kita kenalan 2008, pertama jadian 2008, sempet putus nyambung, lost contact, sampai akhirnya nikah
kenal selama itu, gue kira udah mengenal calon istri gue waktu itu
"7 tahun, kurang tahu apa lagi sih?'
siapa yang gak mengidam-idamkan coba?
tapi setelah menikah, beda cerita
jadi meski kalian kenal bertahun-tahun sama pasangan, pas nikah SANGAT MUNGKIN semua berbeda
bayangan paling standar
"enak ya nanti kalau udah nikah, pulang kerja ada yang nyambut, sayang-sayangin."
cewek juga mungkin punya bayangan sendiri
dan paling bisa buat kita jatuh lebih sakit lagi
punya harapan sebelum menikah
tapi pas udah nikah, harapan juga yang jadi 'orang ketiga'
kadang bikin kita gak bisa menerima pasangan seperti semestinya
"kok gak seindah yang di film-film ya?"
pertikaian yang disebabkan tidak bisa mengerti pasangan,
dan kita menuntut pasangan untuk mengerti kita
bahkan kita untuk mengerti diri sendiri saja belum bisa
jodoh itu bukan dicari
tapi dijebak
waktu kenal dan pacaran, the best part of us yang ditunjukkan
tapi saat sudah menikah, the real us perlahan terlihat
cinta didapat dengan perhatian,
dirawat dengan pendapatan dan pengorbanan
gue orangnya cukup males ngomong
tapi setiap pulang diwajibkan untuk cerita
kalau gue ketiduran, bisa jadi ribut besar
gak peduli perjalanan gue ke tempat kerja sebalik aja 3 jam
semua masalah ditelan dan dihadapi berdua
ini pun gue cerita karena udah izin dan semoga bisa jadi pelajaran
"kenapa sih dia begini?"
"kenapa sih dia begitu?"
"kenapa tidak seindah itu?"
sampai suatu hari gue gak sengaja dengar bapak-bapak tua bicara di telepon, sepertinya sedang menasihati anaknya
*deg*
selama ini gue menuntut untuk terpenuhinya kebutuhan gue
"kenapa sih dia..." "kenapa sih dia..."
bukannya bertanya "kenapa sih gue..."
terlempar memori-memori saat indahnya ijab kabul.
gue telah lupa bahwa ijab kabul itu sakral. ada hal yang sangat dalam terjadi:
saat ijab kabul, suami mengambil tanggung jawab ayah sang istri
itu hal besar
Mia menggantungkan hidup, hati, dan kebahagiaannya kepada ayahnya
sekarang:
ia menggantungkan semuanya pada gue, suaminya
suami macam apa yang mementingkan kepentingannya sendiri?!
Mia selalu marah saat gue meminta bangun siang/tidur siang saat weekend
karena
momen bersama ayahnya meski untuk sekadar membetulkan selang mampet begitu berharga
Mia ingin anak2 juga punya momen Sabtu dan Minggu bersama ayah, yang membekas dalam ingatan
selalu nuntut gue untuk supel dan buka obrolan dengan orang-orang, siapa pun itu, atasan, satpam, tukang nasi goreng
dan gue pernah dapet rejeki tak terduga dari 'berusaha supel' ini
gak peduli seorang suami dan ayah sudah siap atau belum
ketika kamu berkeluarga, kamu DIANGGAP SUDAH siap
the pressure is there
dan ketahuilah, GAK AKAN PERNAH ADA istri yang mau suaminya jelek
suami juga harus seperti itu ke istrinya,
kenapa?
cantik terus
senyum terus
nenangin dan hangatin keluarga terus
kalau
dibahagiain terus
dan gak ada sedekah yang lebih afdol dibanding menafkahi dan membahagiakan istri
karena gue sadar dalam pribadi gue masih banyak penyakit
dan seperti pahitnya obat, semoga konflik yang pernah terjadi bisa mengobati
mendewasakan
dan gue ternyata butuh orang yang punya keberanian buat 'ngebenerin' gue, karena selama ini gak pernah ada yang berani/mungkin gak enak aja
makasih ya, kamu, @miamulyas
kenyataannya, saat menjalani dan tersandung untuk pertama kali, kita sadar bahwa kita memang tidak akan pernah siap
bukan pula yang menuntut kamu jadi sempurna
tapi yang selalu tau, bahwa kamu lebih baik dari itu
berbahasa kata dalam tatap mata adalah cara untuk tetap waras di tengah rutinitas yang keras
24 Juli esok,
selamat ulang tahun, Mia
cuma bisa bales doain balik semoga semua kebaikan menaungi temen-temen dan keluarga 🤲🏻 🙏🏻