Kompensasi layak vs pasar lokal yang nggak suportif. Idealisme berkarya vs tren karya-karya beracun. Gimana dong?
It's tricky, to say the least.
"Di penerbit Indo cuma Rp 100rb/hlm tapi di luar $100." Tapi dicek ternyata di Indo rightsnya di kita semua, di luar rightsnya di mereka semua. Ini apples to oranges.
Komisi = pesenan klien, kelar bikin ya sudah
Beli putus = kita udah bikin, klien suka, dibeli semua hak ciptanya
Royalti = haknya tetap di kreator
Hak opsi = klien minta hak buat ngolah karya kita, kita ga boleh apa-apain selama sekian tahun
Enggak dikit. Ini umum. Di luar banyak yang nggak sampai angka ini. Potongan jg lebih banyak.
"Di luar bikin komik bisa dapat lima digit USD per buku!"
Di luar banyak yg masih beli buku cetak. Buku dipinjam dari perpus pun pengarang masih dapat.
Nah, ini baru namanya sedikit. Banget, malah. Film itu bisa datangin keuntungan berapa? Dan itu harga untuk berapa lama sampai komik kamu bisa kamu jual adaptasi filmnya ke pihak lain? Opportunity cost kamu berapa?
Pernah bayangin nggak kalau habis itu komik kamu malah nggak laku, dan penerbit ini rugi besar? Gimana penerbit lain bakal nilai kamu?
Harga tinggi itu nggak selalu berita baik. Hati-hati, ya.
Jangan lupa bahwa komikus ini mungkin sudah berkarir bertahun-tahun, ngadepin ratusan penolakan, latihan gambar tiap hari, buang 80% hasil karyanya karena revisi, dealing with stress, etc.
Tapi kreator juga kudu paham kalau nggak ada yang instan. Dan bahwa karya itu proses kolaboratif, bakal ada revisi dan adaptasi. Makin gede makin banyak stakeholders yg bakal cawe-cawe.
Di sisi lain, tiap ngobrol sama teman Korea, mereka semua ternganga betapa jauh relatif lebih mudah di sini buat diterbitkan atau jadi webtunis resmi.
Tapi susah jadi kaya.