Profile picture
, 98 tweets, 12 min read Read on Twitter
Seperti sepasang mata berwarna merah menyala. Bergerak mendekat sedang berjalan sedirian, terus bergerak sementara objek lain di sekitarnya diam mematung.

Mahluk apa itu?

Di tengah hutan belantara ini gw sendiran, ketakutan.

#memetwit
@InfoMemeTwit
Kisah yang akan gw ceritakan ini terjadi di kisaran tahun 2005, gw mengalaminya bersama Rai.

Kejadian yang sepertinya menjadi titik balik atau apalah istilahnya, karena setelahnya gw jadi mulai menerima keadaan yang sering “bertabrakan” dengan frekuensi dengan “sisi lain”.

***
Sekitar tahun 2005, kalo gak salah masa liburan di tahun-tahun awal kuliah.

Waktu gw berniat untuk mudik ke Cilegon, dan akan mampir ke Bogor untuk menjemput Rai yang kebetulan libur kuliah juga, sekalian mudik bareng.
Singkat kata, kami akhirnya sudah di dalam kendaraan menuju pulang.

Seperti biasa, gw duduk di belakang kemudi, Rai bertugas sebagai DJ musik dan navigator, tentu saja gak ketinggalan ocehannya terus menerus menemani selama perjalanan.
Kami tiba di kota Serang sekitar pukul sepuluh pagi, ketika tiba-tiba Rai nyeletuk mengeluarkan kalimat ajakan.

“Brii, ada pantai yang gw baru denger, namanya Pantai Rancecet. Kita ke sana yuk, dengar-dengar katanya bagus, kayak Kuta.”
“Di mana tuh Rancecet Rai?”

“Daerah ujung Kulon Brii, yaaahh jalan santai enam jam lah dari sini. Gak usah lama-lama, kalo udah gelap kita pulang.”

Begitu kata Rai.
Dari kecil kami memang selalu begitu, senang berpetualang, mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Serunya, kami jarang merencanakan kegiatan atau perjalanan yang akan dilakukan, lebih banyak dadakan, seperti kisah yang gw ceritakan kali ini.
Jadi, Rai mengajak gw untuk mengunjungi tempat wisata, pantai, yang letaknya di sisi selatan pulau Jawa, Banten bagian selatan.
Gw sendiri waktu itu baru dengar ada pantai yang namanya Rancecet, lalu tiba-tiba Rai mengajak untuk datang mengunjungi akhirnya gw mengiyakan ajakannya. Toh kami gak ada yang dikejar juga, dan rumah sudah dekat.
Setelah sepakat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Rancecet, gw lalu mengarahkan kendaraan menuju Pandeglang.

Akan memakan waktu kira-kira enam jam perjalanan dari kota Serang.

***
Waktu itu, Road trip menyusuri jalan-jalan di Banten itu nyaris sama situasinya dengan daerah lainnya, di beberapa bagian kondisi jalan gak terlalu bagus walaupun masih bisa dilalui oleh kendaraan.
Bedanya dengan daerah lain, hanya sedikit dari banyak wilayah Banten yang menjadi daerah tujuan wisata favorit, mungkin hanya pantai Anyer yang paling terkenal, selebihnya hanya tempat bagus yang masih jarang orang yang tahu.
Gw dan Rai hanya mengandalkan insting dan “Tanya penduduk sekitar” untuk mencapai tujuan, satu-satunya informasi yang kami tahu, pantai Rancecet dekat dengan Cibaliung, kota kecil di bagian selatan Banten.

Maka, ke Cibaliunglah tujuan kami.
Pandeglang, Labuan, Cibaliung, Rancecet, itulah kira-kira kota-kota yang harus dilalui.

