Gadis itu enggan menjawab.
“Akan kuceritakan padamu jika kita menikah nanti.”
Tiba-tiba ...
“Glundung ...”
Kepala istrinya terlepas dari lehernya dan menggelinding di lantai.
Di kamar mandi terdapat sebuah cermin, lalu stlh aku membasuh wajahku dan membersihkan mataku dengan sangat intens. Akupun mulai melihat kondisi mataku di cermin tersebut.
Akupun segera mencari obat tetes mata untuk diteteskan. Berharap mataku segera pulih.
Menggunakan tanganku, sapu tangan dan terus saja agar semua kesakitan ini berakhir.
Dokter mulai memeriksa ke dlm mataku. Ibuku terlihat khawatir dan aku mendengarnya menangis dan mengatakan ke dokter apa yang terjadi padaku.
Kemudian dokter mengarahkan senter ke dalam bola mataku yang sangat merah, lalu memberikan kapas yang entah sudah dibasahi cairan apa ke dlm mataku
“Dokter, apa yang terjadi dengan anak saya?” ibuku bertanya dengan khawatir -
“Di mata anak ibu, banyak sekali semut-semut merah bergerak kesana kemari, dan kami menemukan mereka seperti sedang -
Suster yang sedang di dekatku saat itu berteriak ketakutan, aku bingung apa yang terjadi. Aku yang sedang menangis lalu mengusap air mataku dan merasakan ada sesuatu.
-THE END-
“Tolong jangan masuk ke kamar yang tak ada nomornya.”
Tiba-tiba saja wanita itu menoleh dan menatapnya.
Malamnya ia tak bisa tidur. Ia masih penasaran mengapa resepsionis itu memperingatkannya untuk menjauhi kamar itu. Dan mengapa pula kamar itu tidak diberi nomor?
Namun yang ia lihat hanyalah warna merah.
Pria itupun kembali ke kamarnya untuk tidur.
Resepsionis itupun bercerita dengan wajah sedih.
“Dahulu ada sepasang suami istri yang menginap di kamar itu. Suatu hari mereka bertengkar dan sang suami membunuh-
Pria itu pergi dan tertawa. Ia sama sekali tak percaya dengan cerita hantu. Yang ia lihat kemarin jelas-jelas manusia dan bukan hantu.
“Wanita itu tidak seperti manusia kebanyakan. Ia menderita kelainan genetik sehingga seluruh kulit tubuhnya putih.”
Sang resepsionis mengakhiri ceritanya.
“Dan matanya merah.”
-THE END-
kalau ngerti maksudnya pasti seru jadinya wkwkwwk
Dari luar aku melihat Anis sedang menusuk nusuk Deden temannya sendiri menggunakan pisau.
Aku tau itu hanya halusinasiku saja. Iya benar aku lupa minum obat. Aku takut kambuh disekolah. Aku segera berlari ke rumah dan berfikir, tidak mungkin Anis melakukan itu.
Aku bisa lihat raut wajah ibu yang sangat amat senang. Ibu memelukku.
-THE END-
pada ngerti kan maksudnya? wkwkw
Saat ia tiba di kamarnya, ia menyadari bahwa ia berada di kamar 66 di lantai ke-6. Secara teknis, kamarnya bernomor 666.
Beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Ia membuka kamarnya, namun tak ada seorangpun di luar kamarnya.
Ia membuka kamarnya dan melihat seorang gadis kecil memakai jubah mandi bertudung yang sama persis seperti yang tadi ia pakai. Hanya warnanya merah.
Ia melihat bahwa gadis kecil bertudung merah itu tampak habis menangis.
“Saya terkunci di luar kamar. Anda bisa membantu saya?”
Dalam perjalanan ke resepsionis, ia bercakap-cakap dengan gadis itu.
“Siapa namamu?”
Gadis itu tak menjawab.
Ia bertanya lagi.
“Dimana orang tuamu?”
“Tidak tahu.”
“Apa kamarmu di lantai ini juga?”
Gadis itu mengangguk.
“Bisa anda bantu gadis kecil ini? Ia terkunci di luar kamarnya.”
Resepsionis itu melongok, “Gadis yang mana?”
“Gadis berjubah merah ini ...”
Namun ketika wanita itu menoleh, tak ada seorang pun di sana.
“Lantai 6?” resepsionis itu tampak heran, “Namun hanya anda tamu yang menginap di lantai 6.”
“Tapi tadi ada gadis yang memakain jubah mandi bertudung warna merah ...”
“Dia siapa?”
“Dahulu pernah terjadi sebuah tragedi di hotel ini. Kami tak suka membicarakannya, namun karena anda sudah melihat ‘dia’, apa boleh buat. Dahulu ada sepasang suami istri menginap di lantai 6 -
Napas wanita itu terasa terhenti karena ketakutan. Namun cerita sang resepsionis ternyata belumlah selesai.
“Lihat, di sini ia menembakku.”
-THE END-