Kedua penanggap ini, hematku, cukup mewakili dua alam pikiran menonjol di negeri ini dlm melihat persoalan.
Padahal terlalu berbahaya jika berita detik tsb justru menyulut emosi bbrpa kelompok yang punya sumbu mudah terbakar.
Ini jadi tidak ubahnya upaya menghasut publik utk turut menghakimi sblm melakukan konfirmasi.
Mereka bs dipastikan tdk punya maksud melecehkan agama, kecuali hanya mengajak merenung lewat guyonan.
Padahal kalau direnung2, bgm bisa mengatakan agama sbg sumber kesejukan jika agama justru makin sering diperlihatkan pemeluknya sbg bensin yang rentan terbakar dan membakar.
Takkan ada yang berani melempar guyon. Jadilah negeri yang katanya paling ramah ini berubah jadi negerinya para pemarah.
Siapa yang mengecilkan? Bukan orang lain, tapi pemeluknya sendiri.
Masak yang beragama jadi berkutat pd konsep "bela agama" yang mengawang-awang saja, tidak membumi.
Padahal yang beragama sering mengklaim dirinya lbh baik drpd yg tak beragama.
Dia mengambil jalan mengusir setan dgn cara di luar dugaan. Ia mengambil sandal dan melempar ke arah suara itu.
Ia berdalih itu salat jenazah khusus krn jenazah ini terlalu byk dosa, jadi tdk cukup dgn salat jenazah umumnya. Sbg kilahnya.
Maqamnya mmg sudah sampai pd titik bahwa dia sendiri tidak ada, yang benar² ada cm Tuhan.
Saat ditanya, knp melempari teman sendiri, ia menjawab, "Inilah caraku menguji teman. Bgm dia mengaku temanku jika batu saja bisa bikin dia menjauhiku."
Mereka adalah dua anak muda--yg berwajah lbh tua drku--yg bgmpun msh gigih menebar pesan damai dlm perbedaan.
Jadi, lihatlah dgn kacamata humor sambil merenung2 pesan baik yg mereka bawa. Jangan pakai kacamata hakim.
Lha kita yang pengetahuan hukum saja masih asal-asalan masak semangat amat buat menghakimi.
Itu lebih membahagiakan daripada sekadar menghakimi. Sebab menghakimi ini bahkan bikin calon jodoh pun bisa makin menjauh.