Waktu itu hari kamis, bukan hari libur kerja, jadi perjalanan agak lowong, target kami paling lambat jam empat sore sudah sampai tujuan.
Perjalanan lebih banyak menemui hutan-hutan kecil dan perkebunan, rumah penduduk hanya ditemui sesekali, kecuali kalau sedang melintas di salah satu kota, suasana akan sedikit lebih ramai.
Perjalanan menjadi semakin sepi ketika sudah melewati kota Labuan, lalu menuju Cibaliung, sedikit menyusuri pantai Tanjung lesung yang cukup indah.
Setelah lewat Tanjung Lesung, lalu kami harus berbelok ke arah kiri dan jalanan mulai menanjak karena harus menaiki wilayah gunung dan perbukitan.
Di daerah ini perjalanan mulai semakin “seru”. Rumah penduduk semakin jarang terlihat, kanan kiri jalan lebih banyak hutan, diselingi dengan perkebunan karet atau sawit.
Hutan, kami lebih banyak melintasi hutan yang sangat rindang, karena di situ sudah semakin dekat ke dalam wilayah Taman Nasional Ujung Kulon. Jadi, begitulah..
Ujung kulon ini menurut gw salah satu tempat yang sangat menyeramkan, kalau berniat untuk mencari hal-hal ghoib dan perhantuan.
Gw pernah bermalam di dalam hutan Ujung kulon bersama beberapa teman, saat itu kami banyak mengalami kejadian yang amat sangat di luar nalar dan gak masuk akal, tapi benar terjadi, ngeri.

Nanti kapan-kapan gw cerita, gak malam ini.
Tapi kalau mengesampingkan hal-hal yang seram tadi, Ujung Kulon ini termasuk tempat yang sangat indah, hutannya masih amat sangat belantara. Pada beberapa wilayah, sinar matahari gak bisa menembus masuk karna tertutup oleh rindangnya pepohonan.
Di dalam hutan, gw pernah melihat pohon yang sangat besar, batangnya berdiameter sekitar tiga sampai empat meter, besar banget.
Di ujung kulon inilah tempat tinggal dari hewan yang sangat langka, Badak Cula Satu, hewan yang sangat lucu dan menggemaskan. Info terakhir yang gw dapat, Badak ini jumlahnya hanya tinggal 42 ekor saja. Semoga gak punah ya..😢
Begitulah, ujung kulon memang banyak menawarkan keindahan alam, sangat layak untuk jadi tempat tujuan berwisata.

***
Perjalanan antara Tanjung Lesung - Cibaliung keadaan dan situasinya sangat “seru”, keluar masuk hutan belantara. Walaupun waktu itu masih siang tetapi sudah agak cenderung gelap, karena jalanan lebih banyak tertutup pepohonan yang rindang.
“Siang begini aja seram ya Brii, gimana malam nanti coba.” Begitu kata Rai,

“Makanya, nanti kita gak usah lama-lama, serem juga lewat daerah ini malam-malam.” Gw menjawab dengan kalimat yang berisi kegusaran.
Akhirnya, sekitar jam tiga sore kami sampai di Cibaliung, kota kecil yang benar-benar kecil.
Hanya ada beberapa toko di sisi jalan, tetapi rumah penduduk sudah cukup banyak terlihat.

Di Cibaliung kami hanya melintas, mengejar waktu untuk segera sampai di Rancecet, menurut penduduk yang kami tanya, jaraknya masih dua puluhan kilomenter lagi.
Nah, di wilayah setelah Cibaliung ini jalanannya walaupun sudah beraspal tetapi cukup sempit, hanya bisa dilalui dengan nyaman oleh kendaraan kecil. Kalau berpapasan dengan kendaraan lain, salah satu harus mengalah dengan turun ke jalan tanah.
Salah satu ciri dari wilayah yang sudah dekat pantai adalah kami mulai sering melewati sungai, besar maupun kecil, sungai-sungai ini nantinya akan bermuara ke laut.

Ciri lainnya, banyaknya tanaman yang banyak hidup di tempat yang berair payau, gw lupa nama tanamannya apa.
Semakin mendekat ke pantai, semakin jarang kami melihat rumah penduduk, gak terlalu aneh karena wilayah ini memang jauh dari kota besar, dan juga banyak yang belum tahu kalau di sudut ujung kulon ini ada pantai yang katanya bagus.

