Kisah ini, sempat heboh di sebuah kabupaten, beberapa tahun yang lalu.
Cerita tentang wanita cantik yang sering mencari pasangan dari kalangan masyarakat sekitar kabupaten itu juga dari daerah lain.
Siapa kah wanita itu?
Simak #bacahorror @bacahorror
Tapi, untuk inti kejadiannya memang pernah terjadi di kabupaten itu.
Suara gemuruh geluduk pun beberapa kali terdengar, seakan mengingatkan pada siapa pun yang masih berada dijalanan, untuk bergegas pulang. Setidaknya bersiap mencari tempat berteduh.
Benar saja, sebelum adzan berkumandang, gerimis pun turun perlahan.
Ia tampak terburu-buru mengendarai motornya agar segera sampai ke rumahnya yang berada di daerah kabupaten.
Merasakan air hujan mulai menetes ditangannya, ia pun menepi-
Ia berhenti sebelum sampai pertigaan, di depan sebuah bangunan eks gedung sekretariat daerah, yang sudah tak difungsikan.
Setelah memakai jas hujan yang dibawanya, ia segera naik keatas motor untuk meneruskan perjalanan pulangnya.
Gadis itu sedang berusaha menghidupkan mesin motornya yang sepertinya mogok.
Merasa kasihan, pemuda itu pun mendekat ke arah gadis itu.
(Motornya kenapa mbak? Mogok?)
"Iyo iki mas, dek mau tak stater ora murup. Tak dogleng ora keno. Sampe tak tuntun dek ngarep H*******t."
(Iya nih mas, dari tadi distater tak nyala. Di sela jg tak bisa. Sampai aku nuntun dari depan H*******t).
Pemuda itu pun turun dari motornya. Masih ia rasakan rintik air hujan yang hampir membasahinya kalau sebelumnya ia tak segera-
"Sampean gowo jas udan po ra mbak? Nek nggowo dinggo disik"
(Kamu bawa jas hujan gak mbak? Kalau bawa dipakai dulu).
Gadis itu pun segera membuka jok motornya dan mengambil jas hujan didalamnya.
Sementara pemuda itu langsung menuntun motor gadis itu ke-
Sebuah senyuman kecil seakan merekah di wajah gadis itu.
Pemuda itu sepertinya cukup peduli dengan gadis yang baru ditemuinya itu. Setelah sampai di bengkel, ia tak segera pergi meninggalkannya sendiri.
Keduanya duduk di bangku panjang yang disediakan.
Pemuda itu pun seakan merasa tak canggung untuk memulai pembicaraan.
"Emange sampean baline ngendi mbak?"
(Kamu pulangnya kemana mbak?)
Tanya pemuda itu.
"Oh. Adoh juga yo" (Jauh juga ya)
Gadis itu tak banyak bicara, untuk menanggapi pemuda itu.
"Kunu jenenge sopo?"
(Nama kamu siapa?)
Tiba-tiba gadis itu menanyakan nama pemuda itu
Ternyata, suaranya cukup lembut dan kalem. Cara bicaranya seperti orang yang menahan suaranya dikerongkongan, sehingga suara itu terdengar seperti suara anak kecil.
Pemuda itu menjulurkan tangannya, berniat memperkenal-
"Johan", jawab pemuda itu masih menunggu gadis itu menjabat tangannya.
Gadis itu perlahan berusaha menjabat tangannya. Dan saat tangannya bersentuhan dengan gadis itu, pemuda itu merasakan sedikit keanehan.
"Nur" Katanya singkat.
Tak lama kemudian, motornya sudah selesai diperbaiki. Dan setelah memastikan kondisi motornya sudah-
Pemuda itu meresponnya dengan senyuman, yang kembali dibalas senyuman oleh gadis itu.
Tapi tak disangka, gadis itu seakan membawa motornya dengan cepat, hingga Johan tak dapat menyusul-
Ia mulai menyerah, dan mengabaikan keberadaan gadis itu lagi.
Namun, justru pikirannya malah teringat dengan saat bersama gadis yang memperkenalkan diri dengan nama Nur itu.
Ia pun masih merasa heran, kenapa tangan itu terasa begitu dingin. Tapi Johan mencoba-
Motor Johan hampir saja oleng, saat tiba-tiba ada lubang yang dengan sigap langsung dihindarinya.
