan Dani dan Arkim.

Benar saja, kedua harimau tersebut telah menamatkan riwayat para penculik Dani dan kawan-kawan tanpa perlawanan yg berarti
Kedua harimau tersebut tidak memakan seluruh korbannya. Mereka hanya menghabisi kemudian pergi untuk menghabisi yg lain.

Pada akhirnya Dani, Sulman, dan Arkim berhasil keluar dari dusun tersebut. Mereka berlari di tengah kegelapan dengan salah seorang di antara mereka
menyorotkan lampu senter.

Setelah hampir sejam berlari ke arah selatan, mereka dihadang sekelompok orang yg ternyata adalah para penduduk dusunnya Pak Ihsan.

Dani dan yg lain pun akhirnya dibawa masuk ke dalam dusun yg lebih aman itu.
Secara kebetulan juga, Pak Ihsan telah berada di dusun itu. Ia juga baru tiba di dusun yg ia pimpin itu.

"Saya berhasil menemukan Arhan. Ia sekarang pingsan. Demit itu meninggalkannya di pinggir sungai. Hampir saja ia dibawa menyeberang oleh makhluk itu," tutur Pak Ihsan saat
mengobati Dani yg mengalami luka di punggung akibat terkena panah. "Tapi saya tidak menemukan gadis itu. Mungkin ia tidak hilang di sekitar sini tapi di tempat lain," lanjutnya.

"Syukurlah kalau Arhan sudah ditemukan. Tapi Pak Ihsan, sebelum saya kembali ke dusun itu, saya
telah mengalami berbagai peristiwa, termasuk menyaksikan bagaimana Pak Tohar meninggal di depan mata kepala saya sendiri," tukas Dani membuat Pak Ihsan terkejut.

"Apa? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun. Bagaimana kronologinya itu, dan?" ucap Pak Ihsan seraya pandangan kedua
matanya menyiratkan kepedihan.

Dani kemudian menceritakan beberapa peristiwa yg dialaminya bersama mendiang Pak Tohar, mulai saat dikejar-kejar dua harimau itu hingga menetap di penginapan yg ternyata angker.

Pak Ihsan manggut-manggut saat mendengar penuturan dari Dani.
"Kamu bisa kembali secara tiba-tiba ke dusun itu adalah karena kamu sudah ditarget oleh para penduduk dusun itu. Pak Tohar juga tapi ia gagal dibawa karena keburu terkena ciuman Setan Pencium," ucapnya. "Dan lagi kamu berhasil bertahan dari racun anak panah itu. Sepertinya racun
yg dioleskan ke anak panah itu tidak berdosis tinggi."

"Setan Pencium?" Sulman menggernyitkan keningnya.

"Aku sudah pernah melihatnya, sul. Tadinya aku pikir itu seorang perempuan yg sedang menyewa kamar penginapan di sana. Pas ketemu lagi, itu pas di sana sedang mati lampu.
Wajahnya tidak terlihat karena tertutup rambutnya yg panjang. Pakaiannya sih sepertinya itu piyama. Makanya tadinya saya pikir dia adalah salah satu pelanggan," kata Dani menjelaskan.

"Lalu dia mencium Pak Tohar begitu? Kamu melihatnya mencium Pak Tohar?" tanya Sulman.
"Pak Tohar yg bilang kalau ia merasa seperti habis ada yg mencium, tepat di pipi kanannya. Ia mengatakan itu saat ia sedang terbaring menggigil di dalam kamar penginapan," tukas Dani seraya menoleh ke arah Arkim yg sedang duduk sambil memeluk kedua lutut.

"Ia telah kehilangan
orang-orang terdekatnya. Tapi perasaan dendamnya kepada para penduduk dusun itu sudah seharusnya ia lupakan. Sebab, sebagian besar dari mereka telah mati terbunuh oleh serangan dua harimau," kata Pak Ihsan.

Esoknya kemudian, Dani beserta Pak Ihsan dan yg lainnya pergi ke kota
di mana sebelumnya Dani dan Pak Tohar diselamatkan warga kota tersebut. Mereka ke sana untuk mencari kabar mengenai mendiang Pak Tohar yg secara tidak sengaja ditinggalkan oleh Dani di tempat terakhir ia terbaring kaku.

