Profile picture
, 67 tweets, 10 min read Read on Twitter
Sesuai janji, malam ini kita lanjut cerita di #rumahteteh ya.

Sebait cerita tentang kejadian yang kami alami di rumah itu, dari sekian banyak kejadian menyeramkan yang pernah terjadi.

Semoga dapat mengobati kerinduan akan Teteh..

Yuk simak..

#memetwit
@InfoMemeTwit
Hujan mengguyur kota Bandung turun terus menerus tanpa henti sedari pagi, menghalangi niat kami untuk pergi beraktifitas dan berkegiatan sehari-hari.
Cuaca dingin memaksaku untuk tetap berselimut di atas tempat tidur. Menurutku teman-teman yang lain juga begitu, nyaman berdiam diri di kamarnya masing-masing.
Di hari sabtu itu seharusnya aku keluar rumah, ada satu keperluan yang harus dilakukan, tetapi ya itu tadi, hujan menggagalkan semuanya.

Suasana di #rumahteteh ini sepi, tidak terdengar suara penghuni kost yang lalu lalang atau sekedar berbincang di ruang tengah, hening..
Masih jam tiga sore, tetapi keadaan di luar rumah sudah sangat gelap karena langit menghitam dipenuhi awan, ditambah dengan intensitas hujan yang semakin tinggi.
Aku bangun dari tempat tidur, berjalan mendekati jendela kamar, berdiri meghadap jendela, menatap ke halaman yang sudah mulai tergenang air.

Hujan semakin deras, suara petir mulai muncul sesekali.

"Ah.., benar-benar tidak bisa keluar rumah" Ucapku dalam hati.

***
Sudah hampir dua tahun kami tinggal di sini, di #rumahteteh ini.

Rumah yang sudah memberi tempat tinggal yang layak, memberikan banyak pengalaman yang mengesankan juga, kalau tidak mau menyebutnya menyeramkan.
Selama hampir dua tahun ini, kami sudah mulai terbiasa dengan keadaannya, dan tentu saja mau tidak mau kami juga harus terbiasa dengan keberadaan Teteh.
Teteh, sosok berbentuk perempuan cantik, sosok yang sudah berada di alam yang berbeda namun tetap "tinggal" di rumah ini bersama kami.
Awalnya, kami sangat ketakutan apabila harus menghadapi kemunculan Teteh dan segala aktifitasnya, tapi seiring berjalannya waktu kami mulai terbiasa dengan keberadaannya.

Kami juga sadar kalau Teteh tidak pernah berbuat sesuatu yang mencelakai.

Teteh hanya ingin berteman..
Tapi tetap saja kami merasa ketakutan setiap kali Teteh menampakkan wujudnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terkadang kami memaksa diri untuk berani menghadapinya, tapi sering kali tidak berhasil, kami tetap ketakutan.

***
“Brii.., Brii..”

Aku mendengar suara yang memanggilku dari luar kamar.

Kemudian pintu terbuka, dan muncul Doni dari balik pintu.
“Gak jadi pergi Brii?” Tanya Doni setelah dia duduk di depan TV.

“Gimana mau pergi, hujan turun gak berhenti dari pagi. Malah semakin deras saja ini.” Jawabku.

“Anak-anak yang lain pada di dalam kamar masing-masing ya Don?”
“Irwan sedang keluar sejak pagi, Nando belum pulang dari kemarin, Sisi dan Memi tampaknya belum pulang dari rumah Tantenya. Kalau Asep aku tidak tahu, mungkin ada di dalam kamarnya, entahlah.”
Panjang lebar Doni menjawab pertanyaanku, yang memberiku kesimpulan kalau yang sudah pasti ada di dalam rumah hanya aku dan dia.

***
Hampir jam lima sore, hujan belum juga memberikan tanda-tanda akan berhenti. Aku dan Doni berinisiatif untuk menyalakan seluruh lampu rumah, termasuk taman belakang dan teras kamar nando.
Ketika kami sedang berada tepat di depan kamar Nando, aroma wangi bunga tiba-tiba mampir di penciuman.