Ia pun menepi, memperlambat laju motornya sambil berusaha menenangkan diri.
Johan sempat syok, saat mengingat kejadian itu. Tapi, ada yang lebih membuatnya -
Ia terheran, parfum apa yang dipakai gadis itu, bahkan sampai air hujan pun tak mampu menghilangkan baunya yang menempel ditangan johan.
Johan sempat berfikiran negatif saat itu.
Bahkan, hampir lupa bahwa sore itu ia telah menolong gadis cantik bernama Nur itu.
Saat melewati depan H*******t, ia melambatkan laju motornya.
Tiba-tiba ia teringat dengan Nur. Berharap ia akan bertemu lagi dengannya.
Sayangnya, sampai ia melewati pertigaan, ia tak -
Johan meneruskan laju motornya. Kali ini, ia agak memperhatikan sekitar jalanan. Ia mencari keberadaan bengkel, tempat dimana sebelumnya ia membawa motor Nur yang mogok untuk diperbaiki.
Tapi ternyata bengkel itu sudah tutup.
Pintunya sudah tertutup-
Malahan, yang ia ingat, disekitar pohon itulah ia pernah duduk dengan Nur.
Setiap orang sudah memakai jas hujan, bahkan sejak keluar dari rumahnya masing-masing.
Beruntung, hari itu Johan sedang libur kerja.
Johan hampir seharian berada dalam kamarnya yang terlihat gelap, karena lampunya tak dinyalakan, sedangkan langit diluar rumah mendung-
Tubuh johan terlentang diatas tempat tidurnya, matanya sayup-sayup terbuka pelan. Masih terdengar suara hujan dari luar kamarnya, yang membuat Johan kembali menggerutu.
"Harus e libur koyo iki biso jalan-
Johan beranjak dari tempat tidurnya, berjalan mendekat kearah jendela kamar yang terhubung ke halaman rumahnya.
Mengamati apakah hujan masih-
Memperhatikan bahwa hujan sudah tak begitu deras, Johan pun tergiur untuk buru-buru pergi keluar rumah. Sudah cukup lama ia ingin pergi ke suatu tempat.
Harusnya, hari itu Johan sudah pergi ketempat itu dan menemukan apa yang ia cari.
Sayangnya, penampilan itu sedikit terusak oleh jas hujan yang harus dipakainya saat diperjalanan.
Dalam perjalanan, ia sempat bertanya-tanya apakah hari itu ia akan menemukan yang ia cari. Tak bisa dipungkiri, rasa penasaran terhadap Nur masih terus ia rasakan.
Hal yang masih ia ingat adalah Gadis itu berpenampilan seperti seorang sales yang pernah ia lihat di area perbelanjaan itu.
Johan masih agak kebasahan saat masuk ke area perbelanjaan itu. Rambutnya cukup berantakan, dan pakaiannya pun jadi agak kusut setelah jas hujan yang dipakai ia lepas, dan tinggalkan di motornya.
Dan setelah mencari lokasi kerja Nur, akhirnya Johan sampai di sebuah stand penjual asesoris yang penjaganya memakai seragam seperti yang dipakai Nur ketika ditolongnya.
(Oh ya mbak, boleh saya bertanya sesuatu?)
Tanya Johan, sambil tersenyum, nyengir.
"Takon opo mas? Sing penting ojo takon nomer HP!" jawab penjaga stand itu dengan gaya bercanda.
"Ora ora mbak. Aku yo jek rak duwe pulsa kok"
(Nggak mbak. Aku juga masih tak punya pulsa kok)
Sebenarnya, Johan agak rikuh. Tapi rasa penasaran terhadap Nur membuatnya mengabaikan rasa rikuh itu.
"Koncone sampean ono sing jenenge Nur kan?"
(Temanmu ada yang bernama Nur kan?)
"Sampean kenal Nur? Temu ning ndi mas?"
(Kamu kenal Nur? Ketemu dimana mas?)
"Ora patio kenal sih, cuman pernah kenalan. Delok dek seragame koyo sing dinggo sampean kui"
"Tak kiro de'e kerja ning kene"
(Saya kira dia kerja disini)
Penjaga stand itu seperti berusaha mengamati Johan. Ada perasaan aneh melihat seorang pemuda asing yang tiba-tiba -
Pasalnya, selama ia bekerja menjaga stand itu, ia tidak punya teman bernama Nur.
