Contrary to what you may believe, It's NOT in a country's best interest to eradicate poverty.
Orang-orang miskin yang nyaman dengan kemiskinannya—dan tidak memberontak kepada petinggi agama, petinggi pemerintahan, dan petinggi bisnis.
(Berdasar data BPS, provinsi termiskin 2019 adalah Papua, Papua Barat, NTT, dan Maluku—sayangnya tidak banyak cerita dari sana yang terekspos.)
Falsafah ini dipraktikkan secara ekstrem oleh masyarakat Yogya dan, seperti ideologi dan isme apa pun yang dipraktikkan dengan berlebihan, hasilnya menjadi buruk: Menjadi pasrah akan nasib dan keadaan.
Di masyarakat sukses, tiap individunya percaya bahwa mereka bisa mengubah nasib dan meningkatkan privilese-diri-sendiri tanpa perlu merugikan orang lain.
But the relationship between entrepreneurship and jobs belongs to another thread, so let's get back to topic.
Orang miskin [yang tidak memberontak kepada ulama atau negara] tidak menyusahkan siapa-siapa.
Karena orang-orang miskin harus dijaga supaya tetap ada [agar ada suplai buruh murah], dan juga harus ditahan supaya tidak terlalu banyak [agar negara tidak kolaps].
Tapi, itu pun belum berarti anaknya pasti menyesal karena lahir dan diasuh oleh orang miskin.
Polling: Bagi kalian usia 11–30 tahun yang menganggap kalian dilahirkan oleh orang tua miskin, atau mengalami masa kecil dalam keadaan miskin, apakah kalian menganggap lebih baik dilahirkan atau tidak?
Tujuan negara dibentuk adalah menjamin status-quo dan meminimalkan konflik antarkelas, antarsuku, dan antargolongan.
Di mata negara, tidak begitu penting mengentaskan kemiskinan. Yang penting adalah: Menjaga status-quo dan membuat tiap orang nyaman berada di kelas sosioekonominya.
Contoh "negara gagal" adalah Indonesia di masa Soekarno—yang mengakibatkan kudeta oleh kubu Soeharto.
- keruntuhan ekonomi
- matinya infrastruktur
- kemiskinan, kelaparan, dan kematian
Sebagai pendukung Komunisme, dia menolak perdagangan bebas.
Di masa kerajaan, sebuah "dinasti" dibentuk atas dasar "House" atau "keluarga". Sekarang, basis "dinasti" adalah partai politik.
Ketika Perang Dingin, sebuah negara yang memiliki partai berbasis Komunisme akan otomatis dianggap kubu Soviet—dan dimusuhi oleh negara-negara anti-Kom.
Kekayaan alam Indonesia dijual dan para investor asing diundang oleh kubu Soeharto—sebuah hal yang tidak akan dilakukan oleh Soekarno.
Komunisme diharamkan dan dicap anti-agama, supaya pembantaian PKI punya pembenaran moral.
Berdasar Forbes (iya, yang hobi bikin daftar "xx under xx" itu) Suharto adalah koruptor terbesar sepanjang sejarah dunia.
(1) Hidup lebih enak ketimbang jaman Sukarno
(2) Walaupun kekayaan alam dikeruk, yang penting sembako murah
(3) Yang komplen sama Soeharto ditembak
(4) Suharto dianggap nabi karena berjasa memberantas PKI [yang dibranding sebagai amoral]
Dinasti yang memerintah tidak dikudeta, terlepas dari proporsi-persentase masyarakat miskin vs menengah vs kaya vs superkaya.
Kenapa Korut disebut "sukses"? Karena tidak percobaan-massal untuk mengkudeta pemerintah dan/atau merombak sistem saat ini.
Walaupun sebagian-besar warga negara Hong Kong kaya, terdidik, dan sama sekali tidak miskin, mereka memberontak dan menginginkan perubahan status-quo.
Satu, orang miskin diperlukan. Dua, kalau dijadikan kebijakan, sangat tidak populis dan bisa berujung pada "kudeta dinasti".