Aku dan Doni saling berpandangan, masing-masing sadar kalau wangi bunga itu adalah wangi yang sudah kami kenal sejak lama, sejak tinggal di rumah ini.
“Teteh..” Ucap Doni dengan suara nyaris tidak terdengar, kemudian dia lantas melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah, aku mengikuti dari belakang.
Aroma wangi bunga itu sudah sangat kami kenal, wangi yang kami tidak tahu dari bunga jenis apa, misterius.

Wangi bunga yang selalu membuat bulu kuduk kami merinding, karena hampir selalu menandakan akan kehadiran Teteh.

***
Malam pun datang,

Sekitar jam setengah tujuh, kami berdua sudah duduk di depan tv ruang tengah.

“Kamar Asep kosong, ternyata dia gak ada di rumah.” ucap Doni mengenai keberadaan Asep.

Begitulah, ternyata sejak tadi hanya ada aku dan Doni di rumah.
Malam minggu, Sisi dan Memi sedang tidak ada di rumah, dua keadaan yang biasanya memiliki kemungkinan besar kalau Teteh akan menampakkan diri secara langsung atau pun tidak langsung, aku dan Doni sadar akan hal itu.
Sementara di luar rumah hujan terus turun semakin deras, petir mulai terdengar bersahut-sahutan.

Kami berbincang seru, yang sedikit banyak dapat menyingkirkan kekhawatiran akan kondisi yang tengah terjadi.
Perbincangan terhenti ketika tiba-tiba wangi bunga kembali tercium, kali ini wanginya cukup kuat. Kembali kami saling berpandangan.

“Kita ke warung the Yanti saj ayuk Brii..”

Doni memberikan ide yang cukup cemerlang ketika perasaan kami mulai tidak enak.
“Yuk Don, aku juga sudah lapar ini.”

Kami langsung beranjak keluar rumah.

Berpayung, menembus hujan yang cukup deras, menuju warung Teh Yanti yang letaknya di pinggir jalan besar.

***
“Malam minggu kok pada di rumah saja..”

Senyum Teh Yanti menyambut kami.

“Hujan Teh, gak bisa kemana-mana.” Jawabku juga sambil tersenyum.
Teh Yanti duduk sendirian di dalam warungnya yang terlihat sepi, tidak ada pembeli sama sekali. Aku pikir mungkin karena hujan deras seharian yang menyebabkan warung sepi.

Kami berdua langsung ambil piring dan mengambil makanan, seperti biasanya.
“Yang lain pada ke mana? Kok kalian hanya berdua?” Tanya Teh Yanti kemudian.

“Yang lain sedang keluar rumah Teh, tinggal hanya kami saja.” Jawab Doni.

"Memi dan Sisi juga tidak ada di rumah?..”

"Iya Teh, mereka juga sedang tidak ada di rumah.." aku menambahkan.
Sambil mengangguk-angguk, raut wajah Teh Yanti berubah menjadi sedikit cemas.

"Tenang Teh, semoga dalam beberapa jam ke depan teman-teman yang lain pulang."

Aku merespon perubahan sikap Teh Yanti, perubahan sikap yang disebabkan kekhawatiran tentang kedaan kami.
Teh Yanti yang memang sudah mengetahui dan mengenal Teteh, dia pasti khawatir kalau-kalau nanti akan ada teror terhadap kami di #rumahteteh.

***
Cukup lama kami bertiga berbincang setelah selesai makan. Sementara hujan masih saja turun tanpa henti, dan semakin deras.

Angin mulai bertiup kencang, suara petir kembali bersahut-sahutan, tampaknya cuaca semakin bertambah buruk.
Ketika waktu sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam, kami memutuskan untuk pulang.

"Kalian hati-hati ya..." ucap Teh Yanti setelah kami pamit pulang.

"Iya teh..."

***
Sesampainya di depan rumah, Aku meletakkan payung di teras, kemudian kami membersihkan kaki di keran air yang ada di sudut halaman.

Setelah itu kami masuk ke dalam.
"Memang tadi sebelum berangkat lampu ruang tamu menyala Brii?"

Tanya Doni ketika kami sudah di dalam.

"Mati Don.." Jawabku singkat,

Kemudian kami tidak membahas hal itu lagi, dan berjalan masuk menuju ruang tengah.
Kami biarkan semua lampu dalam keadaan hidup.

