My Authors
Read all threads
Bertaruh Nyawa Demi Keyakinan

Mempertahankan keyakinan sebagai penghayat Sunda Wiwitan tidaklah mudah. Selain mengalami diskriminasi, nyawa harus siap dipertaruhkan.

Seperti masa DI/TII dan PKI. Saat itu, selain suhu politik yang memanas, masyarakat Indonesia penganut agama
kepercayaan ketar-ketir menyelamatkan diri. Kabar penyiksaan dan pembunuhan sejumlah komunitas kepercayaan di sejumlah daerah selalu sampai di telinga penghayat.

“Kami menyebutnya di PKI-kan. Bagaimana para penghayat itu disiksa, dibunuh, bahkan dikubur hidup-hidup,” ujar
penghayat Sunda Wiwitan yang juga anak tetua adat Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan, Dewi Kanti kepada INILAH, belum lama ini.

Di tengah ketakutan ini, tetua adat Pangeran Jatikusuma mendapat petunjuk spiritual untuk menyelamatkan generasi. Yakni berteduh di bawah cemara putih yang
dimaknainya sebagai Kristen.

“Saat itu kondisi sedang genting. Penghayat ada yang masuk Protestan ataupun Katolik. Yang penting gereja,” terangnya.

Sebelum masuk ke gereja, Pangeran Jatikusuma bernegosiasi dengan pastur. Penghayat bersedia mengikuti aturan gereja asal
mengakomodir ritual adat dan tidak meninggalkan sistem tradisi adat. “Meski kami Katolik tapi Katolik yang nyunda, bukan Romawi,” sambungnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, pastor Belanda cenderung misionaris. Saat hendak mengadakan peringatan 1 syuro di gereja, pastor
diminta mengenakan pakaian tradisi agar setara antara umat dan imam.

Apalagi, pastor tersebut sudah tinggal di tanah Sunda, sehingga wajar jika menghargai akar budaya sunda. Namun usul itu ditolak panitia liturgy.

Daripada memunculkan konflik internal, Pangeran Jatikusuma
memutuskan untuk mundur dari ummat.

“Banyak ketidakcocokan. Misalnya saat acara serentaun yang diwariskan leluhur untuk mengakomodasi semua golongan, ada acara doa bersama lintas agama. Tapi setelah masuk Katolik, pastor keberatan,” terangnya.

Setelah keluar dari Katolik,
tekanan kembali muncul. Tahun 1980-1990-an, pemerintah melarang acara seren taun. Di waktu yang bersamaan, jumlah penghayat Sunda Wiwitan berkurang karena banyak yang bertahan di cemara putih.

Seperti yang dilakukan Asep dan keluarganya. Dia tetap bertahan di cemara putih karena
anak-anaknya diberi pekerjaan. “Tapi, walaupun saya Katolik. Jiwa raga saya tetap sunda, memegang adat budaya Sunda. Saya Katolik nu nyunda,” ucap Asep.

Bagi Dewi Kanti sendiri, perbedaan agama bukan menjadi pemisah. Dia tak ingin terjebak pada pembungkus agama itu berasal.
Kalau lihat fakta sejarah, lereng Gunung Ciremai ini plural. Situs-situs Pra Hindu, Hindu, Budha, Islam, semuanya berdampingan.

“Ayah saya punya delapan anak, ada yang Katolik, malah ada yang jadi pendeta Kristen, tak masalah. Di Cigugur, peran adat menjadi perekat. Kita berbaur
dalam adat,” imbuhnya.

Adat, sambung Dewi Kanti, berfungsi sebagai fasilitator. Bahkan dalam berbagai advokasi yang dilakukan para penghayat. Dari perjalanan panjang tersebut, kini sekolah di Kuningan, memberi ruang bagi penghayat untuk mempelajari keyakinannya di sekolah.

Hal
itu seiring dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 12 (1) yang berbunyi, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

Selain itu, saat ini Dewi dan penghayat
lainnya sedang gencar mengadvokasi penolakan eksplorasi Chevron di Gunung Ciremai. Seperti diketahui, Chevron tengah melakukan penyelidikan awal tentang potensi geothermal di Ciremai dan akan dilanjutkan dengan pengeboran.

Rencana tersebut ditolak penduduk lereng Ciremai. Para
penghayat berkonsolidasi dengan seluruh jaringan desa. Akhirnya, warga sekitar melihat peran komunitas adat menjadi perekat dan bermanfaat bagi warga sekitar.

Advokasi ke DPR pun terus dilakukan. Dalam sidang pleno DPR, penghayat pernah mengusulkan dua opsi. Pertama, kolom agama
diisi oleh keyakinan yang dianut. Kedua, mengosonghkan kolom agama, karena sejumlah negara menerapkan hal yang sama.

Salah satu yang datang ke pleno DPR adalah Ira Indra Wardhana. Sebagai antropolog, dalam sidang tersebut dia menyampaikan, agama itu religi.

Religi adalah unsur
kebudayaan. Jika Indonesia memiliki 500 kebudayaan, maka ada 500 religi. Di Indonesia, ada agama yang datang dari luar, namun ada pula yang berangka dari kebudayaan Indonesia.

Ajaran Sunda Wiwitan Menurut Pangeran Djatikusuma, Sunda Wiwitan berarti Sunda permulaan, akar, atau
pertama. Sesuai naskah Carita Parahiyangan, makna Sunda Wiwitan disebut Jati Sunda. Sunda Wiwitan berpegang teguh pada adat budaya sunda. Pangkal ajarannya, mendasari hidup dengan memaknai kehidupan sehari-hari, dari tanah dan air yang dipijak.

Pengeran Djatikusuma meyakini,
setiap manusia yang dilahirkan ke dunia tidak bisa memilih untuk menjadi manusia ataupun etnis tertentu. Semuanya atas kehendak Maha Pencipta. “Setiap manusia mempunyai kodratnya sendiri-sendiri atau cara-ciri. Karena itu, Sunda Wiwitan sangat memegang teguh pikukuh tilu,”
ungkapnya.

Pertama, cara-ciri manusia (kodrat manusia) yakni unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Setidaknya ada lima unsur dalam konsep Sunda Wiwitan.

Yakni welas asih (cinta kasih), undak usuk (tatanan/hierarki dalam kekeluargaan, tata krama (tatanan
perilaku), budi bahasa dan budaya, Wiwaha Yudha Naradha (sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya). Kalau satu saja cara-ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti tidak akan melakukannya.

Kedua, cara-ciri
bangsa (kodrat kebangsaan). Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia didasarkan pada cara-ciribangsa yang terdiri dari Rupa, Adat, Bahasa, Aksara, Budaya. Pikukuh yang ketiga adalah Madep ka ratu raja (mengabdi kepada yang seharusnya).

Itulah mengapa,
penghayat Sunda Wiwitan sangat toleran. Mereka sangat meyakini bahwa semua manusia pada dasarnya adalah sama dan tak berdaya terhadap kodrat kemanusiaannya.

“Kami tak pernah membeda-bedakan agama, suku, ras, dan lainnya. Karena Katolik di sini, Katolik yang Nyunda. Islam di sini
, Islam yang nyunda,” ungkapnya.

Namun sayangnya, masih ada orang yang menganggap penghayat orang yang berbeda. Karena itu, pihaknya tak akan pernah letih berjuang dan melakukan advokasi. (gin)

sejuk.org/2014/08/15/ber…

#dewikanti #sundawiwitan #cigugur #kuningan
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Agama Kepercayaan Adat Nusantara #2019gantimayor

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!