My Authors
Read all threads
Karena orang miskin dibutuhkan. Para petinggi agama perlu orang miskin, agar isu kesenjangan dan SARA bisa dimainkan. Para petinggi bisnis perlu orang miskin sebagai tenaga-kerja murah.

Contrary to what you may believe, It's NOT in a country's best interest to eradicate poverty.
Kemiskinan memang sengaja dipelihara oleh negara. Namun, tidak semua orang miskin disukai oleh negara. Yang dibutuhkan oleh negara adalah:

Orang-orang miskin yang nyaman dengan kemiskinannya—dan tidak memberontak kepada petinggi agama, petinggi pemerintahan, dan petinggi bisnis.
Pernah mampir ke Vietnam atau Thailand? Pernah terpikir kenapa harga di Hanoi atau Bangkok murah—mirip dengan harga di Bandung atau Jogja?

Karena kesenjangan sosialnya tinggi. Makin banyak orang miskin [yang nyaman dengan kemiskinannya], makin murah biaya hidup di sebuah negara.
Contoh paling relevan di Twitter adalah Yogyakarta. Karakter "nyaman dengan kemiskinannya" melekat kuat pada para user dari Yogyakarta.

(Berdasar data BPS, provinsi termiskin 2019 adalah Papua, Papua Barat, NTT, dan Maluku—sayangnya tidak banyak cerita dari sana yang terekspos.)
Di falsafah Jawa, ada pepatah "nrimo ing pandum". "Menerima dalam pemberian".

Falsafah ini dipraktikkan secara ekstrem oleh masyarakat Yogya dan, seperti ideologi dan isme apa pun yang dipraktikkan dengan berlebihan, hasilnya menjadi buruk: Menjadi pasrah akan nasib dan keadaan.
Apa ciri-ciri populasi atau masyarakat atau daerah yang kaya? Hanya ada satu faktor yang paling berpengaruh: "Kewirausahaan".

Di masyarakat sukses, tiap individunya percaya bahwa mereka bisa mengubah nasib dan meningkatkan privilese-diri-sendiri tanpa perlu merugikan orang lain.
"Kewirausahaan" adalah fondasi dari seluruh perkembangan kualitas barang dan jasa di sebuah peradaban. Banyaknya "pekerjaan" adalah hasil dari tingginya "kewirausahaan".

But the relationship between entrepreneurship and jobs belongs to another thread, so let's get back to topic.
Di mata negara—atau, lebih tepatnya, "mereka yang menjalankan sebuah negara"—keberadaan orang miskin itu menguntungkan; mereka relatif mudah diatur menggunakan ayat, uang, atau senapan.

Orang miskin [yang tidak memberontak kepada ulama atau negara] tidak menyusahkan siapa-siapa.
Jadi, kenapa negara tidak memberikan sanksi (penjara, aborsi-paksa, atau denda) kepada orang miskin yang beranak?

Karena orang-orang miskin harus dijaga supaya tetap ada [agar ada suplai buruh murah], dan juga harus ditahan supaya tidak terlalu banyak [agar negara tidak kolaps].
Adakah efek buruk jika semua orang dalam-sebuah negara berkualitas tinggi? Ya, sangat ada.

Persaingan makin ketat. Standar "sukses" makin tinggi. Tingkat keputusasaan dan bunuh-diri tinggi karena makin banyak orang yang merasa "gagal memenuhi ekspektasi keluarga dan masyarakat".
Dilihat dari /helicopter view/, satu-satunya yang disusahkan oleh orang miskin adalah: anaknya. Tidak ada elemen-masyarakat lain yang dirugikan oleh orang miskin selain anaknya sendiri.

Tapi, itu pun belum berarti anaknya pasti menyesal karena lahir dan diasuh oleh orang miskin.
Tentu saja pengalaman tiap individu akan berbeda. Saatnya survei membuktikan.

Polling: Bagi kalian usia 11–30 tahun yang menganggap kalian dilahirkan oleh orang tua miskin, atau mengalami masa kecil dalam keadaan miskin, apakah kalian menganggap lebih baik dilahirkan atau tidak?
Tidak. Negara (terlepas dari kubu mana pun yang sedang berkuasa—baik agamis atau nasionalis, liberal atau konservatif) berperan penting dalam menjamin kestabilan.

Tujuan negara dibentuk adalah menjamin status-quo dan meminimalkan konflik antarkelas, antarsuku, dan antargolongan.
Langkah negara untuk menjamin status-quo adalah dengan menyuap sebanyak mungkin warga negara.

Di Indonesia, "menyuap masyarakat" ini dilakukan lewat rekrutmen PNS: Dibiarkan berkinerja-rendah dan bertunjangan-tinggi agar banyak yang punya paham "setia kepada Indonesia itu enak".
Makin banyak yang nyaman jadi warga negara, makin kecil potensi terjadinya konflik antarkelas dan kerusuhan sipil.