Sesampainya di sana.

"Kami sudah memulangkan jenazah Pak
Pak Tohar. Bahkan Pak Lurah turut serta mengantarkan hingga ke rumah mendiang," kata salah seorang warga yg pernah Dani lihat sebelumnya namun ia tidak tahu namanya.

"Apa Pak Subhan dan Pak Solikhun juga turut mengantar?" tanya Dani dengan penasaran.
"Iya, mereka juga turut serta," jawab warga itu.

Akhirnya Dani dan yg lain pun pulang ke kota asal mereka tinggal. Arkim pun turut ikut serta karena tempat tinggalnya tidak begitu jauh dari kota di mana Dani, Sulman, dan Pak Ihsan tinggal.

"Saya tidak menyangka seorang kepala
dusun terpencil suka menyamar menjadi masyarakat biasa di tempat lain," ucap Sulman ketika berada di dalam mobil elf yg mereka tumpangi.

Pak Ihsan hanya terkekeh tanpa menjawab perkataan Sulman.

Sesampainya di kota tujuan, mereka langsung menuju rumah Pak Tohar,
dan mendapati tenda besar berwarna biru dengan alas dari papan untuk tempat duduk para pentakziah.

"Saya tidak tahu kalau tempat penginapan milik adik saya itu angker. Pantas saja susah mendapat pelanggan. Lokasi yg di luar kota ternyata bukan satu-satunya penyebab. Saya juga
sangat meminta maaf atas kelalaian saya sehingga menyebabkan Pak Tohar meninggal," tutur Pak Lurah saat Dani dan yg lain telah berada di hadapannya.

"Awalnya saya menawarkan menginap di sana dengan gratis kepada kalian untuk menarik pelanggan agar berdatangan ke penginapan
milik adik saya. Tapi yg terjadi justru adalah hal mengerikan. Penginapan itu memakan korban," tambahnya seraya menatap ke kejauhan.

"Semua sudah terjadi, pak. Teman-teman saya berhasil menemukan Sulman tapi justru malah kehilangan Pak Tohar. Kami juga tidak berhasil menemukan
gadis itu," tukas Pak Ihsan.

"Saya melihat gadis itu sewaktu nenek itu membawa saya, Pak Ihsan. Saat itu saya dalam kondisi setengah sadar," ujar Arhan tiba-tiba.

Pak Ihsan menggernyitkan keningnya.

"Di mana itu, han?" ucapnya.

"Situs pertambangan yg berada di seberang
sungai itu, pak. Saat itu si nenek menggunakan kemampuan melihat jarak jauhnya, dan saya pun turut dapat melihat ke sana. Awalnya nenek itu hendak membawa saya menyeberang menuju ke sana, namun keburu ketemu sama bapak," tukas Arhan.

-- TAMAT ---

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Acep Saepudin

Acep Saepudin Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @acep_saep88

3 Aug
-- SANG PEJALAN MALAM V2--

Halo, selamat berjumpa kembali di thread dari Acep Saep. Kali ini saya membawakan cerita lama yg di remake. Semoga menghibur...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @Penikmathorror @HororBaca #ceritahorror Image
Cerita ini pernah dibuat ketika pertama kali saya aktif membuat thread di twitter. Saya membuat cerita yg sama bukan karena cerita yg lama sukses melainkan karena saya merasa cerita tersebut kurang sreg dan juga terlalu absurd.
Makanya saya mencoba membuat reboot dari cerita tersebut. Penasaran dengan ceritanya? Ayo kita simak saja.
Read 39 tweets
28 Jun
- DUSUN ANGKER -

Sebuah cerita tentang suatu dusun yg tertutup dari dunia luar. Dusun yg angkernya tidak hanya terkait hal-hal mistik saja melainkan juga terkait warganya yg tidak ramah pendatang...

@IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 @FaktaSejarah #ceritahorror Image
Cerita yg saya tulis ini kemungkinan memiliki judul yg sepertinya sudah terlalu umum. Tapi saya pastikan isi cerita bukan hasil dari menyontek karya orang lain. Bahkan cerita ini asli hasil pemikiran saya sendiri berdasarkan pada pengamatan pada sekelompok masyarakat yg memang
tertutup dari dunia luar. Bahkan masyarakat ini selalu berusaha mati-matian agar tidak ada orang asing yg memasuki wilayahnya. Mereka tidak segan membunuh orang-orang asing yg berani memasuki wilayah di mana mereka bertempat tinggal serta bermata-pencaharian.
Read 199 tweets
31 May
-- Petaka Sang Dukun Santet --

Terinspirasi dari kisah nyata tentang seorang laki-laki yg suka membuat ulah, memantik permusuhan kpd banyak orang, yg ujung2nya menggunakan ilmu ghoib untuk menyakiti orang2 yg dimusuhinya..

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 #ceritahoror Image
Malam itu di sebuah kampung di suatu desa yg namanya dirahasiakan. Di dalam sebuah rumah berdinding bata merah yg tidak diplester, sedang terjadi suatu kepanikan luar biasa.

Bagaimana tidak, seisi rumah yg terdiri dari para penghuni rumah dan para tetangga sedang berkerumun,
mengelilingi tubuh seorang pria berusia sekitar 60 tahunan yg sedang meronta-ronta kesakitan di atas tempat tidurnya yg telah begitu lusuh dan dipenuhi tetesan darah.

Tubuh pria itu dipenuhi bintik-bintik merah seperti bekas luka tusukan dari puluhan jarum yg ditancapkan.
Read 152 tweets
2 Apr
- Jejak Rena -

Sebuah cerita dari saya pribadi. Silahkan baca jika suka. Kalau tidak silahkan abaikan. (Like bukan berarti suka. Bisa berarti hanya sekadar numpang lewat)

@IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 #ceritahorror #ceritaseram Image
Thread ini merupakan lanjutan dari thread berjudul "Rahasia Reruntuhan di Tengah Hutan". Bagi yg mengikuti thread tersebut mungkin tidak akan kebingungan dengan thread lanjutan ini.

Semoga para pembaca tertarik dan terhibur dengan thread alakadarnya ini. Terimakasih
Daratan gersang yang dipenuhi reruntuhan dan pepohonan yang hangus tersebut dulunya adalah Desa Cikahuripan. Sekarang desa tersebut telah luluh lantak akibat amukan api yang disemburkan AdugLajer.

Semburan AdugLajer telah mengakibatkan sebagian wilayah itu ludes tak tersisa.
Read 112 tweets
31 Jan
- RAHASIA RERUNTUHAN DI TENGAH HUTAN -

Sebuah cerita yg tujuannya utk hiburan bukan untuk menakut-nakuti atau menceritakan sesuatu yg kebenarannya diragukan..

Selamat membaca..

@ceritaht @WdhHoror17 @IDN_Horor @bagihorror #ceritahorror #ceritahorror #ceritaseram Image
Sebelum lanjut ke ceritanya, penulis ingin menyampaikan bahwa gambar di atas hanya ilustrasi yg berasal dari platform editing cover...

Makasih
Brag, brag, brag,

Suara genderang bergema sesaat ketika di dalam rumah berbilik bambu itu sedang terjadi keributan. Keributan tersebut terjadi saat seorang perempuan muda kerasukkan, di mana kekasihnya mengamuk sambil bertingkah seperti hendak memukul gadis itu.
Read 204 tweets
15 Dec 20
-RUMAH BESAR DI TENGAH PERKEBUNAN SAWIT VERSI II-

Jika para pembaca pernah membaca thread Ketakutan Mira, maka thread ini yg menjadi lanjutannya. Semoga kalian semua suka. Makasih

@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 @bagihorror #bacahorror #ceritaht Image
Menjelang dini hari di dalam sebuah rumah besar yang berdiri terpencil di tengah-tengah perkebunan sawit yang telah lama ditinggalkan.

Sarah berdiri di depan pintu, menghadang Mira yang hendak melewati pintu tersebut.

"Kau mau ke mana, maniak?" ucap Sarah dingin.
Mira menghentikan langkahnya kemudian menatap malas ke arah Sarah.

"Menyingkir dari jalanku, Sarah! Kau belum puas menindasku?" Mira menatap tajam ke arah teman sekelasnya yang ia tahu kerap membully-nya.

Sarah mendecih, "Aku tidak akan menekanmu terus-terusan jika kau tidak
Read 130 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(