My Authors
Read all threads
Based On True Story

Mulang Tarima
“Kami melihat sepasang bola mata merah menyala di tengah gelapnya pepohonan.”
-
-
-
-A thread-
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google
Cerita ini saya dapat dari ayah saya (lagi). Sejak beliau mengetahui bahwa anaknya menjadi penulis cerita horror, beliau sangat bersemangat menceritakan kisah supranatural yang dialaminya.
Kabar baiknya, saya jadi bisa mengobrol lebih dekat dengan beliau walaupun obrolan kita hanya seputaran hal gaib. Saya syukuri itu.
Mari kita mulai.
Demi kenyamanan semua pihak, detail tempat dan tokoh saya samarkan. Dalam cerita ini saya menambahkan beberapa improvisasi agar pembaca dapat memahami alurnya. Mohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan dan selamat membaca.
Kejadian ini terjadi pada tahun 1985 berlokasi di hutan yang sama pada thread horror saya sebelumnya “Ngampih”. Saat itu Pak Wira beserta komandan dan rekan-rekan tentaranya berangkat untuk meninjau medan yang akan digunakan untuk latihan para tentara.
Pada tahun 1985, hutan di sekitar danau Bandung itu masih tergolong hutan yang sangat lebat dan rimbun. Mereka meninjau medan tanpa menggunakan kendaraan, alias berjalan kaki, karena pada saat itu kendaraan masih belum memadai seperti sekarang.
Dalam perjalannya, mereka istirahat di sebuah gubuk tua di tengah hutan. Gubuk itu kosong, hanya dijadikan tempat singgah saja bagi orang-orang yang mendaki.
Terletak di pinggir jalan berbatu yang rusak dan tidak ada gubuk lain di sekitarnya. Pak Wira dan yang lainnya memutuskan untuk bermalam di gubuk itu.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 7 malam. Karena udara dingin mulai menusuk dan menjelajar ke seluruh tubuh, akhirnya mereka menyalakan api unggun dengan membakar tumpukan kayu kering di depan gubuk.
Saat Pak Wira dan yang lainnya sedang menghangatkan badan di depan api unggun, sekitar pukul setengah depalan malam, terdengar dari arah utara suara nenek-nenek yang mengaduh-aduh.
Pak Wira dan yang lainnya kaget dan sontak melirik ke arah sumber suara.
Pencahayaan saat itu sangat tidak memadai, hanya mengandalkan cahaya dari api unggun yang temaram. Dilihatnya dari kejauhan ada seorang nenek yang sedang menuruni jalan berbatu dengan hati-hati tanpa alas kaki.
“Aduduhh, aduhh..”

ucap nenek itu setiap kali ia menginjakan kaki di atas batu kerikil.
Rambut putih nenek itu tersanggul kusut tidak beraturan, sisa rambutnya tergerai ke bagian depan menutupi sebagian wajahnya yang keriput.
Perawakannya cendrung kurus dengan tinggi badan sekitar 145cm. Usianya sekitar 80 tahunan. Ia mengenakan kebaya dan kain batik (samping) sebagai bawahannya. Penampilannya tampak tidak teratur, berantakan.
Komandan lantas memerintahkan Pak Wira untuk menghampiri nenek tua tersebut.

Pak Wira pun mendekatinya dan bertanya,

“Nek, mau kemana?”

“Mau nyari anak saya di Lebak.” jawab sang nenek.
Pak Wira kemudian melaporkannya pada komandan,

“Ijin komandan, nenek itu mau mencari anaknya di Lebak.”