Di mata negara, tidak begitu penting mengentaskan kemiskinan. Yang penting adalah: Menjaga status-quo dan membuat tiap orang nyaman berada di kelas sosioekonominya.
Negara disebut "gagal" bukan ketika sebagian-besar rakyatnya miskin, melainkan saat ada kudeta yang sukses merombak-secara-drastis sistem pemerintahan dan ekonomi di negara itu.

Contoh "negara gagal" adalah Indonesia di masa Soekarno—yang mengakibatkan kudeta oleh kubu Soeharto.
Di masa 1945–1964, Soekarno, yang tidak paham apa-apa tentang pengelolaan negara dan ekonomi, gagal mengelola Indonesia dan menyebabkan:
- keruntuhan ekonomi
- matinya infrastruktur
- kemiskinan, kelaparan, dan kematian

Sebagai pendukung Komunisme, dia menolak perdagangan bebas.
Kudeta hanya akan sukses jika tingkat kepercayaan rakyat ke pemerintah rendah—ketika rakyat merasa tidak nyaman dengan "dinasti" yang sedang memimpin.

Di masa kerajaan, sebuah "dinasti" dibentuk atas dasar "House" atau "keluarga". Sekarang, basis "dinasti" adalah partai politik.
Kubu ekonomi-liberal yang saat itu diwakili oleh Soeharto mendapat cukup dukungan untuk mengkudeta kubu Soekarno—termasuk PKI.

Ketika Perang Dingin, sebuah negara yang memiliki partai berbasis Komunisme akan otomatis dianggap kubu Soviet—dan dimusuhi oleh negara-negara anti-Kom.
Kudeta berhasil. Satu juta simpatisan Komunisme dibunuh—sebagai sinyal kepada dunia bahwa Indonesia bukan ada di kubu Komunis. Soekarno dibuang.

Kekayaan alam Indonesia dijual dan para investor asing diundang oleh kubu Soeharto—sebuah hal yang tidak akan dilakukan oleh Soekarno.
Setelah pembukaan jalur-dagang oleh kubu ekonomi-liberal yang diwakili Soeharto, Indonesia mendadak kaya. Rel kereta kembali berfungsi, listrik masuk desa, lalu pabrik-pabrik berjalan lagi.

Komunisme diharamkan dan dicap anti-agama, supaya pembantaian PKI punya pembenaran moral.
Apakah, ketika itu, "liberalisasi ekonomi" dirasakan dengan merata oleh rakyat Indonesia? Tidak. Sebagian besar keuntungan ekonomi masuk ke keluarga Suharto.

Berdasar Forbes (iya, yang hobi bikin daftar "xx under xx" itu) Suharto adalah koruptor terbesar sepanjang sejarah dunia.
Kenapa di zaman Suharto tidak ada kudeta?

(1) Hidup lebih enak ketimbang jaman Sukarno
(2) Walaupun kekayaan alam dikeruk, yang penting sembako murah
(3) Yang komplen sama Soeharto ditembak
(4) Suharto dianggap nabi karena berjasa memberantas PKI [yang dibranding sebagai amoral]
Wow, pembahasannya ke mana-mana. Poinnya adalah: Berdasar sudut pandang versi-sinis-dan-jahat dari ilmu tata negara, sebuah negara disebut "sukses" saat:

Dinasti yang memerintah tidak dikudeta, terlepas dari proporsi-persentase masyarakat miskin vs menengah vs kaya vs superkaya.
Dari sudut pandang itu, Korea Utara adalah negara yang "sukses"—walaupun rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan semua akses internet untuk warganya diblokir.

Kenapa Korut disebut "sukses"? Karena tidak percobaan-massal untuk mengkudeta pemerintah dan/atau merombak sistem saat ini.
Dengan sudut pandang yang sama, Hong Kong di saat Q3–Q4 2019 adalah sebuah "failed state" karena tidak mampu menjaga kestabilan.

Walaupun sebagian-besar warga negara Hong Kong kaya, terdidik, dan sama sekali tidak miskin, mereka memberontak dan menginginkan perubahan status-quo.
Kembali ke premis awal: Kenapa pengelola negara tidak mengambil langkah ekstrem pembatasan-keturunan untuk memutus rantai kemiskinan? Karena ya, buat apa?

Satu, orang miskin diperlukan. Dua, kalau dijadikan kebijakan, sangat tidak populis dan bisa berujung pada "kudeta dinasti".
Tertarik dengan opini soal kemiskinan, struktur, dan privilez? Silakan baca utas survei di bawah ini dan diskusikan dengan teman sebangkumu.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Okihita

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!