Tapi ternyata, bukan kali itu saja ia ditanyai tentang seseorang bernama Nur. Belum lama itu, pernah ada juga pemuda lain yang menanyakan tentang Nur.
Tapi, yang membuat penasaran si penjaga stand itu, setiap pemuda yang datang terlihat -
Sama halnya dengan Johan, karena mengetahui tak ada gadis bernama Nur bekerja di tempat itu, ia segera pamit tanpa melanjutkan pembahasan.
Untuk menghilangkan rasa kecewanya, Johan sempat membeli minuman dingin di salah satu stand. Saat sudah berada di luar bangunan, ia pun duduk di emperan sambil menikmati -
Tak jauh dari tempatnya, tengah berdiri seorang gadis yang bertubuh kecil, tak terlalu tinggi, dengan rambut lurus, terurai hampir sepinggang-
Gadis itu seperti sedang menunggu seseorang, dengan payung kecil dipegangi tangan kanannya, dan tangan kirinya berusaha menarik rok nya agar tidak terkena cipratan air dari motor yang lewat.
Dia lah gadis yang sedang dicarinya selama itu.
Saat itu lah, keduanya saling mengenali satu sama lain.
"Eh, Nur kan? Sing motor e tau mogok ning kono?"
(Eh, Nur kan? Yang motornya pernah mogok disana?)
Gadis itu mungkin merasa lucu, dengan kejadian saat itu, sampai-sampai ia hampir menertawai dirinya sendiri.
Gadis itu menahan tawanya, tapi suaranya sempat terdengar oleh Johan. Suara tawa yang sedikit aneh, karena terdengar seperti suara perempuan terkikih-kikih.
Tapi, Johan seakan tak peduli dengan keanehan itu.
Termasuk bau wangi aroma melati yang merebak disekitar tempat itu, dan beberapa orang yang seakan memperhatikan tingkahnya.
(Kamu menunggu siapa? Kok sendirian?)
Tanya Johan.
Nur masih menutupi mukanya yang seperti orang sedang tersipu malu.
"Nganu mas, sek ngenteni boncengan"
(Itu mas, masih menunggu jemputan)
"Oh, ngenteni pacare yo?" timpal Johan.
Nur hanya menjawabnya dengan menggeleng.
"Opo ngenteni bojone berarti?"
(Menunggu suaminya ya?)
Nur tetap menjawabnya dengan gelengan kepala.
(Aku belum menikah kok mas. Sembarangan kamu)
Suara Nur kembali terdengar menambahkan jawaban.
"Terus, ngenteni sopo?"
(Terus, nunggu siapa?)
Nur kembali terdiam tanpa kata-kata.
Johan menawarkan diri untuk mengantar Nur pulang, karena ia merasa kasihan membiarkan seorang wanita sendirian berdiri di pinggir jalan menunggu entah siapa yang akan mengantarnya pulang.
Tawaran itu diiyakan oleh Nur, tapi -
Dengan semakin merasa bahagia, Johan pun segera berlari menuju tempat parkir yang berada di kawasan alun-alun, mengambil motornya untuk mengantar Nur pulang ke rumahnya.
Pandangannya seperti lurus kedepan tanpa ekspresi. Yang berbeda darinya, hanya tubuhnya seakan membungkuk, tangannya bertumpu pada-
Tapi, Johan seakan tak menyadari keanehan itu. Perasaannya masih berbunga-bunga, masih tak percaya kalau saat itu ia akan mengantarkan seorang gadis cantik yang belum lama dikenalnya.
(Ayo Nur. Sudah hampir maghrib. Nanti bisa kesorean sampai rumahmu).
Dengan hati-hati, Nur membonceng motor Johan dengan posisi menyamping, karena Rok nya yang memanjang.
Ia sempat melewati seorang pejalan kaki di samping kiri jalan.
"Astaghfirullah".
Terdengar suara istighfar, ungkapan keterkejutan, dari si pejalan kaki itu. Entah sampai dengar oleh Johan atau tidak, yang pasti -
"Ya Allah, mugo-mugo ora ono opo-opo"
(Ya Allah, semoga tak terjadi apa-apa)
Gumam pejalan kaki, yang terlihat mematung sambil terus memperhatikan ke arah motor yang dikendarai Johan.
Tapi rasanya tangan nur terasa dingin, sampai meresap menembus jaket yang dipakai Johan.
