Profile picture
Rumail Abbas @Stakof
, 30 tweets, 4 min read Read on Twitter
Social Experiment "Peluk Aku" Bercadar.
Pasca tragedi ledakan bunuh diri yang secara simbolis dilakukan perempuan bercadar, ada yang harus dipertegas di sini (bagi muslimah bercadar):

"Mulailah untuk menghilangkan watak asosial sejak dini (setelah muncul dorongan bercadar dalam hati)."
Ada gak perempuan bercadar yang akrab dengan kanan-kiri?

Banyak!

Namun lebih didonimasi pada lingkungan dan habibat yang seragam.

Dari sini bisa jadi persoalan.

Kenapa?

Manusia diciptakan beragam, jangan ngumpul sama ekosistem yang seragam.
Kendati bercadar menurut syariat konvensional memiliki muatan teologis (versi pemakai cadar), akan tetapi syariat pula mengajarkan bahwa "hablun minan naas" juga memiliki bobot teologis (dan sosial) yang sama beratnya.

Rasa-rasanya bisa disebut naif dan picik jika menafikannya.
Boleh nDak memakai cadar?

Boleh!

Hak antum dilindungi. Paling asasi: mengapresiasikan dorongan teologis ke dunia aplikatif.
Sama seperti pengaplikasian syariat mana saja, hal yang bersifat teori kadang² terbentur dan memiliki banyak kendala.

Khusus untuk cadar: dorongan menutup diri dengan cadar (secara harfiah) tidak berarti mewajibkan menutup gerak-gerik sosial.
Tepat di sini permasalahannya:

Cadar berarti menutup. Aplikasi menutup ini kerap dimaknai dengan menutup yang total.

Makanya kepada (sebagai contoh) lawan jenis sangat menjaga jarak (dengan sangat radikal, bahkan terkesan keras kepala dan konyol).
Fikih tradisional (yang sering dipakai antum semua) memang memberikan batasan-batasan yang sangat tebal untuk dirobohkan.

Saking tebalnya, tidak hanya soal lawan jenis dipersoalkan; bahkan disunnahkan perempuan itu di rumah saja, jangan keluar rumah.
Alasannya sederhana: menghindari fitnah.

Logika fikihnya sederhana: menghindari mafsadat lebih baik dari mendatangkan manfaat (preventif).

Karena itu, daripada kenapa², "tanpa ambil pusing" akses untuk perempuan dipersempit sedemikian rupa.

Dan dimulai dari tubuhnya.
Pandangan fikih modernis dan intelektual revisionis (menyomot istilahnya Prof. @MunimSirry): konteks Arab (dan Timur Tengah) pada masa kenabian memang cukup rawan bagi perempuan, dan konteks itu menjadi pendekatan dalam merumuskan fikih feminis.
Dan sampai sekarang tidak banyak berubah itu kulturnya.

Meskipun makin lama makin aman (relatif) dan akomodasi terhadap perempuan diperlebar, Timur Tengah seakan enggan mengubah fikih feminis menjadi lebih longgar.
Faktornya bisa jadi macam², akan tetapi yang paling dominan (menurut saya) sederhana: perumus fikih feminis masih didominasi watak maskulin, dibuat oleh maskulin, dan kurang "mengakomodasi" ruh feminim di dalam fikih.
Meski makin ke sini makin baik, tentu tidak begitu memuaskan. Khususnya dalam mengakomodasi fikih perempuan.
Kembali ke Social Experiment tadi.

Saya nDak melarang cadar, silakan, itu hak antum.

Saya hanya memberikan saran: imej cadar untuk sekarang, dimulai tragedi nahas silam, harus diakui begitu menyakitkan.
Pelakunya jelas: bercadar.

Dari situ cukup sulit menampik (apalagi "memutihkan" imej buruk) bahwa cadar sebagai simbol relijius sudah beranjak menjadi simbol yang secara tidak sadar membawa teror.
Generalisasi secara berlebihan terhadap simbol cadar memang termasuk salah nalar.

Tapi hal ini didukung oleh para pemakainya yang eksklusif, sangat tertutup, dan berhati² (yang melewati batas wajar seperti di atas).

Salah, iya. Tapi bisa dimaklumi.
Tapi tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Karena dilema juga menghinggapi orang² yang memiliki kawan bercadar.

Memutuskan persahabatan, canggung. Masih berteman, ya kali siapa yang jamin kagak menyembunyikan sesuatu di balik tubuhnya yang sangat sulit ditebak itu?
Jika antum memiliki kawan yang sangat percaya pada antum, menghormati fesyen antum, dan dia tidak bercadar, maka hal ini tidak jadi masalah.

Masalahnya, antum mau membuka diri (tidak secara harfiah) terhadap manusia lain, tidak?
Maka sebelum melakukan social experiment, sangatlah wangun jika diawali dari circle antum.

(Karena social experiment "Peluk Aku" itu terlalu prematur dilakukan)

Caranya?

Ya tadi, berani nDak mendobrak kebakuan fikih tadi?
Ketemu orang lain, dilarang fikih untuk memulai menyapa (apalagi lawan jenis). Main lewat saja tanpa toleh kanan-kiri, apalagi permisi.

Ekspresi dengan orang lain, jika benar² gembira coba diekspresikan dengan tertawa yang bersuara (yang tidak berlebihan).
Karena kita kagak tahu antum bermimik muka macam apa di balik cadar itu.
Coba bangun kepercayaan secara alamiah. Tidak dibuat-buat.

Dibuat-buat itu ya kayak tadi: awalnya tertutup, lantas di depan publik merasa dizalimi sebagai pemakai cadar yang digebyah-uyah sebagai simbol teror.

Raih teman yang beragam, dengan ekspresi yang bisa ditangkap.
Kalau seluruh perempuan bercadar bersosial dengan baik, sama baiknya seperti perempuan-perempuan lain lakukan, nanti antum nDak perlu defensif sendirian.

Karena saya jamin, secara alamiah pembelaan² akan muncul dari non-cadar. Bahkan lebih keras pembelaannya.
Bukti keberhasilannya, ada?

Saat Barat mengalami teror dan pelaku teror tersebut diafiliasikan kepada Islam, memang muncul narasi peyoratif kepada agama termuda ini.

Lantaran banyak muslim yang memiliki hubungan baik dengan non-muslim, terbuka, siapa yang membela?
Pembelanya tidak hanya datang dari muslimin, tapi kafirin juga gak kalah banyak!

Itu karena dominasi muslim yang baik sangatlah banyak, sehingga upaya menyamakan pemeluk Islam dengan pelaku teror (yang muslim juga) tidak lagi memiliki argumen yang bisa dipertahankan.
Alamiah kok, itu.
Tinggal satu lagi persoalannya: antum semua mau, nDak?
Kalau kurang kooperatif, ya naif namanya.

Antum meminta manusia lain menghormati dan memahami antum, tapi antum sendiri menutup diri untuj menghormati dan memahami manusia lain.
Akhirat itu ditunai dari perbuatan di dunia. Di dunia berlaku hukum Allah, yaitu: serawungan di tengah² makhluk hidup lain yang macam².

Itulah kenapa hablun minallah tidak cukup. Karena kudu dibarengi itu hablun minan naas.

Dua-duanya berbobot syariat. Gak usah khawatir.
Promosi dulu:

😎

#END
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Rumail Abbas
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member and get exclusive features!

Premium member ($3.00/month or $30.00/year)

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!