***
Papan berukuran kecil membentuk tanda panah ke kiri, bertuliskan “Pantai Rancecet”, menjadi patokan kami untuk memasuki wilayah yang sepertinya pantai.
Pintu gerbang hanya portal bambu yang menganga terbuka, gak ada orang yang menjaga, kanan kiri dipenuhi ilalang liar dan semak belukar, dari titik itu pantai belum terlihat.

Lalu kami memasukinya..
Sepi, sama sekali gak ada pengunjung, mungkin karna hari sudah sore dan sebentar lagi gelap, mungkin.

Mulai banyak terlihat pohon kelapa yang berjajar rapih, rumput kering dan ilalang masih terlihat memenuhi pemandangan, belum bisa dibilang sebagai tempat wisata yang indah.
Hingga akhirnya, beberapa menit kemudian rumput ilalang tiba-tiba berganti pasir laut yang terhampar luas, gak jauh dari situ kami sudah melihat lautan lepas.

Sampai juga di tujuan..
Turun dari kendaraan, kami melepaskan pandangan ke segala penjuru. Kesan pertama, pantai ini memiliki kontur yang landai dan sangat luas, sejauh mata memandang ke kiri dan kanan hanya terlihat garis pertemuan antara air laut dan pasir putih, panjang banget.
Waktu itu cuacanya gak terlalu cerah, langit agak mendung dan angin bertiup cukup kencang, gelombang lautnya gak bersahabat, menimbulkan suara deru ombak yang bersahutan.
Oh iya, wilayah ini termasuk wilayah pantai laut selatan pulau Jawa, yang katanya termasuk wilayah kekuasaan nyi Roro Kidul. Memang iya sih, hawa mistisnya cukup terasa, agak-agak seram juga.
Masih jam lima sore, tapi sudah benar-benar sepi, gak ada orang sama sekali. Gw dan Rai duduk di atas pasir sambil memandang ke laut, berbincang menikmati suasana pantai.
Sebenarnya ini pantai yang bagus dan indah, tapi mungkin karna aksesnya masih kurang bagus dan jarak dari kota sangat jauh jadinya sepi.

“Ah tapi mungkin kalau sabtu minggu rame Brii..” Begitu kata Rai menanggapi omongan gw.

Ya mungkin aja, semoga saja begitu.
Biasanya juga kalau di daerah pantai sering ada warung-warung kecil di pinggirnya, menjajakan makanan atau jajanan untuk ditawarkan kepada pengunjung, nah di sini gak ada, kosong aja, gak ada warung atau orang jualan. Aneh..
Suasana yang mulai semakin gak enak, mendekati jam enam kami memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.

Pada saat sedang berjalan menuju kendaraan, langkah kami terhenti ketika melihat ada bangunan yang berdiri beberapa belas meter di sebelah kanan jalan.
“Kok tadi kita gak liat bangunan ini ya Rai?”

Entah gak memperhatikan atau gimana, kami memang gak melihat ada bangunan ini ketika datang tadi, ya mungkin saja karna terlalu excited melihat ke arah pantai.
Kemudian kami berjalan mendekati bangunan itu, penasaran.
Bangunanya berbentuk rumah panggung tapi gak terlalu tinggi, semi permanen yang terbuat dari kayu dan bambu.

ketika sampai di terasnya, barulah kami menyadari kalau bangunan ini ternyata adalah hotel.
Hotel yang gak terawat, lantainya dipenuhi debu dan daun kering yang bertebaran.

Gak jauh dari tempat kami berdiri ada meja panjang yang sepertinya diperuntukkan sebagai meja lobi atau resepsionis.

Lagi-lagi, kami gak menemukan satu orang pun di tempat ini, sepi dan kosong.
Bangunan berbentuk segi empat yang besar, kami menebak kalau kamar-kamar tamu berada di bagian belakang.