"Nangopo mas, motormu?"
(Kenapa motormu mas?) tanya Nur penasaran.
"Mbuh kie, ora biasane koyo iki"
(Entahlah,-
Yang tidak disadari oleh Johan, entah kebetulan atau bukan, ia selalu berhenti di dekat jembatan dan rel kereta api.
Nur sendiri beberapa kali menyuruh Johan untuk meninggalkannya, katanya rumahnya sudah dekat, dan ia bisa berjalan kaki ke rumahnya.
Sempat terlintas dipikirannya, beberapa kali saat mereka berhenti, Nur selalu bilang rumahnya sudah dekat, tapi sudah sampai kelewat waktu maghrib, mereka-
"Mas mas, belok kono kae."
(Mas belok disana)
seru Nur yang menepuk pundak Johan ketika mereka hampir sampai di gang yang menuju rumah Nur.
Johan pun berbelok untuk menyeberang jalan.
Tiba-tiba, dari arah belakang sebuah Truk bermuatan membunyi-
Johan yang kaget pun menepikan motornya.
Hampir saja, keduanya mengalami kecelakaan yang bisa merenggut nyawa.
Kondisi jalanan saat itu memang tidak begitu ramai. Saat Nur mengingatkannya untuk berbelok, Johan tak menyadari kalau ada truk -
"Ati-ati rha mas. Kae lho omahku wes cedak"
(Hati-hati dong mas. Itu rumahku sudah dekat)
Setelah memastikan jalanan aman untuk menyebrang, Johan pun menjalankan motornya menuju gang yang ditunjukkan oleh Nur.
Tempat itu cukup sepi, dan bisa dikatakan agak jauh dari rumah warga yang lain. Cahaya penerangan jalan pun cukup redup. Dan jalanannya agak becek karena seharian terguyur hujan.
Halamannya lebih luas dari rumah lain, dibatasi oleh pagar bumi yang berupa dinding bata setinggi kurang dari dua meter.
"Meh mampir pok mas?"
(Mau mampir gak mas?)
Nur mengagetkan Johan yang masih terheran dengan-
"Iki omahmu? Sepi yo, penak nggon e"
(Ini rumahmu? Sepi ya, enak nih tempatnya)
"Dudu mas, iki omahe simbahku. Aku dewekan si ning ngomah, cuma karo rewanganku"
(Bukan mas, ini rumah kakekku. Aku sendirian disini, hanya bersama pembantuku).
(Emangnya dimana orang tua mu?)
"Bapak ibukku do ning jakarta, karo adiku."
(Orang tuaku di jakarta dengan adikku).
"Melas hoo. Awas ati-ati diculik" Ujar Johan sedikit menggoda Nur.
"Ah, ora lucu mas"
(Tidak lucu mas)
(Yasudah dek, aku pamit sekalian saja. Nanti kapan-kapan mainnya. Oh ya, boleh minta nomermu?)
"Aku ora gojekan HP mas."
(Aku tak pegang HP mas)
Johan tak percaya dengan-
"Wes, nek pingin ketemu aku meneh, parani bae nggon mau sampean ketemu aku." Ujar Nur.
Johan seakan mendapat kode dari Nur.
Sesekali, mereka pun mampir makan bersama ditempat yang dipilih sendiri oleh Nur.
Johan yang sepertinya sudah terlanjur sayang dengan Nur, tak pernah menolak-
Nur hanya meminta supaya Johan tidak mengganggunya di siang hari. Alasannya, ia sibuk dengan pekerjaannya.
Saat johan menanyakan tentang -
Menurut Nur, ia tidak benar-benar mencari uang dari -
Masalah keuangan, Nur sudah mendapat jatah bulanan yang dikirim oleh orang tuanya melalui pembantunya.
Saking sayangnya Johan pada Nur, ia tak pernah sedikit pun mengusik-
Johan yang memang sudah dewasa, dan pernah punya trauma masa lalu terkait masalah privasi yang diusik, selalu berusaha bersabar dan mengabaikan setiap pertanyaan-pertanyaan yang kerap kali bermunculan dibenaknya.
Hampir selama dua bulan, Johan sering berkunjung ke rumah Nur.
Saking terbiasanya, ia sampai tak memperhatikan kapan ia kerap kali diajak ketempat itu.
