Sebait cerita tentang kejadian yang kami alami di rumah itu, dari sekian banyak kejadian menyeramkan yang pernah terjadi.
Semoga dapat mengobati kerinduan akan Teteh..
Yuk simak..
#memetwit
@InfoMemeTwit
Suasana di #rumahteteh ini sepi, tidak terdengar suara penghuni kost yang lalu lalang atau sekedar berbincang di ruang tengah, hening..
Hujan semakin deras, suara petir mulai muncul sesekali.
"Ah.., benar-benar tidak bisa keluar rumah" Ucapku dalam hati.
***
Rumah yang sudah memberi tempat tinggal yang layak, memberikan banyak pengalaman yang mengesankan juga, kalau tidak mau menyebutnya menyeramkan.
Kami juga sadar kalau Teteh tidak pernah berbuat sesuatu yang mencelakai.
Teteh hanya ingin berteman..
Terkadang kami memaksa diri untuk berani menghadapinya, tapi sering kali tidak berhasil, kami tetap ketakutan.
***
Aku mendengar suara yang memanggilku dari luar kamar.
Kemudian pintu terbuka, dan muncul Doni dari balik pintu.
“Gimana mau pergi, hujan turun gak berhenti dari pagi. Malah semakin deras saja ini.” Jawabku.
“Anak-anak yang lain pada di dalam kamar masing-masing ya Don?”
***
Aku dan Doni saling berpandangan, masing-masing sadar kalau wangi bunga itu adalah wangi yang sudah kami kenal sejak lama, sejak tinggal di rumah ini.
Wangi bunga yang selalu membuat bulu kuduk kami merinding, karena hampir selalu menandakan akan kehadiran Teteh.
***
Sekitar jam setengah tujuh, kami berdua sudah duduk di depan tv ruang tengah.
“Kamar Asep kosong, ternyata dia gak ada di rumah.” ucap Doni mengenai keberadaan Asep.
Begitulah, ternyata sejak tadi hanya ada aku dan Doni di rumah.
Kami berbincang seru, yang sedikit banyak dapat menyingkirkan kekhawatiran akan kondisi yang tengah terjadi.
“Kita ke warung the Yanti saj ayuk Brii..”
Doni memberikan ide yang cukup cemerlang ketika perasaan kami mulai tidak enak.
Kami langsung beranjak keluar rumah.
Berpayung, menembus hujan yang cukup deras, menuju warung Teh Yanti yang letaknya di pinggir jalan besar.
***
Senyum Teh Yanti menyambut kami.
“Hujan Teh, gak bisa kemana-mana.” Jawabku juga sambil tersenyum.
Kami berdua langsung ambil piring dan mengambil makanan, seperti biasanya.
“Yang lain sedang keluar rumah Teh, tinggal hanya kami saja.” Jawab Doni.
"Memi dan Sisi juga tidak ada di rumah?..”
"Iya Teh, mereka juga sedang tidak ada di rumah.." aku menambahkan.
"Tenang Teh, semoga dalam beberapa jam ke depan teman-teman yang lain pulang."
Aku merespon perubahan sikap Teh Yanti, perubahan sikap yang disebabkan kekhawatiran tentang kedaan kami.
***
Angin mulai bertiup kencang, suara petir kembali bersahut-sahutan, tampaknya cuaca semakin bertambah buruk.
"Kalian hati-hati ya..." ucap Teh Yanti setelah kami pamit pulang.
"Iya teh..."
***
Setelah itu kami masuk ke dalam.
Tanya Doni ketika kami sudah di dalam.
"Mati Don.." Jawabku singkat,
Kemudian kami tidak membahas hal itu lagi, dan berjalan masuk menuju ruang tengah.
Sejak sore tadi, perasaan memang sudah tidak enak, oleh sebab itulah mengapa semaksimal mungkin kami mengurangi keadaan yang dapat membuat ketakutan, membiarkan seluruh ruangan terang benderang adalah salah satu caranya.
***
Hujan yang masih turun dengan deras, ditambah dengan suara angin yang menderu, membuat suasana di dalam rumah mulai sedikit mencekam.
Saat itu kami yakin, kalau Teteh sedang berada di sekitar kami..
"Brii, kita pergi aja yuk., perasaanku semakin tidak enak." Setengah berbisik Doni mengajakku pergi keluar rumah.
"Mau pergi ke mana Don?, cuaca sedang buruk di luar"
Awalnya, semua berjalan sesuai dengan apa yang kami inginkan, sejenak dapat melupakan keadaan, sejenak kami tidak memikirkan situasi rumah yang cukup mencekam.
"Hihihihi..."
Ada suara tawa perempuan terdengar dari lantai atas, suara tawa yang sudah cukup kami mengenalnya.
Itu suara tawa Teteh..
Mencoba berpikir positip, akhirnya aku membuka suara dengan setengah berbisik..
"Kamu yakin kalau Memi dan Sisi tidak ada di kamarnya Don?"
Doni menjawab dengan berbisik juga, wajahnya mulai terlihat panik.
Kami kembali terdiam, namun suara tawa Teteh kembali terdengar, berulang-ulang..
Bergetar suara Doni, wajahnya terlihat pucat, sangat ketakutan.
Sementara aku, sama seperti Doni, ketakutan juga, tanpa tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba...
Gelap gulita..
Kami semakin panik..
"Iya Brii.." jawab Doni pelan.
Suara tawa Teteh untuk sementara tidak terdengar lagi..
Ternyata memang semua rumah dalam keadaan gelap, mati lampu juga, bukan hanya di #rumahteteh
"Don, sudah dapat lilinnya?"
"Sudah Brii, kita di meja makan saja ya."
Mendengar suara Doni, aku melanjutkan langkah menuju meja makan, yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang tengah.
Namun akhirnya kami lebih banyak diam, hanya sesekali melakukan obrolan, rasa takut sudah mulai menguasai, tidak dapat dialihkan.
Tawanya terdengar dari lorong tangga..
Kami terdiam..
Kami yakin kalau Teteh sudah berada dekat dengan tempat kami duduk, mungkin hanya kegelapan yang membatasi jarak kami, membatasi pandangan.
Kami masih tetap terdiam, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun...
"Hihihihi...."
Tawa Teteh kembali terdengar, kali ini suaranya sangat dekat..
"Hihihihihi..."
Kembali suara Teteh terdengar, lebih lantang, jaraknya sangat dekat..
Sambil menunduk dan terdengar menahan tangis, dengan suara bergetar Doni berkata:
"Teteh Brii..."
Perlahan aku menoleh ke arah kiri, mencoba melihat ke arah yang Doni tunjuk.
Badanku lemas, bulu kuduk berdiri semua..
Aku melihat teteh sedang berdiri di ruang tengah, persis di depan lorong tangga.
Semakin ketakutan, lalu aku kembali mengarahkan pandangan ke arah dapur.
Sementara Doni tetap menunduk dan mulai menangis, tangannya mencengkram tanganku semakin kuat.
Aku menoleh lagi ke ruang tamu, Teteh sudah tidak terlihat lagi, namun wangi bunga masih tercium tipis di dalam.rumah.
"Teteh sudah pergi Don.."
"Aku gak kuat Brii, kita harus ke luar rumah."
Kami langsung meninggalkan rumah detik itu juga.
***
Dilanjut lagi kapan-kapan..☺️
Terima kasih untuk yang sudah mengikuti cerita Teteh dari awal.
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam,
~Brii~ ~Teh Lena~