Sepinya bangunan hotel membuat kami juga menjadi lebih banyak diam tanpa suara, terus memperhatikan keadaan sekitar yang menurut kami cukup aneh.
Apakah hotel ini masih beroperasi?

Apakah ada karyawan di dalamnya?

Banyak pertanyaaan dalam benak.
Lebih aneh lagi, walaupun sama sekali gak ada orang yang terlihat tapi gw merasa kalau banyak yang “berlalu lalang”, tanpa suara suasananya menggambarkan keramaian, tanpa wujud situasinya seperti banyak orang.
Hari yang mulai gelap, hotel gak berpenghuni ini terlihat menjadi semakin kelam, ada resonansi yang mengajak kami untuk tetap tinggal.
“Brii, ada orang di dalam.”

Suara Rai memecah kesunyian.

Ketika gw melihatnya, Rai sedang memandang pintu kaca yang ada di sebelah kanan meja lobi. Karna penasaran, gw jadi ikut mengarahkan pandangan ke pintu kaca itu.
Benar kata Rai, ada orang yang sedang berdiri dalam gelap dalam ruangan di balik pintu kaca.

Walaupun samar, tapi kami dapat melihat kalau itu adalah seorang laki-laki, mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih, berdasi kupu-kupu, bercelana panjang hitam.
Dia berdiri diam memperhatikan dari dalam.

Sesaat kami terpaku, seperti terhipnotis gak bisa bergerak.

Sampai akhirnya sosok itu membalikkan badannya dan berjalan masuk lebih ke dalam bangunan, kemudian menghilang dalam gelap.
“Ayok Rai, cabut dari sini..”

Gw mengajak Rai pergi setelah sadar kalau ada yang gak beres dengan bangunan ini.

Hotel yang aneh..

Kemudian kami meninggalkan pantai Rancecet.

***
Kelaparan, sepanjang jalan pulang kami mencari tempat makan untuk mengisi perut, tapi gak ada hasil.
Kota terdekat jaraknya sekitar dua jam lagi, masih cukup jauh, sementara beberapa saat lagi waktu maghrib tiba. Gak lama kemudian kami melihat ada masjid kecil di pinggir jalan, lalu kami berhenti untuk shalat dan beristirahat sebentar.

Setelah selesai kami lanjut perjalanan.
Waktu itu masih sekitar jam tujuh, tetapi terasa sudah seperti tengah malam. Jalan yang kami lalui sudah sangat sepi, sangat jarang berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan, hanya sesekali sepeda motor yang terlihat melintas.
Hutan rindang di kanan kiri jalan menambah suasana menjadi agak mencekam,

Jendela kami biarkan terbuka sebagian, membiarkan angin malam untuk masuk, ini juga yang membuat terdengar suara hutan yang sedang kami susuri jalan di tengah-tengahnya.
Benar-benar hutan lindung, jalannya naik turun mengikuti kontur tanah. Penerangan hanya bersumber dari lampu kendaraan kami, gak ada lagi.
Awalnya, banyak bahan perbincangan menarik, kami masih ngobrol seru dalam kendaraan, tapi semuanya agak berubah ketika sampai nyaris jam sepuluh malam kami belum juga menemukan kota atau minimal rumah penduduk.
Selama nyaris tiga jam kami berjalan di dalam hutan belantara, seperti gak ada jalan keluar..

***
“Awas Brii…!!!”

Gw langsung menginjak rem dalam-dalam, seketika itu juga mobil berhenti.

Pandangan kami tertuju ke depan, beberapa meter di depan mobil ada sesuatu yang menghalangi jalan.
Awalnya gw pikir itu batang pohon kelapa yang melintang memenuhi badan jalan, karena bentuk dan ukurannya memang seperti pohon kelapa, tapi ternyata bukan.

Benda sebesar pohon kelapa itu ternyata bergerak,
Setelah dilihat dengan lebih seksama, benda itu bersisik, ternyata itu ular yang ukurannya besar.

Ular yang sedang menyeberang jalan, benar-benar ular yang sangat besar.