ujar Pak Wira.
Merasa iba, komandan lalu menginstruksikan Pak Wira dan Pak Diki rekan Pak Wira untuk mengantar nenek itu sampai ke jalan raya Lebak di arah bawah.
Karena tidak ada kendaraan, mereka berdua mengantar nenek itu dengan berjalan kaki.
Dalam kondisi normal, dengan berjalan kaki perjalanan dapat ditempuh sekitar satu jam. Namun, pada saat itu dengan kondisi nenek yang hanya bisa berjalan perlahan, waktu yang dihabiskan selama perjalanan adalah kurang lebih 2 jam.
Sebenarnya Pak Wira sudah berkali-kali menawarkan diri untuk menggendong atau memegangi sang nenek agar mudah berjalan, tapi sang nenek selalu saja melolak.
Separuh jalan, sang nenek hampir kehilangan pijakannya karena terpeleset, Pak Wira dengan refleks langsung meraih lengan sang nenek yang ternyata amat sangat dingin.
Meskipun kaget, Pak Wira tidak berpikir aneh-aneh. Udara sekitar memang dingin, wajar bila tangan sang nenek dingin. Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Setelah 2 jam, akhirnya mereka tiba di jalan raya Lebak yang pada saat itu sudah sepi kendaraan.
Tak lama, dari arah Bandung datang melaju mobil truk sayur menuju ke arah Tonggoh. Karena arah ke Tonggoh pasti melewati daerah Lebak, Pak Wira pun memberhentikan truk tersebut dan meminta tolong pada supir untuk mengantarkan sang nenek sampai ke Lebak.
Supir yang tak keberatan dengan permintaan itu kemudian mempersilahkan sang nenek masuk ke truknya dan melaju pergi.
Pak Wira dan Pak Diki pun kembali ke gubuk sambil setengah berlari untuk mempercepat sampai tujuan dan agar tubuh mereka yang kedinginan menjadi hangat.
Hanya membutuhkan waktu setengah jam, mereka telah tiba di gubuk. Mereka segera melaporkan pada komandan bahwa nenek tersebut sudah diantarkan menggunakan truk sayur. Pak Wira dan Pak Diki lalu duduk menghangatkan diri berbaur dengan yang lainnya.
Belum 15 menit berlalu, terdengar suara yang familiar,
“Aduuh..”

“Aduduhh, aduhh..”
Suara sang nenek terdengar. Ia datang lagi.
Sang nenek dari arah bawah berjalan menanjak sambil mengaduh kesakitan tanpa alas kaki. Persis seperti pertama kali Pak Wira dan yang lainnya bertemu nenek tersebut dari arah atas sebelumnya.
Semua yang ada di tempat itu langsung tersentak kaget luar biasa. Mereka mengisi senjata untuk berjaga-jaga seraya mengambil posisi.

Komandan lalu medekati Pak Wira dan bertanya dengan nada tinggi.
“Katanya sudah diantar?! Kok nenek itu datang lagi?!” bentaknya.
“Saya tidak tahu pak, tadi jelas-jelas saya melihat dia sudah diantar menggunakan truk.” bela Pak Wira.
Mereka semua memutar otak dan mencoba mencerna semua kejanggalan ini. Secara logika, tidak mungkin sang nenek kembali secepat itu.
Saat mengantarkannya ke bawah saja dengan jalanan yang menurun, membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai. Tidak mungkin nenek itu bisa sampai dalam hitungan waktu kurang dari 45 menit dengan berjalan kaki dan keadaan jalan yang menanjak.
Sungguh tidak masuk akal.
Anehnya lagi, sang nenek tidak mau mendekati api unggun, ia hanya berdiam diri sambil mengaduh-aduh.
Bersamaan dengan kejadian itu, datang mobil range rover tentara dari arah atas hendak berbelanja ke arah Tonggoh untuk keperluan di markas.
Komandan menghentikan mobil itu dan mengkoordinasikan supaya mobil itu bisa mengantar sang nenek ke daerah Lebak.
Sang nenek menaiki mobil dan duduk di kursi belakang. Mobil melaju pergi meninggalkan gubuk dengan sang nenek di dalamnya.
Setelah itu Pak Wira dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dan beristirahat di barak dekat danau Bandung.
Sekitar pukul 5 subuh saat keadaan sekitar masih gelap dan berkabut, Pak Wira pergi ke tempat pemandian umum di dekat danau ditemani oleh Pak Diki untuk membersihkan badan.
Hanya mereka berdua yang pergi ke pemandian saat itu. Sambil membawa senjata, mereka pergi dari barak menyusuri pinggiran danau.
Tempat pemandian berada di sisi lain danau sehingga mereka perlu memutari sebagian danau untuk tiba di sana.
Sebelum sampai pemandian, di tengah-tengah gelapnya hutan, mereka melihat sepasang bola mata berwarna merah menyala seperti sorotan lampu lalu dengan cepat menghilang di balik pepohonan dan lari menuju ke arah gunung.
Pak Wira dan Pak Diki terlonjak kaget. Karena curiga terjadi sesuatu, mereka mendekati sumber sorot mata merah yang tadi terlihat.
Saat di dekati, mereka mendapati seekor kijang yang baru saja mati. Di bagian lehernya terdapat luka bekas gigitan binatang buas.
Pak Wira dan Pak Diki pun menyimpulkan bahwa sorot mata merah tadi yang menerkam kijang ini lalu pergi adalah macan kumbang. Karena pada tahun 1985 masih terdapat macan kumbang di daerah itu.
Mereka berdua tidak melanjutkan ke pemandian dan memutuskan untuk membawa kijang itu ke barak untuk dimasak dan disantap bersama-sama.
Komandan bertanya bagaimana mereka bisa mendapatkan kijang itu.
Mereka menceritakan,