Saat ditanya, Johan hanya mengatakan sudah menemukan pengganti mantannya yang sudah menghianatinya. Dan Johan-
Beberapa kali Johan sudah berusaha dinasehati, agar tidak terlalu sering ke rumahnya. Alasannya, tidak elok, seorang pemuda sering datang ke rumah gadis yang belum diikat dalam suatu hubungan.
"Wes buk, ibuk tenang bae. Aku ngerti batesane"
(Sudah bu, ibu tenang saja. Aku tau batasannya).
Itu hal yang sering dikatakan Johan saat dinasehati.
Kekhawatiran itu, seakan tak biasa.
Suara gemuruh dari atas langit seakan memberitahunya bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Masih ditunggunya Johan di teras rumah
Sosok seorang ibu yang begitu mencintai putranya itu tetap bertahan, meski suaminya sudah berkali-kali menyuruhnya masuk kedalam rumah.
"Wes lah buk, nteni njero bae. Ora ilok-
(Sudahlah bu, tunggu didalam saja. Tak baik, sudah larut kok masih diluar rumah).
"Iyo pak, tapi perasaanku ora penak. Wes bengi, anakmu kae durung tekan ngomah. Ora eling wayah, opo ora ngemat nek iki malem jumat kliwon"
(Iya pak, tapi-
Tiba-tiba bulu kuduk ibu itu berdiri, saat ia menyebut nama malam yang sering dikeramatkan itu.
Sementara itu, Johan sedang berada dijalanan hendak mengantarkan gadis yang telah menjadi pacarnya itu pulang ke rumahnya.
Ia ingin segera sampai di rumah Nur, setidaknya sebelum hujan turun. Jadi, ia tak kehujanan disaat yang tak tepat.
Johan pun menyadari bahwa malam itu adalah malam jumat kliwon.
Begitu motornya telah berhasil menyeberang jalan raya, dan masuk ke gang yang menuju rumah Nur, Johan sedikit merasa lega.
(Akhirnya sudah hampir sampai. Bisa tenang deh sekarang).
Hanya terdengar suara tawa Nur yang hampir mirip suara cekikikan, tapi lirih. Johan tak merasa aneh dengan hal itu, karena memang suara tawa Nur yang dikenalnya memang-
Belum terlalu jauh ia masuk dalam gang, tiba tiba area sekitar menjadi gelap. Sepertinya, ada pemadaman listrik saat itu.
Seketika johan kaget dan menarik gas motornya secara tiba-tiba.
Nur hampir saja terjatuh kalau saja ia tak segera memeluk Johan.
(Hati-hati dong mas. Hampir saja aku jatuh). Tegur Nur, sambil menabok pundak Johan.
Johan pun sedikit tertawa, lalu meminta maaf. Nur memberi tau Johan agar hati-hati, karena jalanan menuju rumahnya agak rusak. Johan pun menurunkan kecepatan
Johan sedikit bisa melihat wajah pengendaranya saat berpapasan.
Johan pun keheranan dengan tingkah pengendara itu.
Akhirnya mereka berdua sampai di rumah Nur.
Nur mencegahnya langsung pulang, dengan alasan, ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan Johan.
Johan pun menuruti permintaan Nur.
Ia terduduk di atas sesuatu yang mirip amben / dipan kayu, sambil matanya sesekali melihat-
Sesekali ia lihat ada pengendara yang melintas, tapi dengan kecepatan yang tidak wajar. Johan berpikiran, mungkin karena listrik padam dan jalanan jadi gelap, orang-orang jadi takut dan terburu-buru.
Diamatinya, di halaman rumah Nur seperti banyak pohon-pohon kecil yang tumbuh.
Aromanya seperti tak asing bagi johan.
Dari arah pintu rumah, terlihat Nur berjalan mencarinya.
Johan pun segera kembali ke arah gazebo kecil itu yang segera disusul oleh Nur yang telah membawakan lilin yang sudah menyala.
(Ngapain sih mas, gelap-gelap kok malah mondar mandir).
"Ngenteni kowe kesuwen kok, timbang pak opo, yo mending tak nggo mlaku-mlaku ndelok plataran"
(Nungguin kamu kelamaan kok, bingung mau apa, ya mending aku jalan-jalan)
Dengan tenang, Nur pun mengatakan sesuatu.
"Mas. Jare kan kowe meh serius karo aku."
(Mas. Katanya kamu mau serius denganku)
Johan seketika jadi gugup mendengar ucapan Nur.
