Kebanyakan penerjemah membahas sloka ini sepintas lalu. Saya melihatnya sebagai undangan menyelami Diri. #NgajiSutasoma

"... singkatnya, carilah Ia di dalam Kesadaran [pet vulik riṅ hati] melalui yoga-samādhi dgn segenap daya [sĕkuṅ yoga lāvvan samādhi]..."
Ada yg menyebutNya Śrī Bajrajñāna, yg esensinya adl kekosongan, nol agung [śūnyātmaka], tanpa cela [anindya], yang bercahaya terang seperti Surya & Candra [candrārka purṇādbhuta].
Tp bagi mereka yang betul-betul memahami, air ya air... mau disebut banyu, water, cai, pani, dst tidak ada perdebatan.
Ada istilah menarik yg digunakan Mpu: bhrāntacitta—mereka yg tak puas dgn dogma, pengetahuan pinjaman, krn itu mereka mencari ke sana ke mari (bhrānta).
Persis demikian yg dikatakan Sang Mpu. Bagaimana menjelaskan sesuatu yg murni & melampaui pikiran-perasaan, nirmala-acintya-rūpa?

Tradisi peradaban kita bisa melihat bahwa setiap orang harus menempuh perjalanannya masing-masing. Jalanku tidak lebih agung darimu.
oṁ namaḥ śivāya, namo buddhāya
oṁ śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ 🙏🏼