Ular paling besar yang pernah kami lihat selama hidup.
Kami tetap diam menunggu di atas kendaraan sampai ular itu benar-benar sudah pergi.

***
“Sudah jam sepuluh Brii, lo yakin kita gak nyasar nih?”

“Lah dari tadi kan gak ada jalan bercabang Rai, kita kan ikutin jalan satu-satunya ini, nyasarnya di sebelah mana coba?”
Perbincangan itu terjadi juga, pertanyaan yang sudah ada di dalam pikiran kami masing-masing sejak jam sembilan tadi, ketika sudah dua jam lebih seperti hanya berjalan di dalam hutan tanpa menemukan keramaian.
Gw gak begitu ingat pasti, tapi sepertinya sepanjang jalan kami gak pernah menemukan persimpangan atau jalan bercabang, hanya ada satu jalan yang kami lewati, sepertinya begitu.
Hingga akhirnya sekitar jam sebelas malam sesuatu yang sangat kami takutkan terjadi, mobil mogok dan berhenti karna kehabisan bensin..

Saling berpandangan di dalam gelap, kami seperti saling bertanya satu sama lain, “Gimana nih?”
Terdampar di tengah-tengah hutan belantara yang sama sekali gak terlihat ada rumah penduduk, kosong dan sepi.

***
Berdua kami turun dari mobil untuk melihat sekeliling, siapa tahu ada bangunan atau rumah penduduk yang dapat kami singgahi.
Ternyata sama sekali gak ada tanda-tanda rumah penduduk, hanya gelap gulita hutan belantara, diiringi oleh suara binatang malam yang saling bersahutan. Semakin mencekam suasananya.
Cukup lama berdiri di luar sambil terus memikirkan apa yang seharusnya dilakukan, sampai suatu ketika dari kejauhan kami melihat ada cahaya kecil yang bergerak-gerak.
Ada dua obor yang bergerak berjalan, jaraknya cukup jauh dari tempat kami berdiri, dua obor it seperti bergerak menjauh.
“Lo tunggu sini ya, gw mau kejar orang yang bawa obor itu sebelum jauh dan menghilang, pasti mereka mau nolong.”

Rai bilang begitu sebelum berlari cepat meninggalkan gw yang masih diam memperhatikan gerakan api obor.
“Sialan, knapa malah gw yang tinggal sendirian di sini.”

Begitu ucap gw dalam hati. Terlambat, karena Rai sudah keburu menghilang dalam gelapnya hutan.
Tapi pandangan gw terus memperhatikan cahaya api obor itu yang memang seperti bergerak menjauh, sementara Rai sudah menghilang sama sekali di dalam gelap, gak terlihat lagi pergerakannya.
Sampai akhirnya cahaya itu juga menghilang dari pandangan, hilang sama sekali, seperti tertelan di dalam gelap.

Setelahnya, gw menunggu Rai untuk kembali, sesekali menyalakan lampu mobil sebagai pertanda untuk Rai kalau gw masih di tempat yang sama.
Namun ternyata setelah sudah sekitar tiga puluh menit lamanya Rai gak muncul juga. Pada saat itulah perasaan gw semakin gak enak, rasa takut dan cemas semakin bertambah.

Nyaris tengah malam buta, di hutan belantara, gw sendirian.

***
Hutan belantara ini seperti memandang dengan aneh, memperhatikan gw dengan caranya, ada beberapa bagian yang seperti mentertawai, ada juga yang seperti sedang memperhatikan dengan senyum jahatnya.

Seperti mengajak berinteraksi..
Halusinasi? Mungkin juga, karena gw semakin tercekam ketakutan, selalu berpikir kalau ada sesuatu di belakang.

Sampai akhirnya ketakutan semakin menjadi-jadi ketika beberapa belas meter di depan gw melihat ada sesuatu yang bergerak.
Gw melihat ada seperti sepasang mata yang berwarna merah menyala. Bergerak mendekat sedirian, terus bergerak sementara objek lain di sekitarnya diam mematung.