(Besok, aku mau menyusul ibuku di jakarta. Kalau kamu memang serius denganku, nanti aku akan bilang ke orang tuaku).
Nur melanjutkan ucapannya.
Jadi, mendengar Nur yang sudah terlebih dulu menanyakan, Johan pun akhirnya mengiyakan.
"Koyone si, mengko wong tuoku meh bali bareng aku. Lha mengko, nek wes-
(Sepertinya, nanti orang tuaku akan pulang bersamaku. Nanti, kalau sudah dirumah, aku harap kamu dan orang tuamu datang kesini. Bertemu orang tuaku.)
Nur memang lebih banyak bicara saat berada di rumahnya. Berbeda saat mereka sedang berada di luar.
Tapi malam itu, apa yang dikatakan Nur benar-benar membuat hatinya berbunga-bunga
(Ya, nanti orang tuaku aku ajak kesini)
Jawab Johan, dengan antusias.
"Temenan lho mas. Paling aku bali ne mengko dino kamis ngarep. Nek pancen kowe niat, yo berarti dino minggu ne, kowe ngajak wong tuomu merene"
(Beneran lho mas.-
"Serius pok dek?" Johan masih tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Setelah itu, Nur seperti mengambil sesuatu dari kantong bajunya.
Sebuah cincin perak, kemudian diserahkan pada Johan.
(Apa ini?)
"Tanda nek kowe pancen serius karo aku mas"
(Tanda kalau kamu memang serius denganku mas.)
Johan pun menerima cincin itu, hendak ingin ia pakai, sebelum Nur mencegahnya.
"Ra usah dinggo disik, mas. Mengko bae, nek kowe mrene bareng wong tuomu"
Mendengar penjelasan Nur, Johan pun menyimpan cincin itu di kantong bajunya.
Setelah menyerahkan cincin itu, Nur segera meminta Johan untuk pulang. Nur tak ingin Johan terlalu lama ditunggu ibunya.
Sebelum sampai di jalan raya, mata Johan seakan kaget dengan cahaya yang tiba-tiba menyala dari rumah sekitar kampung itu.
Akhirnya listrik sudah kembali dialirkan, dan lampu jalan pun sudah terlihat kembali -
Johan segera menjalankan motornya untuk kembali pulang ke rumah.
Langit malam itu masih terus bergemuruh, hujan akhirnya turun tepat sebelum Johan sampai di rumahnya.
Sayup terdengar dari kejauhan, suara ibu Johan yang sedang mengaji, membaca surat Yasin.
Perlahan, Ia membuka pintu rumah dan memasukkan motornya.
Lalu segera mendekat kearah ibunya.
Belum sempat ia hendak mencium tangan ibunya, si ibu keburu langsung memeluknya.
(Kamu darimana saja si nak? Dari tadi ibu nunggu kamu pulang. Ibu takut terjadi apa-apa sama kamu)
"Ah, ibuk ki kebiasaan".
"Kebiasaan opo nang? Ibumu kui, awet mau ngenteni-
(Kebiasaan apa nak? Ibumu itu dari tadi nungguin kamu. Sampai selesai baca surat yasin sebanyak dua puluh kali.)
Timpal Ayahnya, yang sudah terlihat berdiri dibelakang ibunya.
Berhubung kedua orang tuanya masih terjaga, dan belum tidur, johan pun langsung mengatakan apa yang telah ia bahas dengan Nur malam-
Kedua orang tua Johan sempat kaget, mendengar anaknya menyampaikan keinginan untuk melamar seseorang.
Sebenarnya, orang tua Johan pun masih agak kecewa dengan hubungan Johan dengan mantan pacarnya, yang sudah lama terjalin, namun harus kandas disaat keluarganya-
Johan belum pernah secara langsung menjelaskan apa yang terjadi antara ia dan mantan pacarnya itu, sehingga ia membatalkan sendiri acara pertunangan yang sudah dipersiapkan, tepat di hari itu juga.
Dan malam itu, Johan kembali memohon agar orang tuanya melamarkan gadis yang belum lama dikenalnya.
Tapi, keinginan anaknya seakan sudah begitu bulat, hingga kedua orang tuanya tak kuasa untuk menolak ataupun melarang.
Johan pun sempat menunjukkan cincin perak yang diberikan oleh Nur malam itu.