Sejak sore tadi, perasaan memang sudah tidak enak, oleh sebab itulah mengapa semaksimal mungkin kami mengurangi keadaan yang dapat membuat ketakutan, membiarkan seluruh ruangan terang benderang adalah salah satu caranya.

***
Sudah hampir jam satu tengah malam, aku dan Doni masih saja berbincang di ruang tengah.

Hujan yang masih turun dengan deras, ditambah dengan suara angin yang menderu, membuat suasana di dalam rumah mulai sedikit mencekam.
Sesekali selintas tercium aroma wangi bunga, kadang ada, kadang menghilang, kami mencoba untuk tidak menghiraukannya dengan terus berbincang.

Saat itu kami yakin, kalau Teteh sedang berada di sekitar kami..
Beberapa kali Doni memandangku dengan wajah yang cemas ketika tiba-tiba wangi bunga tercium di dalam ruangan.

"Brii, kita pergi aja yuk., perasaanku semakin tidak enak." Setengah berbisik Doni mengajakku pergi keluar rumah.

"Mau pergi ke mana Don?, cuaca sedang buruk di luar"
Memang benar, cuaca tidak kunjung membaik, hujan semakin deras, angin bertiup kencang, petir bersahutan, tidak memungkinkan buat kami untuk pergi meninggalkan rumah.
Kami kembali berbincang sambil menonton tv, mencoba mengalihkan pikiran dari hal-hal yang menakutkan.

Awalnya, semua berjalan sesuai dengan apa yang kami inginkan, sejenak dapat melupakan keadaan, sejenak kami tidak memikirkan situasi rumah yang cukup mencekam.
Namun tiba-tiba, kami mendengar sesuatu..

"Hihihihi..."

Ada suara tawa perempuan terdengar dari lantai atas, suara tawa yang sudah cukup kami mengenalnya.

Itu suara tawa Teteh..
Saling berpandangan, untuk beberapa saat kami tidak berani mengucapkan sepatah kata pun..

Mencoba berpikir positip, akhirnya aku membuka suara dengan setengah berbisik..

"Kamu yakin kalau Memi dan Sisi tidak ada di kamarnya Don?"
"Yakin Brii, lantai atas kosong,"

Doni menjawab dengan berbisik juga, wajahnya mulai terlihat panik.

Kami kembali terdiam, namun suara tawa Teteh kembali terdengar, berulang-ulang..
Suasana semakin mencekam, ketika suara tawa Teteh terdengar mendekat, sepertinya dia sudah berada di lorong tangga.
"Aku takut Brii.., tolong lakukan sesuatu.."

Bergetar suara Doni, wajahnya terlihat pucat, sangat ketakutan.

Sementara aku, sama seperti Doni, ketakutan juga, tanpa tahu harus berbuat apa.
Angin dingin bertiup masuk dari sela-sela jendela belakang, menggerakan tirai yang persis berada di samping meja makan. Menambah suasana semakin mencekam..

Tiba-tiba...
Lampu rumah mati, seluruh lampu yang ada di dalam rumah mati, keadaan menjadi sangat gelap. Tidak ada cahaya sedikit pun yang bisa membantu penglihatan.

Gelap gulita..

Kami semakin panik..
"Tenang Don, kamu ambil lilin di dapur ya, aku ke depan untuk melihat sekitar rumah, apakah kita sendiri yang mati lampu atau seluruh rumah."

"Iya Brii.." jawab Doni pelan.
Dalam gelap, aku berjalan perlahan menuju ruang tamu. Sementara Doni berjalan ke dapur untuk mengambil lilin.

Suara tawa Teteh untuk sementara tidak terdengar lagi..
Sesampainya di ruang tamu, aku membuka tirai jendela untuk melihat sekitaran rumah.

Ternyata memang semua rumah dalam keadaan gelap, mati lampu juga, bukan hanya di #rumahteteh
Beberapa saat kemudian aku kembali berjalan ke ruang tengah.

"Don, sudah dapat lilinnya?"

"Sudah Brii, kita di meja makan saja ya."