“Kami melihat sepasang bola mata merah menyala di tengah gelapnya pepohonan.”

Cerita berlanjut sampai akhirnya mereka menemukan kijang itu dan membawanya.
Bagi tentara yang sedang berada di hutan, bisa menyantap daging kijang adalah kejadian langka dan jarang sekali terjadi. Itu adalah menu yang sangat istimewa, mereka pun bergembira bisa makan enak saat itu.
Sepanjang hari tidak ada kejadian aneh apapun sampai akhirnya malam tiba.
Saat Pak Wira sedang tidur beristirahat, ia merasa sadar tidak sadar berada di antara mimpi dan kenyataan.
Tiba-tiba datang nenek yang kemarin ditolong oleh Pak Wira. Sang nenek datang mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih karena sudah membantu nenek untuk bertemu anak nenek.” ucapnya.
“Nenek tidak bisa memberikan apa-apa. Hanya itu saja yang bisa nenek berikan untuk dimakan beramai-ramai.” lanjutnya.
Pak Wira pun bangun dan tersadar. Ternyata sosok nenek-nenek itu adalah macan kumbang yang menerkam kijang tadi pagi. Dan Kijang itu adalah hadiah pemberian untuk Pak Wira dan yang lainnya.
Setelah kejadian itu, Pak Wira mencari tau informasi yang terjadi di danau Bandung.
Ia menemukan informasi bahwa kurang lebih dua minggu sebelum Pak Wira dan yang lainnya datang meninjau lokasi ke daerah itu, anggota BRIMOB menggunakan tempat itu untuk latihan.
Mereka menemukan anak macan kumbang dan membawanya ke markas BRIMOB di daerah Lebak untuk dipelihara.
Induk macan kumbang itu mencari anaknya, sampai tibalah Pak Wira dan yang lainnya dua minggu kemudian. Sang induk menjelma menjadi nenek tua untuk meminta tolong menemui anaknya.
Rupanya sang induk macan kumbang hanya ingin memastikan anaknya berada dimana dan dalam keadaan sehat atau tidak.
Selepas itu, anak sang macan kumbang masih tetap dipelihara di markas BRIMOB di daerah Lebak.
Dari kejadian ini, salah satu hikmah yang dapat kita ambil adalah saat kita berbuat baik, maka balasannya adalah kebaikan pula. Semoga kita semua menjadi insan yang selalu menebar kebaikan untuk semua makhluk Tuhan.
Sekian.
Mulang Tarima –Tamat–
Kalau ada yang bertanya mulang tarima itu artinya apa. Mulang tarima berarti balas budi.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Cinta Kirana

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!