Ia hampir menyeberang jalan, ke arah gang yang menuju rumah Nur.
Namun tiba-tiba ada motor yang melaju cukup kencang, dan terjadilah -
Nasib baik masih menimpa Johan, Ia terlempar dari motornya, dan terpental hingga kepinggir jalan. Motornya rusak cukup parah, dan sepertinya tak bisa dipakai lagi.
Sedangkan pengendara motor yang menabraknya, terlihat mengalami luka yang serius.
Johan yang hanya mengalami memar dan lecet disekitar kaki dan tangan nya, masih bisa diajak berkomunikasi dan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.
Orang tua Johan yang dikabari tentang kecelakaan yang menimpa anaknya, segera datang ke rumah sakit tempat Johan dirawat.
Orang tuanya begitu khawatir dengan keadaan putranya itu.
Mereka tak henti mengucap syukur-
Malam itu pun, terpaksa Johan harus menginap di rumah sakit, dengan ditemani oleh Ayahnya.
Apakah rencana itu harus dibatalkan?
Johan hampir tak bisa tidur memikirkannya.
Johan bisa mengenali dengan baik siapa orang itu.
Nur, tiba-tiba datang dan menghampirinya yang sedang terbaring di tempat tidur.
Johan agak kaget, dan mencari keberadaan ayahnya. Yang tak ada diruangan itu.
"Loh dek, kamu kok biso nang kene?"
(Loh dek, kamu kok bisa kesini?)
"Jare sopo aku mlebu rumah sakit?"
(Siapa yang memberitaumu aku masuk-
Nur menyenderkan tubuhnya disamping tempat tidur Johan, dengan posisi agak duduk dipinggirannya.
Tangan Nur pun, seketika mengelus rambut Johan, membelai rambutnya, seakan berusaha menenangkannya.
"Mau ki aku weruh ono rame-rame mas, nang ngarep gang"
"Lha aku weruh motormu. Terus jarene wong-wong ono tabrakan"
(Lalu aku melihat motormu. Dan kata orang-orang ada kecelakaan).
Nur coba menjelaskan, dengan suaranya yang pelan, dan seakan agak berbisik.
(Ku perhatikan, kamu dibawa ambulan. Sebenarnya aku ingin mengejar, tapi aku malu).
"Yo wes, sukur nek kowe ora kenopo-kenopo mas"
(Ya sudah, syukurlah kamu tidak apa-apa mas)
"Terus, sidone kowe meh nggowo wong tuomu nang ngomahku rak mas?"
(Lalu, kamu jadi membawa orang-
"Lha priye dek? Aku sek koyo iki. Aku yo bingung".
(Gimana ya dek? Aku kan masih seperti ini. Aku juga bingung).
"Yo nek jarene ibuk, nek misal sing moro wong tuomu disik yo rapopo mas. Gawe koyo acara nyangsangi kae si"
(Kalau kata ibuku-
"Soale wong tuoku meh langsung bali nang jakarta meneh. Nek ora sido dino minggu, yo co'e malah dadi rak sido ne."
(Masalahnya, orang tuaku akan langsung balik ke jakarta lagi.-
Mendengar curhatan Nur, Johan pun kembali merasa bingung.
Apa yang harus ia katakan pada orang tuanya?
Johan tak ingin hubungannya dengan Nur jadi berakhir.
(Yasudah mas, lebih baik dibahas dulu dengan orang tuamu. Biar mereka yang memutuskan).
Nur kembali membelai rambut Johan. Terus berusaha menenangkan kekasihnya itu.
(Cincin dariku itu, masih kamu simpan kan mas?)
"Iyo, isek tak simpen dek. Kui kan amanah dek kowe"
(Iya, masih kusimpan dek. Itu kan bentuk kepercayaan darimu)
"Yo wes. Bener. Dijogo yo mas. Ojo nganti ilang"
Johan mengangguk kan kepalanya.
Tak terasa, belaian Nur membuat Johan merasa begitu nyaman. Saking nyamannya, ia sampai terlelap, dan tak menyadari kapan Nur pergi meninggalkan ruangan itu.
Digelarnya tikar yang dibawanya dari rumah, dan berniat untuk ikut beristirahat.
Pandangannya tertuju ke langit-langit kamar. Sambil mencoba menghela nafas.
Tapi, ada bau aneh yang -
Bau aroma melati.
