, 9 tweets, 2 min read Read on Twitter
Kalau anda pernah merasakan hidup sebagai Muslim minoritas di negeri Barat, anda akan merasakan betapa sakitnya menjadi obyek yg "dicurigai", di-lain-kan, menjadi sasaran fobia yg bisa berujung pada kekerasan spt di NZ kemaren.

Karena itu, hormatilah minoritas di manapun.
Di setiap negara pastilah selalu ada sekelompok orang yg kebetulan menjadi minoritas - - dalam level manapun: minoritas budaya, bahasa, etnik, agama, mazhab, sekte, ekonomi, dll.

Mari hormati perasaan kaum minoritas, dan lindungilah hak2 mereka.
Umat Islam bisa menjadi mayoritas di sebuah tempat, tetapi di tempat lain ia menjadi minoritas. Pengalaman minoritas Muslim sama dg pengalaman minoritas manapun.

Pengalaman minoritas selalu kurang lebih sama di mana2: mereka disepelekan, diliyankan, diabaikan, tak dihitung.
Yang menyedihkan adalah pengalaman minoritas dalam konteks pemilu. Di banyak negara, minoritas ini kalau tidak jadi sasaran perundungan/bully, ya jadi sasaran perolehan suara, apalagi jika kompetisi ketat, dan tak ada pihak yg unggul mutlak.

Minoritas jadi "tie breaker".
Yg menyedihkan adalah: mem-bully minoritas itu mudah karena "harga politik"-nya murah, ngga ada resiko, dan biasanya mendapat tepuk tangan dari selapisan mayoritas yg kebetulan konservatif.

Karena itu, minoritas bisa jadi tumbal dalam demokrasi yg terbuka.
Umat Islam jelas perlu merumuskan "fiqhul aqalliyyat", fikih minoritas yg pas dengan tantangan modern. Sbb umat Islam sekarang pun menjadi minoritas di banyak tempat.

Dan fiqhul aqalliyyat ini perlu mendengar suara dan pengalaman minoritas, termasuk minoritas Muslim.
Fikih Islam klasik ditulis dari sudut pandang pengalaman umat Islam sebagai mayoritas. Karena semua ulama Islam klasik yg menulis buku2 fikih klasik dulu hidup di negeri2 di mana umat Islam adalah mayoritas.

Masih jarang fikih yg ditulis dari sudur pandang pengalaman minoritas.
Yusuf Qardawi adalah salah satu dari sedikit ulama yg menulis ttg fikih minoritas ini. Sementara itu, setahu saya, masih belum ada ulama fikih Indonesia yg menulis fikih minoritas ini, meskipun pikiran2 terserak dari sebagian ulama dan sarjana Iskam ttg tema ini sudah ada.
Umat Islam perlu fikih yg tidak ditulis dari sudut pandang "tajribah tafawwuqiyyah", pengalaman superioritas, yg menjadi ciri fikih klasik kita. Melainkan jg fikih yang ditulisn dengan mempertimbangkan pengalaman sbg minoritas yg dipinggirkan.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Ulil Abshar-Abdalla
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!