Mendengar suara Doni, aku melanjutkan langkah menuju meja makan, yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang tengah.
Di situ Doni sudah duduk di kursi yang letaknya menghadap ke ruang tengah, sementara aku duduk di kursi yang menghadap ke dapur.

Lalu Doni menyalakan lilin, dan meletakkannya di tengah meja makan.
Setelah duduk di meja makan dan mendapatkan sedikit penerangan dari sebatang lilin, kami mencoba kembali berbincang, memaksa mengalihkan pikiran.

Namun akhirnya kami lebih banyak diam, hanya sesekali melakukan obrolan, rasa takut sudah mulai menguasai, tidak dapat dialihkan.
Hujan di luar sudah mulai berkurang intensitasnya, hanya suara gerimis kecil yang terdengar masih menemani kesendirian kami di dalam kegelapan.
Suasana semakin mencekam ketika tiba-tiba suara tawa cekikikan Teteh kembali terdengar..

Tawanya terdengar dari lorong tangga..

Kami terdiam..
Aroma wangi bunga kembali tercium, kali ini wanginya sangat kuat.

Kami yakin kalau Teteh sudah berada dekat dengan tempat kami duduk, mungkin hanya kegelapan yang membatasi jarak kami, membatasi pandangan.
Cahaya lilin yang menerangi sekitar meja makan membantuku untuk dapat melihat raut wajah Doni yang semakin pucat dan panik.

Kami masih tetap terdiam, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun...

"Hihihihi...."

Tawa Teteh kembali terdengar, kali ini suaranya sangat dekat..
Sepertinya Teteh sudah berada di ruang tamu, ruang tamu yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat kami duduk.
Posisi duduk yang menghadap ke dapur membuatku tidak berhadapan langsung dengan posisi di mana ruang tengah berada, lagi pula aku sangat ketakutan, tidak berani untuk menoleh ke arah kiri.
Sementara Doni, dengan wajah pucat yang terlihat sangat ketakutan, berposisi duduk yang langsung menghadap ke ruang tengah, tempat di mana kami perkirakan Teteh sedang berada saat itu.

"Hihihihihi..."

Kembali suara Teteh terdengar, lebih lantang, jaraknya sangat dekat..
Aku perhatikan, secara perlahan Doni menundukkan kepalanya, kemudian tangan kirinya mencengkram tangan kananku dengan kuat.

Sambil menunduk dan terdengar menahan tangis, dengan suara bergetar Doni berkata:

"Teteh Brii..."
Tangan kanan Doni menunjuk ke arah ruang tamu..

Perlahan aku menoleh ke arah kiri, mencoba melihat ke arah yang Doni tunjuk.

Badanku lemas, bulu kuduk berdiri semua..

Aku melihat teteh sedang berdiri di ruang tengah, persis di depan lorong tangga.
Berdiri diam menghadap ke arah kami..

Rambutnya terurai panjang nyaris menutupi seluruh wajahnya, mengenakan gaun panjang berwarna putih.

Semerbak wangi bunga tercium sangat kuat mengiringi kehadiran Teteh..
Kami tetap terdiam..

Semakin ketakutan, lalu aku kembali mengarahkan pandangan ke arah dapur.

Sementara Doni tetap menunduk dan mulai menangis, tangannya mencengkram tanganku semakin kuat.
Beberapa detik yang sangat menakutkan bagiku dan Doni, namun terasa seperti berjam-jam lamanya.
Tiba-tiba lampu menyala kembali, rumah menjadi terang benderang.

Aku menoleh lagi ke ruang tamu, Teteh sudah tidak terlihat lagi, namun wangi bunga masih tercium tipis di dalam.rumah.

"Teteh sudah pergi Don.."

"Aku gak kuat Brii, kita harus ke luar rumah."
Tidak tega melihat Doni yang sangat ketakutan, aku mengangguk setuju.

Kami langsung meninggalkan rumah detik itu juga.

***
Sekian cerita pendek di #rumahteteh malam ini, semoga bisa mengobati rasa kangen.

Dilanjut lagi kapan-kapan..☺️

Terima kasih untuk yang sudah mengikuti cerita Teteh dari awal.

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam,
~Brii~ ~Teh Lena~
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Brii..
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!