Segera saja ditariknya sarung hingga menutup kepalanya.
Malam itu, ia seakan ingin segera tidur, agar tak menyaksikan apapun
Ia berusaha memejamkan matanya. Tapi tak kunjung bisa terlelap.
Meski kamar itu tergolong kelas 2, tapi hanya dia dan anaknya yang berada di ruangan itu.
Tiba-tiba, ia mendengar suara seperti kaki yang diseret.
Ada sekelebat bayangan putih, yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Tiba-tiba saja, bau aroma melati itu kembali tercium begitu kuat.
Dan sebelum sosoknya menghilang, wajahnya menoleh ke arah ayah johan.
"Paling bapak lali sholat isya, dadine diweruhi sing ora-ora"
(Kayaknya bapak lupa sholat isya, jadinya melihat yang tidak-tidak)
Sejak dari rumah sakit, Johan terus membujuk orang tuanya, agar tetap melaksanakan rencana yang sudah dibahas dan sudah pernah disetujui orang tuanya.
Kalau pun, ia tak bisa ikut, setidaknya orang tuanya bersedia menjadi wali-
Akhirnya, orang tua Johan pun bersedia. Mereka menghubungi beberapa sanak keluarga terdekat saja, untuk menemani mereka sebagai penghormatan pada calon besan.
Tak lupa, mereka pun mempersiapkan-
Dan sesuai rencana, hari minggu itu orang tua Johan pergi mendatangi kediaman Nur, yang alamatnya sudah dijelaskan oleh Johan.
Darimana Johan mengenal calonnya itu, dan sudah berapa lama mereka menjalin hubungan.
Orang Tua Johan menjelaskan apa adanya, sesuai dengan yang diceritakan oleh anaknya.
Setelah memastikan gang yang disebutkan oleh Johan, dan masuk kedalam gang yang tak begitu lebar itu.
Mobil rombongan itu telah sampai di alamat yang diberikan oleh Johan.
Arahannya sudah sesuai.
Dari dalam mobil pun, salah satu kerabat Johan-
Semua orang hampir turun dari mobil. Namun, ibunya Johan tiba-tiba merasakan perasaan yang tak enak.
Saat melihat ke arah rumah Nur, ibunya Johan samar samar melihat hal yang-
"Mas, iki bener alamate?"
"Iyo, bener iki aku nembe nelpon Johan, nggo mastike."
(Iya benar. Aku baru menelpon Johan untuk memastikan).
"Tapi mas, kui kan..."
(Tapi mas, itu kan...)
Dan betapa terkejutnya semua orang dalam rombongan itu.
Yang ada di lokasi alamat yang diberikan Johan adalah sebuah area pemakaman umum.
Dan gazebo kecil yang dikatakan oleh Johan, ternyata adalah sebuah tempat yang khusus dibuat untuk meletakkan keranda dan perlengkapan pemakaman.
Johan yang dijelaskan perihal kejadian itu seakan tak bisa menerima kenyataan.
Ia terus tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh semua orang yang dikenalnya.
Dari tukang parkir H*******t, yang mengatakan pernah melihat seorang pemuda yang aneh, karena berbicara sendiri diarea depan lokasi perbelanjaan itu.
Ada seorang penarik becak yang pernah melihat seorang pemuda mendorong gerobak sampah kearah pohon besar di dekat warung yang sudah tutup.
Ada juga seorang warga yang melihat seorang pengendara motor yang dibelakangnya memboncengkan seseosok makhluk ghaib wanita.
Dan juga, seorang pengendara motor yang melihat seonggok makhluk yang terbungkus, membonceng seorang pemuda ke arah makam.
Dan sosok makhluk ghaib itu, tak hanya sekali itu mengganggu manusia.
Dari apa yang dikatakan oleh warga sekitar -
Sosok yang akhirnya dikenal sebagai "Sosok Nur" yang ceritanya pernah populer dipenjuru daerah sekitar.
Saat mengendarai motor atau kendaraan apa pun, jangan sampai pikiran kosong, sehingga mudah dipengaruhi oleh hal-hal ghaib yang tak pernah kita duga asalnya.
Karena resikonya, dapat menyebabkan baper, yang bisa berujung dengan kecewa.
Akhir kata, thread ini saya tutup.
Semoga dapat menghibur dan memberi pelajaran, apapun bentuknya, pada para pembaca.
Wassalam.