Mahluk apa itu?
Kalau melihat dari tingginya, sepasang mata merah menyala itu sepertinya dimiliki oleh seekor anjing yang sedang berjalan dengan empat kaki, atau mungkin harimau? Saat itu gw belum tahu.

Yang pasti, gw sedang berada di tengah hutan belantara, sendiran dan ketakutan.

***
Secepat kilat gw langsung lari masuk ke dalam mobil dan mengunci pintu, ketika sepasang mata merah menyala itu terus saja semakin mendekat.

Semakin jelas juga terlihat kalau sang pemilik mata adalah hewan sejenis anjing dengan ukuran yang cukup besar.
Ketakutan, tapi karena penasaran gw tetap melirik ke arah mata merah itu berada.

Benar, setelah sudah cukup dekat barulah terlihat kalau mata merah itu berbentuk seperti anjing dengan ukuran yang besar, tingginya lebih dari satu meter.
Sangat mengerikan melihatnya, ketika binatang itu terus mendekati mobil.

Sampai akhirnya dia tepat berada di pintu samping, sementara gw masih terus mengintipnya dari dalam, ketakutan.
Kemudian dia berhenti tepat di samping mobil, posisi kami hanya terhalang pintu.

Pada saat itulah jantung seperti berhenti, gak bisa bernafas, hanya bisa melongo ketakutan ketika akhirnya gw dapat melihat cukup jelas bentuk dari binatang itu.
Seperti anjing, berdiri dengan empat kaki, berbulu panjang berwarna hitam.

Tapi, keyakinan kalau mahluk itu adalah hewan menjadi berantakan ketika gw akhirnya dapat melihat kepalanya.
Ternyata, kepalanya memiliki wajah seperti manusia, gw dapat melihat dengan jelas karena akhirnya kami saling bertatapan, hanya terhalang kaca mobil.
Wajahnya gak hitam seperti tubuhnya, tetapi berwarna layaknya wajah manusia yang pucat seperti sudah menjadi mayat. Ditambah, mahluk ini memiliki mata yang merah menyala.

Gw sama sekali gak bisa bernapas, ketakutan, keringat dingin mengucur deras.
Semakin menuju pingsan, ketika secara perlahan dia mulai berdiri.

Ternyata gw salah, mahluk itu sebelumnya bukan berjalan dengan empat kaki, tapi merangkak dengan dua tangan yang berada di depan.
Sosok itu akhirnya berdiri di samping mobil, bentuk tubuhnya tinggi besar. Berdiri memperhatikan gw yang ketakutan di dalam mobil.

Sosok yang sangat mengerikan..
Lalu perlahan tangan kanannya mendekat ke kaca mobil.

Dia mengetuk kaca dengan kukunya..

Gw semakin ketakutan, di ambang pingsan.

Hingga akhirnya dia seperti mencoba membuka pintu yang dalam keadaan terkunci.

Terus berusaha memaksa untuk membuka pintu.
Setelah itu gw gak ingat apa-apa lagi, sepertinya pingsan.

***
“Brii, brii.., bangun Brii”

Suara Rai membangunkan gw yang masih berada di dalam mobil.

Dia berdiri di luar dengan seorang Bapak yang gw gak mengenalnya.

Ternyata hari sudah pagi, sudah gak gelap lagi. Melirik jam tangan, sudah jam tujuh pagi.
Alhamdulillah, gak terjadi apa-apa antara gw dan Rai, kami baik-baik saja.

Lalu, Rai kemana aja semalaman itu?

Apa yang dia alami?

Kok malah kembali laginya pagi hari?

Minggu depan gw lanjut ya.
Sekarang udahan dulu, dah malam.

Maap, mau mengingatkan sekali lagi, untuk yang belum, silakan untuk ikutan PO buku #rumahteteh, tinggal dua hari lagi. Kalo udah di toko buku gak dapet kelebihan yang ada di PO. ☺️

Met bobo, semoga mimpi indah..

Salam
~Brii~
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to Brii..
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!