Distimia itu kondisi yang mirip depresi, tapi lebih ringan, dan bertahan lebih lama. Dalam buku diagnosis disebutkan minimal berlangsung selama 2 tahun.
Namun karena kondisinya yang lebih ringan dari depresi, jadi kesehariannya belum terlalu terganggu
Orang dengan distimia masih bisa tertawa kok. Tapi ketika mereka tertawa, sulit bagi mereka untuk merasakan "rasa senang".
Kalau teman-teman merasa gejala yang saya ceritakan mirip seperti yang kamu alami, yuk coba ngobrol dengan profesional terdekat
Maksud saya, moodnya kan tidak terlalu turun, aktivitas juga masih jalan, lalu dimana masalahnya?
Saya pikir, pasti saya keliru....
Saya memutuskan untuk membaca essay yang berisi tulisan orang dengan distimia. Saya berharap setelah membaca, saya dapat lebih memahami apa yang dirasakannya
"I want to die but I want to eat Tteokpokki"
Menggambarkan pikiran ambivalen dari orang-orang yang punya kecenderungan bunuh diri.
Saya ingin mati tapi saya tidak ingin mati. Dan kedua keinginan ini hadir secara bersamaan dalam satu waktu.
Di akhir buku sang penulis belum sembuh
Tapi justru itulah poin pentingnya.
Bagaimana kita bisa berdamai dan menerima kondisi gangguan jiwa yang kita alami, dan disaat yang bersamaan tetap berjuang untuk menjadi semakin lebih baik.
Mari baca buku sama-sama, agar kita lebih mudah memahami manusia.
Maafkan kekurangtahuan saya dengan penderitaan kalian yang berbeda
Setiap luka yang dirasakan itu valid. Ketika saya tidak paham bukan berarti luka tersebut tidak ada di sana.
Memahami orang lain, juga memahami diri sendiri. Memahami bahwa luka tidak untuk dibandingkan, bahwa penderitaan bukan untuk dibanding.
Tapi untuk dipahami, dibasuh, didukung dan disembuhkan.
Please jangan mendiagnosis diri sendiri ya. Kalau teman teman merasa gejala seperti ini mirip yang kamu rasakan, please ke profesional.
Jangan melabeli diri sendiri dengan sebuah diagnosis, apalagi tanpa pemeriksaan profesional